Hyung

1.3K 231 18
                                    

Taehyun yang sedang memegang kemudi, sesekali melihat ke arah Soobin yang terlihat terdiam membisu. Wajahnya tak memancarkan sinar sama sekali. Pagi ini dia mendapatkan kabar bahwa, sang ibu telah menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit tempat di mana ia mendapat perawatan khusus.

Wanita tua itu mengidap penyakit diabetes melitus tipe 2 selama dua tahun belakangan ini. Soobin selalu menyempatkan diri untuk datang berkunjung ketika jadwal kuliahnya lengang. Kadang sendiri kadang pula ditemani oleh Taehyun.

Keduanya kini telah tiba di rumah duka, paman dan bibi Soobin berhambur memeluknya. Mereka mencoba menghiburnya meski pemuda itu tak sedikitpun menitikan air mata. Ia melangkah masuk lalu duduk bersimpuh menatap pajangan foto yang menampilkan wajah ibunda yang tengah tersenyum manis.

Berdiri di paling depan, saat mengangkat masuk peti jezanah mendiang ke dalam mobil. Secara beramai mereka melesat menuju areal pemakaman. Agaknya langit pun turut bersedih, rintikan halus mulai berjatuhan membasahi bumi.

Gemburan tanah menutupi lubang pusara secara perlahan, kepalan tangan Soobin menguat. Maniknya terasa panas. Tapi ia tatap berusaha kuat untuk tak menangis. Sampai upacara pemakaman usai, Soobin menyempatkan diri berdiam agak lama di sana sebelum benar-benar pergi.

Malamnya, Soobin dan Taehyun di ajak untuk menginap di rumah paman dan bibi. Tapi ia menolak, Soobin memilih pergi ke rumah peninggalan sang ibu. Bukan tempat yang mewah, tapi memiliki kenangan yang sangat berarti baginya.

Taehyun terlihat sedang menelpon seseorang sembari mengintip ke arah luar jendela. Lalu tak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil. Ia membukakan pintu dan mempersilahkan mereka masuk.

"Kai, hyungnim... silahkan masuk."
Huening Kai dan Beomgyu menanyai Taehyun perihal Soobin dan keluarganya, sementara Yeonjun, ia langsung melenggang ke sebuah kamar yang lampunya agak redup.

Berjalan agak tergopoh dengan alat bantunya, lalu membuka daun pintu berwarna putih tersebut. Tampak lah punggung lebar seorang pemuda yang sedang berdiri kaku memandangi figura yang menggantung. Perlahan ia mulai mendekati, lalu tangan kanannya terangkat sedikit demi sedikit. Mengusak lembut surai hitam pada kepala bagian belakangnya.

"Soobin-ah..." panggilnya.

Sedetik kemudian, ia berbalik dan langsung memeluk Yeonjun erat. Si rubah mengerjapkan matanya karena terkejut.
Pecah sudah, pertahanan yang ia jaga kuat akhirnya runtuh juga. Soobin menangis terisak. Rengkuhannya semakin menguat. Mau tak mau Yeonjun ikut terbawa suasana. Kesedihan Soobin seakan tersalurkan begitu saja. Si rubah membalas pelukan si jakung dan mengusap punggungnya berulang, berharap itu bisa menenangkannya.

***

"Hati-hati di jalan." Lepas paman dan bibi Soobin.

Kelimanya melambaikan tangan sebagai salam perpisahan, sebelum akhirnya melesat pulang.

Dua mobil hitam terparkir rapi di blok asrama Ash Wolf. Kelima orang pemuda itu keluar dari sana dan berjalan beriringan. Saat mereka hampir menginjakkan kaki di tangga terakhir, langkah kaki Soobin tiba-tiba terhenti.

"Hnn, kenapa berhenti?" Tanya Yeonjun yang berada dalam papahannya. Pemuda itu tak menjawab, kedua maniknya menatap lurus ke ujung tangga.

"Soobin!" Seorang wanita berambut merah tampak berlarian, lalu kemudian memeluknya dengan agak membabi buta. Yeonjun hampir saja terjatuh kalau saja Kai tak menahan tubuhnya saat itu juga.

"Aku mendapatkan kabar dari temanku mengenaimu, a-aku turut berduka atas kematian ibumu. Soobin, kau tak ap--" Soobin melepaskan diri dari kukungannya.

"Taehyun, bawa Yeonjun sunbae dan yang lain masuk..." Titahnya sambil menatap si rubah yang terlihat khawatir. Ia tersenyum tipis.

"Aku akan menyusul segera." tambahnya, wanita itu memperhatikan cara Soobin memandang Yeonjun ketika sedang berbicara. Terasa ambigu.

Sepeninggal keempatnya, Soobin kembali ke mode serius. Ia menatap datar ke arah wanita yang ada di hadapannya saat ini. Wanita itu hendak menggapai bahu Soobin, berencana merengkuhnya kembali. Tapi untungnya, si jakung segera menghindar.

"Bukan kah telah kukatakan, kita sudah berakhir... sunbae?"

"Bagiku belum," si jakung menatapnya dingin. Tampaknya si wanita masih bersikeras bertahan.

"Aku akui, itu semua memang salahku... dan aku meminta maaf atas hal tersebut. Tapi... ini juga karena ayahmu, dia yang memulai dan dia ya--"

"Kau menikmatinya,"

"Huh?!"

"Kau menyalahkan dia, tapi kau sendiri juga menikmatinya. Sungguh suatu pembelaan yang sangat kontradiktif. Hahh... katakan padaku sunbae, bagaimana rasanya bercinta dengan ayahku?"

PLAK

Wanita itu menampar keras pipi kiri Soobin hingga membekas merah. Nafasnya memburu dan kedua maniknya mulai basah karena air mata.
Soobin tertawa miris. Tak bisa bohong, dari matanya menyiratkan rasa kekecewaan yang teramat dalam.

"Jihanie sunbaenim, kurang baik apa aku padamu? Kau telah berkhianat... berselingkuh dengan ayahku, terbuai dengan pundi-pundi uang yang ia miliki--" tubuh pemuda itu tampak bergetar.

"Kau hancurkan hatiku, kau rusak rumah tangga ibuku dan kau... kau juga yang telah membunuhnya secara tak langsung. Tapi aku... aku masih membiarkanmu menjalani hidup dengan tenang, kau bebas berkeliaran tanpa menanggung beban apapun. Sedangkan aku--"  Soobin tak melanjutkan perkataannya. Ia sangat marah sekarang. Kepalanya terasa ingin meledak dan jantungnya mulai berdebar tak karuan.

Sungguh, ia tak ingin membuat keributan. Meski tak dipungkiri, jika ia punya niatan untuk melakukan sesuatu pada orang ini. Rasa dendam dan kecewa yang terpupuk subur di dinding hatinya, menyuarkan aura gelap yang begitu pekat. Soobin memejamkan matanya sejenak...

"Pergi,"

"Tidak! Soob--"

"Pergi dari sini sebelum aku kehilangan kendali!" Bentaknya kasar sampai wanita itu tersentak kaget. Dengan terpaksa, ia segera pergi dan berlarian kecil menuruni satu persatu anak tangga.

"ARGH!!" Soobin menghantam dinding sangat keras, sehingga kepalannya terluka lumayan parah. Ia menggeram, mencoba meluapkan segala angkara murka yang ia simpan. Cairan pekat berwarna merah itu,  terlihat mulai menetes mengenai lantai.

"S-Soobinie..." fokusnya teralihkan, itu Yeonjun yang tengah berjalan mendekatinya dengan agak kesusahan.

"Kenapa sampai begini?" Tanyanya khawatir. Ia langsung mengeluarkan sapu tangan miliknya lalu kemudian membersihkan luka tersebut dengan hati-hati.

Soobin terdiam seraya memandangi wajah Yeonjun seksama. Hatinya yang kacau, seketika berubah menjadi lebih tenang saat tangan si rubah menyentuhnya. Rasanya hangat dan juga nyaman. Ujung bibirnya berkedut, ia seperti hendak mengatakan sesuatu.

"Hyung..."

Kegiatan Yeonjun langsung terhenti, nafasnya tercekat, dan wajahnya tiba-tiba memanas saat suara berat itu memanggilnya dengan sebutan lain.
Tangan besar si jakung menangkup wajah bulat itu lembut. Sekali lagi, jantung Yeonjun hampir berpindah tempat ketika melihat Soobin tersenyum cerah padanya.

'D-dia punya lesung pipi?!'

"Hyung?"

"I-iya, ada apa?"

Kedua tangannya membawa Yeonjun ke dalam pelukan. Ia hirup sampai puas aroma tubuh si rubah yang didominasi oleh manisnya buah peach.

"Terima kasih banyak..." bisiknya lirih.

Hati Yeonjun menghangat kala mendengar perkataan Soobin. Itu tulus dan murni. Sepertinya, lapisan kristal es pada diri pemuda ini perlahan mulai mencair sedikit demi sedikit.

To be continue...







Cherry Bomb (SooJun/END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang