Yeonjun tengah bertandang ke asrama blok Blue Fire, lebih tepatnya di kamar Seo Jin. Ia terlihat meringis perih sembari menutupi kedua telinganya dengan telapak tangan. Jika kalian tanya kenapa? Penyebabnya hanya satu, suara desahan maut Oh Jin Yeong yang tengah berwisata diri alias masturbasi di dalam bilik pribadinya. Kamar Seo Jin dan Jin Yeong bersebelahan, jadi mereka bisa dengan jelas mendengar raungan mengerikan itu.
"Sudah kukatakan, kami berdua memang cabul. Tapi level anak itu lebih dewa dariku." Celetuk Seo Jin enteng.
"Kau baru mendengarnya hari ini Jun, wajar terkejut. Kalau kami dan para penghuni lainnya sudah terbiasa." Tambah Sang Hwa, teman sekamar Seo Jin.
'Pantas saja tak ada yang mau satu kamar dengannya.' Batin Yeonjun merinding geli. Kini ia paham kenapa Beomgyu sebegitu traumanya dengan Jin Yeong.
Jarum jam menunjuk tepat pukul 8 malam, ketiganya mulai merebahkan diri dan merenggangkan ototnya yang mengencang padat. Terdapat dua koper besar dan 1 ransel berukuran medium.
"Kau yakin tak pulang Jun? Tak takut kah sendirian di asrama?" Tanya Seo Jin.
"Aku pulang pun juga percuma, Ayah dan ibu masih berada di Ansan." Jawab Yeonjun lemas.
"Bagaimana kalau ikut dengan Beomgyu atau... sepupumu itu?" Yeonjun menggeleng pelan.
Sebenarnya, baik Kai maupun Beomgyu keduanya sudah mencoba membujuk Yeonjun agar ikut bersama mereka. Tapi ia bersikeras menolak dan beralasan jika dirinya ingin mencicil pengumpulan data untuk bahan skripsi.
***
Di hari pertama libur, keadaan kampus dan asrama begitu kosong melompong. Benar-benar tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Yang sibuk berlalu lalang hanya lah para satpam dan petugas kebersihan, itupun di jam tertentu saja.
Yeonjun baru selesai menerima telepon dari Beomgyu dan juga Kai, keduanya sungguh khawatir. Takut jika terjadi apa-apa padanya.
Membuka jendela lalu menghirup dalam udara pagi. Membiarkan sinar hangat sang mentari menerpa kulit.Sebenarnya tak ada yang perlu dicemaskan, selagi stok makanan dan kebutuhan lainnya masih tersedia. Mungkin, bisa saja ia menghabiskan waktu liburan hanya dengan mengendap di dalam kamar. Istilah kata, 'kamarku adalah istanaku'.
Si rubah mulai menyiapkan menu sarapan paginya. Sederhana, segelas air hangat dan roti isi. Menyibukan diri dengan membaca novel yang baru ia beli beberapa waktu lalu. Ponsel sengaja ia matikan agar tak mengganggu konsentrasi. Untuk sepersekian detik ia sempat membeku kaku, tiba-tiba saja petir datang menyambar. Setelahnya, terdengar suara hujan yang begitu deras. Yeonjun beranjak menutup jendela dengan rapat.
Belum sempat pantat seksi itu menyentuh permukaan ranjang, ia kembali dikejutkan dengan suara ketukan pada pintu kamar. Dahinya sontak berkerut bingung. Seingatnya, ia tak ada janji dengan siapapun. Sekelebat pikiran aneh pun mulai merundung.
Kini tengkuknya meremang heboh.'Hantu? Ahh, jangan bercanda...' batinnya coba menyangkal.
Suara ketukan itu belum juga berhenti. Malah semakin keras. Bohong jika ia tak merasa takut. Lihat saja wajahnya yang berubah pucat pasi. Kendati demikian, dengan segala kenekatan yang tersisa ia berjalan perlahan menuju sumber suara. Nafasnya memburu panik kala kepalannya berhasil meraih gagang pintu tersebut.
CKLEK
Eh?
Dan... dalam sekejap, rasa takutnya lenyap bak debu yang terbawa angin.
"S-Soobin?"
Si jakung dengan wajah datarnya, mendorong masuk Yeonjun dan menutup kembali daun pintu tersebut. Pakaiannya agak basah terkena air hujan. Dengan sigap, Yeonjun segera mengambilkan handuk lalu membantu Soobin melepaskan coat berbulu miliknya.
"Kenapa kemari?" Tanya Yeonjun yang kini sedang mengeringkan surai si kelinci bongsor.
"Kai menelponku." Yeonjun spontan berdecak sengit. Lagi-lagi anak itu. Suka sekali membuat dirinya terkena serangan jantung.
"Kau tak pulang?" Soobin menggeleng.
"Bagaimana aku bisa pulang, jika pikiranku tak tenang." Balasnya dingin.
Soobin membalik tubuhnya agar bisa berhadapan langsung dengan Yeonjun. Ia tatap dengan intens manik rubahnya hingga ke inti terdalam. Seketika Yeonjun menelan ludah. Wajahnya memang tak berekspresi, tapi Yeonjun bisa dengan jelas merasakan aura tak mengenakan dari pemuda ini. Sedang kesal rupanya.
"Kemasi barang yang diperlukan. Sekarang." Titahnya tak terelakan.
***
Sepasang suami isteri lanjut usia, menyambut hangat dua orang pemuda yang baru saja tiba dari perantauan. Memasuki sebuah rumah berukuran 15x20 meter dengan taman bunga yang begitu luas di sekelilingnya.
Mereka tampak berbincang hangat untuk waktu yang cukup lama. Setelah itu, keduanya pamit pulang.
Si jakung membantu Yeonjun menyusun pakaian di dalam lemari.Usai bergelut dengan tata letak estetika, kini kedua pemuda itu beralih ke area dapur. Memasak untuk makan malam. Semua persediaan si rubah di bawa kemari, sayang jika dibiarkan rusak membusuk begitu saja.
Sup jagung dengan krim dan dua gelas jus jeruk tanpa gula. Kegiatan lahap melahap itu berlangsung hening. Sikap baik ketika sedang berada di meja makan.
"Biar aku saja Bin..." Yeonjun mencuci bersih semua peralatan makan mereka.
"Hyung..." kedua lengan Soobin melingkar apik di tubuhnya
"Mengenai pendidikan lanjutanku,"
"Apakah ada masalah?" Tanya Yeonjun.
"Mungkin." Si rubah sontak menoleh bingung.
Ia menarik lengan Soobin masuk ke dalam kamar, keduanya duduk di pinggiran ranjang.
Tangan kanan Yeonjun menangkup pipi Soobin cemas. Wajah si jakung terlihat murung."Soobi--"
"Awal semester nanti aku akan berangkat ke Newcastle."
DEG
Rasanya lemas tak berdaya, ia menjatuhkan tangannya tepat di atas paha Soobin. Yeonjun menggigit bibir bawahnya gugup seakan menahan sesuatu.
"K-kenapa mendadak begini?"
"Aku baru diberitahu oleh pihak dekanat-- hyung..." Soobin bergerak cepat menyeka buliran kristal yang bergulir sendu pada pipi gembul Yeonjun.
"B-berapa... lama?" Si rubah mendongak sedih. Soobin tampak berpikir sesaat.
"Masa pendidikan ditambah kontrak kerja... 6 hingga 7 tahun." Mencelos sudah hati Yeonjun mendengar ujaran darinya. Itu waktu yang cukup panjang berurai.
Yeonjun menunduk seraya menggenggam erat tangan besar pemuda itu. Sebenarnya ia sudah tahu, cepat atau lambat Soobin akan pergi jauh. Tapi, tetap saja ini terasa mengejutkan. Tak rela-- ahh... tidak, ia tidak boleh egois. Jangan sekali-sekali menjadi penghalang kehidupan orang lain. Itu pikirnya.
"Aku sudah terbiasa dengan keberadaanmu, jika kau pergi aku pasti akan kesepian luar biasa."
"Yeonjun hyung..."
"... tapi tak mengapa, aku akan menunggumu di sini. Selalu." Ucapnya dengan berkaca-kaca.
Soobin mengecup kening Yeonjun lembut lalu memeluk tubuh mungil itu dengan penuh kasih sayang. Si rubah menutup netranya, membalas rengkuhan tersebut dan menghirup aroma maskulin yang menguar.
"Setelah sekian lama kita bersama, aku baru sadar akan satu hal..."
"Apa?"
"Aku belum pernah mengajak hyung berkencan."
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cherry Bomb (SooJun/END)
FanficChoi Yeonjun, mahasiswa tahun ke tiga yang terkenal sebagai sosok yang selalu berpenampilan nyentrik. Ia sangat percaya diri dan agak sedikit badung. Pemuda ini juga disebut sebagai pangeran kesepian, karena seumur-umur tak pernah menjalin hubungan...