Prolog

29 5 0
                                    

Jika ada kata yang melukaimu, menunduklah dan biarkan melewatimu.
Jangan dimasukkan ke dalam hati, agar hatimu tidak lelah.

- Shabira -

•••••

Aqeela, tolong bawakan berkas laporan kamu ke ruangan saya ya!” Titah Pak Willy saat aku sedang sibuk mencari berkas yang ditugaskan kemarin sore untuk direvisi.

“Baik Pak,” jawabku.  Dengan segera aku kembali merapikan meja, kemudian pergi menuju ruangan Pak Willy yang beda 1 lantai dengan ruangan kami.

“Kia, lo mau ke mana?” teriak Bella yang melihatku kerepotan.

“Gue bantu ya!” lanjutnya.

“Gue mau ke ruangan Pak Willy. Gak apa-apa Bel, insyaa Allah gue bisa.” Setelah menjawab pertanyaan Bella aku langsung bergegas pergi.

Bella adalah sahabat aku dari kecil yang sampai sekarang masih bersama, dia juga yang sering bantu aku ketika dalam kesulitan.

Aku adalah karyawan baru di kantor yang sama dengan Bella, jadi kalau ada yang tidak dimengerti dan saat membuat kesalahan pun Bella adalah orang pertama yang selalu membantu dan memberikan pengarahan. Kita juga tinggal bersama dan lahir dari kota yang sama. Maka dari itu Bella seperti saudaraku sendiri.

Bruuughh.....” Aku tak sadar telah menabrak orang karena kecerobohanku yang melamun ketika jalan. Berkas dan lainnya yang berada ditanganku berjatuhan serta berserakan.

“Maaf, aku gak sengaja.” Kataku kepada orang yang berada di depanku. Kemudian aku mengambil kertas yang berserakan di lantai dan merapikannya kembali.

Saat aku berdiri, orang itu masih diam mematung. Kemudian dia mengumpatiku.

“Jadi karyawan gak becus banget sih. Makanya fokus kalau jalan, jangan melamun!”

“Maaf kak, a-aku beneran enggak sengaja.Soalnya lagi buru-buru.” Jawabku menunduk.

“Kamu karyawan baru ya?” tanyanya kemudian memegang daguku dan mengamati wajahku.

“I-iya Kak.” Jawabku yang tak berani menatapnya.

“Kok bisa ya perusahaan ini menerima karyawan yang ceroboh seperti kamu ini.” Cibirnya.

Aku diam tak menjawab, lagi pula aku tidak tahu dia siapa. Saat itu juga aku berdoa dalam hati agar ada seseorang yang membantuku.


Bel, lo di mana? Gue takut.” Lirihku dalam hati.

“Kenapa diam? Lo gak mau ganti rugi hah?” bentaknya.

Aku kaget karena sama sekali tidak merasa melukai atau menjatuhkan barang miliknya. “Ganti rugi? Bukannya Kakak tidak apa-apa?” tanyaku yang bingung.

“Lo gak lihat handphone gue jatuh sampai retak?” katanya sambil menunjukkan yang berada dalam genggamannya.

Dalam hatiku bergeming. “Padahal yang retak hanya tempered glassnya, dan aku juga gak dengar ada barang jatuh selain berkasnya.”

“Aku akan ganti Kak, tapi sekarang aku harus pergi dulu ke ruangannya Pak Willy.” Jawabku, kemudian aku berniat untuk kabur dari wanita yang tidak jelas ini.

“Mau ke mana lo?” katanya sambil menarik lenganku paksa saat berpamitan dengannya.

“Aw, Kak sakit. Aku akan tanggung jawab kok. Tapi lepasin dulu, aku gak mau Pak Willy marah karena telat.” Pekikku mencoba untuk melepaskan cengkeramannya
.
“Biarin aja, salah sendiri karena lo berurusan sama gue.” Jawabnya sambil mencengkeram lebih kuat lenganku.

Aku yang merintih kesakitan dan terus-terusan berdoa dalam hati agar ada seseorang yang mau menolongku. Tapi itu seperti mustahil, karena jam kerja jadi tidak ada orang yang berkeliaran di area ini.

“Lepaskan Re!” kata seseorang yang memiliki suara bariton kemudian menghampiri kami.

“Lo apa-apaan sih?” katanya sambil melepas cengkeraman itu dari tanganku.

“Gak usah ikut campur! Ini urusan gue!” serunya kepada laki-laki yang kini bersama kami.

"Lo ikut gue sekarang!” kemudian laki-laki itu menarik paksa lengan baju perempuan itu yang menurutku gila, buktinya dia masih mengoceh tidak jelas.

Tak memedulikannya aku langsung pergi menjauhi mereka, mempercepat  langkah kakiku agar segera memberikan berkasnya kepada Pak Willy.

****

Saat istirahat aku menceritakan kejadian tadi kepada Bella, dia yang mendengar ceritaku meradang ikut kesal sama sepertiku.

“Dia siapa sih?” tanya Bella.

“Gue juga gak tahu, yang gue denger sih laki-laki tadi manggilnya Re. Lo kenal?” jelasku.

“Gak.” Jawabnya sambil menggelengkan kepala.

Saat aku kembali mau bercerita, tiba-tiba
Bella menyapa seseorang yang lewat di hadapannya “Siang Pak.” Sapanya kemudian menunduk.

“Eh Bel, laki-laki itu yang tadi nolong gue.” Kata ku sambil menarik lengan bajunya.
Tidak memedulikan panggilan Bella, aku pergi mengejar laki-laki itu untuk berterima kasih karena membantuku.

“Pak,” panggilku setelah berhasil mengejarnya.
Dia membalikkan badan, seolah bertanya ‘kamu panggil saya?’ dengan menggerakkan telunjuknya ke hadapannya. Aku menganggukkan kepala, kemudian mengucapkan terima kasih.
“Sama-sama,” jawabnya acuh. Saat dia mau pergi, aku menghalanginya karena ingin menanyakan sesuatu.

“Tunggu Pak! Untuk masalah ganti rugi tadi, aku harus bayar berapa?” tanyaku yang membuatku sedikit takut karena muka datarnya.

“Tidak perlu. Kalau tidak ada lagi, saya permisi.” Jawabnya dengan nada dan ekspresi yang sama. Aku masih mematung, menatap punggungnya yang semakin menjauh pergi.
Bella menghampiriku, "yuk pergi!" katanya. Kemudian aku mengikuti langkah kakinya.

"Gak usah dipikirin, Pak Alvaro emang gitu orangnya." Ucap Bella yang melihatku melamun sambil berjalan.

"Oh, namanya Alvaro." Jawabku pelan.

"Kalau bisa lo harus bisa jaga diri,
terutama sama yang nabrak lo tadi. Ya walaupun gue gak tahu orangnya, tapi gue punya firasat gak enak aja." Jelasnya.

SHABIRA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang