"Jadi, kamu tidak mau berjuang?" tanya seseorang dengan suara Bassnya yang ku kenal.
Sontak aku dan Bella melihat ke arah yang berbicara. Dan seketika aku mematung tak bisa berkata.
"Saya berusaha untuk memperbaiki semuanya, tapi kamu apa Za?" Ucapnya sambil berjalan mendekat ke arah kami.
"Pantas saja mendengar penjelasan saya tidak mau, ternyata kamu memang tidak mencintai saya." Lanjutnya dengan masih berdiri dihadapanku.
"Seolah-olah kamu yang paling tersakiti karena sering ditinggalkan lelaki, tapi kamu sendiri gak pernah menghargai." Ucapnya yang membuatku sakit hati.
Semula aku menunduk menahan tangis akhirnya memberanikan diri untuk melihat orang yang berada dihadapanku dengan menatapnya tajam.
"Ya, aku bersikap seolah paling tersakiti karena aku pernah merasakan dikhianati. Melihat sendiri Ayah kandungku pergi bersama dengan wanita lain. Bermanja, dirangkul, dan digenggam tangannya seolah tak ingin kehilangan. Tapi aku? Aku sendiri tidak pernah sedikit pun merasa diperlakukan sama dengan selingkuhannya." Kataku yang tak mampu membendung air mata untuk menetes membasahi pipi.
"Apa aku harus memaksa agar kamu bisa ikhlas tidak memikirkan wanita lain dihati kamu Mas? Apa aku bisa?" tanyaku dengan sendu.
"Aku pernah mencoba, tapi malah aku yang disakiti oleh Ayah sendiri. Mama, membiarkan itu terjadi, karena dia tidak bisa melawan walaupun ingin sekali memukuli Ayah dan wanita jalang itu. Dan aku harus apa Mas?" tanyaku menatapnya kemudian memegang erat tangan Bella.
Dia tidak menjawab, tidak bergeming sedikitpun.
"Sudah ya Ki, sabar. Lo harus tenang." Ucap Bella saat memelukku dengan bisikannya.
"Perbaiki semuanya, bersama." Jawabnya.
"Maaf, tapi boleh gak lanjut ngobrolnya sambil duduk. Sebentar lagi juga azan magrib, lebih baik kita solat dulu." Kata Bella saat melihat arloji menunjukkan pukul 17.45 WIB.
*****
Kami kini berada direstoran dekat masjid yang kami singgahi untuk melaksankan solat.
"Makan dulu, ngobrolnya lanjut nanti." Kataku saat pramusaji membawa makanan kita.
Mereka menyetujui, kemudian setelah makan aku pergi ke toilet sebentar. Saat balik ke meja aku melihat ada orang lain selain Bella dan Alvaro.
Langkahku semakin dekat, rasa penasaran membuatku sedikit deg-degan. Saat ku hampiri, dia ternyata wanita dan menyapaku.
"Hai," katanya dengan menundukkan kepala.
"Oh, hai." Balasku kikuk.
Aku mengkode Bella dengan mimik muka bertanya, tapi Bella tidak menyadari itu. Hal pasti yang aku sadari adalah kenapa dia akrab dengan Alvaro dan juga Bella. Apakah dia mantannya?
Pusing dengan pikiran sendiri, aku duduk meminum sisa jus yang ku pesan tadi dengan menghiraukan mereka, memainkan handphone memasang headset untuk mendengarkan musik.
"Calon istri saya," ucap Alvaro dengan memegang bahuku.
Aku yang menyadari itu menjadi terbatuk-batuk karena kaget dengan ucapannya.
"Maaf," kataku sebelum bertanya mengenai apa maksud dari pernyataannya.
"Ini!" kata Alvaro yang memberikan tisu kepadaku.
"Makasih." Jawabku.
"Oh iya, selamat ya atas rencana pernikahan kalian. Semoga lancar ya!" ucapnya yang tidak ku ketahui siapa namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHABIRA (Revisi)
Teen FictionAqeela Shabira Zakia, nama lengkapku. Yang kini sedang mencari partner hidup, akhirnya Allah pertemukan dengan sosok lelaki impianku yaitu Alvaro Nicholas Hamizan yang pada saat itu adalah atasanku. Pertemuanku dengan Alvaro, membuatku membuka hati...