Shabira (13)

6 4 0
                                    

Jika aku mengatakan 'aku benci kamu', itu adalah kebohongan terbesarku.
- Shabira -

•••••••

Aku melihat-lihat koleksi buku di sini dan ternyata cukup lengkap juga. Rasanya sudah lama aku tak membaca, bahkan novel yang beberapa bulan lalu pun belum sempat aku selesaikan. Tapi rasanya ingin sekali membeli yang baru.

Saat aku baca beberapa halaman, ada hal menarik yang ingin aku tuntaskan untuk membacanya. Aku mengambil ponselku dan memotret bagian qoutes yang cukup menampar keadaanku.

“Zakia?” panggilnya.
Aku tak bergeming, menghiraukannya. Dia kembali memanggilku, kemudian mendekat ke arahku.

“Ini,” katanya. Dia memberikanku dua buku.

“Untuk?” tanyaku.

“Kamu. Ini buku bagus untuk kita yang mau menikah.” Jawabnya.

“Beli dua? Serius? Mood bacaku lagi menurun. Lagian kan sekarang sibuk, gak ada waktu buat bacanya.” Elakku.

“Iya. Gak ada namanya sibuk kalau kamu mau meluangkan waktu untuk membaca atau melakukan kegiatan lainnya.” Jawabnya.

“Tapi, Mas...” kemudian dia memotong ucapanku.

“Gak ada tapi, baca buku itu bukan hanya pas sekolah, tapi setiap hari. Bagus kan buat tambahan ilmunya atau mau aku tambah bukunya?”

“Eh, jangan. Tadinya aku mau beli novel ini. Tapi kamu malah ngasih dua buku itu.” jawabku mencegahnya.

“Ambil aja semua. Yang penting buku itu bermanfaat untuk kamu.” Katanya.

Kemudian dia membawa tiga buku itu semua untuk dibayar ke kasir.

Aku masih menunggunya dan melihat-lihat di sekeliling. Ternyata aku baru menyadari bahwa kami di sini untuk mengantar Talia mencari buku. Tapi di mana dia berada, dari tadi aku tak melihat batang hidungnya sama sekali.

*****


Setelah Alvaro selesai dengan pembayarannya, aku langsung menanyakan Talia.

“Mungkin dia masih mencari buku yang cocok. Tunggu sebentar ya!” Katanya.

“Tapi aku laper, bentar lagi juga mau magrib lho Mas.” rengekku.

“Ya sudah sebentar. Aku hubungi dia dulu ya!” ucap Alvaro.

Saat dia mau menghubungi Talia, tiba-tiba orang itu nongol di hadapan kita.

“Maaf ya Kak, soalnya tadi banyak banget buku yang mau dibeli. Jadi lama pilihnya.” Kata Talia yang membawa buku yang sedikit menghalangi wajahnya.

“Kamu yakin beli sebanyak itu?” tanyaku.

“Iya kak, ada apa memangnya?” tanya Talia kembali.
“Oh enggak apa-apa.” Jawabku kemudian tersenyum.

“Kebiasaan kamu Dek, dari zaman SMA sampai sekarang yang dikoleksi itu novel semua.” Kata Alvaro yang ternyata memperhatikan buku apa saja yang dia bawa.

“Hehe, seru soalnya. Pelepas penat juga. Habisnya pusing kalau mikirinnya laporan terus.” Jawab Talia.

Kemudian dia berpamitan untuk membayar semua buku tersebut.
“Kok kamu panggil dia ‘Dek’ sih? Memang dia juga adik kamu?” tanyaku.

SHABIRA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang