"Semoga ini yang terbaik ya, Ki." Kata Bella seusai acara pengajian sebelum besok melangsungkan akad.
Dua hari yang lalu setelah kejadian di Cafe, Alvaro membuat kesepakatan pernikahan, lebib tepatnya aku dan dia membuat janji pranikah.
Isi yang tertulis disitu adalah selain perselingkuhan dan kekerasan yang dilakukan, pelaku mendapatkan sanksi denda berupa harta miliknya menjadi hak untuk korban dan bila mempunyai anak juga akan mendapatkan haknya.
"Aamiin. Setelah perjalanan pencarian cinta gue kemarin, gue sedikit banyaknya mengerti akan hakikatnya hidup. Apalagi tentang masa lalu, gue banyak belajar untuk ke depannya bisa lebih baik. Mau nikah aja berat banget rasanya, padahal nikah itu tujuannya mulia, ibadah seumur hidup, banyak pahalanya." Jawabku yang sekarang duduk ditepian kasur bersama Bella.
"Ya, semua tentang hal ibadah pasti akan Allah uji sesuai kemampuan umatnya. Buktinya sekarang lo bisa melewati ini dengan baik, berarti lo juga harus yakin bahwa suatu saat pasti lo mampu untuk menghadapinya."
"Dan sekarang gue hanya ingin berpasrah tanpa berekspektasi lebih kepada siapa pun. Gue gak mau sakit hati lagi." Jawabku.
"Begitu pun dengan lo, gue minta lo lebih hati-hati untuk mendapatkan pasangan. Gue gak mau lo disakiti sama cowok berengsek. Lo harus ingat ya!" lanjutku dengan mengancamnya.
"Siap, bos. Ah, gue terharu akhirnya sahabat gue udah menemukan separuh jiwanya. Besok udah jadi istri orang dong." Katanya saat memelukku kemudian dia menangis.
"Kenapa nangis sih? Kan masih bisa ketemu di Kantor." tanyaku kemudian menenangkannya, mengusap pundaknya.
"Tapi... gue... gak bisa nginep sekamar sama lo lagi. Gue juga gak bisa tiap hari main ke kamar lo, bangunin lo yang kebo, gak bisa nobar, ah gue sediiih..." ucapnya dengan terbata-bata.
Tapi setelah diingat-ingat apa yang dikatakan Bella memang benar, bahwa semua tak lagi sama. Dulu yang selalu bersama, esok harus kembali sendiri dengan jalan hidup berbeda.
Aku kembali mengusap punggungnya, tak terasa air mataku pun ikut menetes. "Kapan pun lo mau main, tinggal bilang sama gue. Kita masih bisa terus bersama kok, gue yakin itu." Kataku menenangkannya.
*****
Pantulan dicermin menampakkan wajahku, kini dengan make up dan balutan busana akad sunda sudah terpasang menyatu dalam tubuhku.
Aku menunggu dibalik ruangan yang berbeda dengan Alvaro, tapi aku masih bisa melihatnya dengan layar monitor. Dengan gagahnya berbusana adat didampingin dengan Papah dan Ibu, di belakang Dek Sya, Mas Alfi beserta keluarga dari Alvaro mengikuti arahan lengser dan pagar ayu yang bertugas.
Hatiku semakin berdetak cepat pada saat Alvaro duduk dan menjabat tangan Ayah. Ya, akhirnya aku memilih berdamai dengan orang yang membuatku sakit. Karena aku tidak mau ada kebencian saat aku hidup bersama dengan yang akan menjadi Ayah dari anakku.
Bella memegang erat tanganku, lebih tepatnya aku. Tak henti terus melafalkan kalimat Allah dan seraya beristighfar agar dipermudah dan dilancarkan segala jalannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aqeela Shabira Zakia binti Herman Faiz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai..." ucap Alvaro dengan lantang setelah Ayah mengikrarkan akad dengan Alvaro.
Seketika tubuhku yang tegang langsung melemah, membuang nafas kasar, dan bersyukur karena tidak ada kesalahan. Kini aku telah sah menjadi istrinya. Aku sungguh tidak menyangka. Doa dilafalkan, kemudian kami mengaamiini doa bersama.
Kini aku kembali deg-degan saat panitia WO menginstruksikan untuk memasuki area masjid.
Aku berjalan di dampingi Bella dan juga sepupu ku, melangkah demi langkah mendekati yang kini sudah menjadi suami. Aku malu, gugup, dan takut. Dua hari yang lalu juga aku memutuskan kontak dengannya, untuk menghindari hal yang membuatku berubah pikiran dan lainnya. Tapi kini aku merindukannya.
"Silahkan kepada pengantin lelaki untuk memakaikan cincinnya," ucap MC saat aku sudah berada di sampingnya.
Kami menuruti perintah demi perintahnya, menyalami dia dengan bersentuhan secara langsung untuk kali pertama dan bisa sedekat ini membuat hatiku tak karuan. Apalagi saat dia memegang kepalaku dan membacakan doa yang ku aamiinkan setelahnya mengecup pipiku dengan lembut.
Aku tak kuasa untuk tidak menahan tangis, terharu seperti tidak percaya ini terjadi. Semoga aku tak salah memilih pelengkap jiwaku dengan tujuan menua bersama sampai akhirat selamanya.
"Terima kasih karena telah mau berjuang bersama, esok sampai seterusnya tetap disamping saya ya, istriku." Bisiknya pelan kemudian menautkan jemarinya dengan jemariku saat pemotretan bersama.
Aku membalasnya dengan senyuman bahagia, menatapnya penuh cinta tanpa harus takut kedepannya. Kini dia halal untukku, suamiku ridhoku padamu. Maka aku akan mentaatimu.
*****
Saat ini kami kembali ke hotel yang tak jauh dari masjid tempat kami akad dan setelah dzuhur akan melangsungkan resepsi.
Beristirahat sebentar, membersihkan make up kemudian mengambil wudhu melaksanakan shalat jamaah untuk pertama kali, shalat sunah yang dianjurkan kepada suami dan istri yang baru menikah.
"Assalamua'laikum warahmatullah," ucapnya salam mengakhiri shalat kami, di ikuti dengan gerakanku.
Kemudian dia membalikan badan, setelah berdzikir dan berdoa. Memberikan tangannya dan ku cium dengan khidmat memohon ridho dari apa yang ku lakukan atas perintah-Nya.
Dia mendekatkan wajahnya kepadaku, seketika aku mundur. Tapi dia menahan kepalaku, dan mendekatkan bibirnya ke keningku. Cukup lama aku merasakan kehangatan ini, setelahnya dia menatapku saat aku membuka matanya. Sial, dia terlalu dekat dengan wajahku.
"Ya khumaira, izinkan saya untuk memilikimu seutuhnya. Kini apa yang menjadi milikmu menjadi milik saya, begitupu dengan saya adalah sepenuhnya milikmu. Berjalanlah bersama disamping saya selalu menjalani ibadah bersama, menjadi partner hidup untuk menggapai rahmat dan ridhonya bersama sampai surga. Sekarang kau adalah istri saya." Ucapnya menangkupkan tangannya ke pipiku, sorotan matanya berbinar semoga itu bukanlah omong kosong.
"Ya Jauzi, Mas adalah nahkoda dalam perlayaran kapal baru kita dengan tujuan pelabuhan yang sama. Aku juga berharap, Mas mentaati Allah dan Rasul-Nya sehingga aku juga bisa taat selalu berada dalam jalan-Nya. Sekeras apapun karang menghadang, badai dan ombak yang menghantam, tetaplah bersamaku dalam kapal kecil yang masih kita bangun. Jangan melompat atau pindah ke kapal lain, aku tak sanggup untuk itu." Jawabku.
"I love you more, istri." Katanya dengan lembut kemudian mencium keningku.
"I love you too, suami." Jawabku kemudian dia mendekatkan hidungnya denganku.
Tok... tok... tok....
"Mas, Adek boleh masuk gak?" teriaknya kencang dari balik pintu, sepertinya Dek Sya yang melakukan itu.
Saat dia mau bangun dari duduknya sambil berdecak kesal, aku menyuruhnya untuk tetap duduk. "Biar aku aja,"
"Kenapa Dek?" tanyaku setelah membuka pintu dan melihat wajahnya sudah kusut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHABIRA (Revisi)
Teen FictionAqeela Shabira Zakia, nama lengkapku. Yang kini sedang mencari partner hidup, akhirnya Allah pertemukan dengan sosok lelaki impianku yaitu Alvaro Nicholas Hamizan yang pada saat itu adalah atasanku. Pertemuanku dengan Alvaro, membuatku membuka hati...