Shabira (12)

7 4 0
                                    

Masa lalu kamu adalah milikmu, masa lalu aku adalah milikku. Tapi, masa depan adalah milik kita bersama.
- Shabria -

•••••

Setelah selesai dengan pikiranku, kita lama saling terdiam memandang langit yang memberikan keindahannya melalui bintang-bintang bersinar terang.

“Bel,” kataku setelah pikiran dan hatiku sudah tenang.

“Iya?” jawabnya yang melihat ke arahku.

“Salah gak sih kalau gue masih terbayang dengan masa lalu, gue masih belum bisa untuk berdamai dengan rasa trauma dan masih sulit nerima sakitnya,” kataku yang mencoba menetralkan suara dan mencoba untuk tidak menangis lagi.

“Gue takut, takut banget salah dalam memilih. Gue gak mau seperti orang tua gue yang berpisah karena keegoisannya masing-masing. Ya gue tahu, gue gak bisa mengontrol itu semua agar gak terjadi. Tapi gue takut suatu saat anak gue ngerasain hal yang sama,”

“Gue belum pernah ngerasain sedikit pun kasih sayang yang dia berikan buat gue, bokap gue selalu gak ada saat gue butuh. Gue gak pernah merasakan cinta itu hadir seperti orang-orang katakan, yang katanya Ayah adalah cinta pertama untuk anak perempuannya.”

Bella masih diam memperhatikan ku bercerita, dia tahu betul bagaimana dulu aku terpuruk dan selalu murung ketika banyak teman-temanku yang menceritakan tentang ayah dan ibunya mereka, tentang manisnya hubungan keluarga mereka.

“Dan gue gak mau hal yang sama terulang kembali saat gue punya anak nanti. Cukup gue Bel, cukup gue yang ngerasain gak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Gue takut pilihan itu salah, gue takut menikah dengan orang yang salah.” Aku tak mampu membendung air mataku lagi, tapi aku tetap melanjutkan ceritaku.
Aku terisak, kembali meneteskan air mata.

Bella kembali merangkulku, menguatkan aku bahwa semuanya tidak akan sama seperti masa laluku.
“Lo tahu ‘kan, kalau Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jadi teruslah untuk berpikir positif, udah yakin aja sama Allah.” Katanya.

"Gue ngertiii banget, apa yang lo rasain sekarang. Tapi Ki, lo harus inget gak semua yang terjadi dalam kehidupan masa lalu orang tua lo akan terjadi juga sama lo. Tenangin diri lo, ikhlasin semua rasa benci, kecewa untuk kebaikan dan juga kelapangan hati lo. Gue yakin, Alvaro adalah jawaban yang Allah kirim buat jadi pasangan lo." Ucapnya dengan nada yang penuh tekanan tapi lembut saat didengarnya.

"Udah ah, jangan nangis. Nanti besok jadi jelek dong kalau matanya bengep kaya gitu." Ledeknya.

Aku tersenyum mendengar ledekannya, ku dekap dia dengan penuh sayang. "Terima kasih ya, Bel."

*****


Besok paginya, aku sudah siap. Siap menerima calon keluarga baru untuk hadir dalam kehidupanku nanti.
Alvaro dan keluarga sudah berada di ruang tamu. Aku masih berada di kamar bersama Bella, aku terlalu tegang sampai tanganku berkeringat dingin.

“Bismillah ya Ki, insyaa Allah niat baik lo, Allah permudah.” Ucap Bella.

“Aamiin, doain ya Bel.” Jawabku.

Kemudian di luar terdengar seperti ada yang mengetuk pintu. Ternyata itu Anis, kakaknya Sella dan anak dari adiknya Ibuku.

“Teh, udah ditunggu sama Uwa dan lainnya.” Kata Anis setelah mengucapkan salam.

“Wa'alaikumussalam. Iya Nis, kita akan ke sana.” Jawabku.

Kami keluar menemui keluarga yang sudah berkumpul. Saat aku datang, acara langsung disegerakan.

SHABIRA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang