27

1.6K 265 29
                                    

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya mom ke Junkyu yang cuma diam sambil menatap lurus ke depan.

Mereka sekarang dalam perjalanan pulang. Di mobil, Junkyu jadi pendiam beda sama pas berangkat tadi.

Cowok manis itu kelihatan biasa saja dari luar, tapi kita nggak tahu dalamnya gimana. Sorot matanya bahkan kelihatan tajam, Krist khawatir melihat raut Junkyu yang berbeda dari biasanya.

"Mau peluk?" tanyanya, kemudian tersenyum sewaktu Junkyu mengangguk terus masuk ke dalam pelukan, mencari kenyamanan.

"Mom, jangan bilang orangtuaku ya soal masalah ini. Biar mereka fokus sama nikahannya Noa dulu, aku juga masih betah liburan di Thailand," kata Junkyu.

Dari perkataan cowok manis itu saja Krist paham kenapa raut wajahnya terlihat serius dan juga jadi lebih pendiam, Junkyu memikirkan banyak hal.

"Mom paham kamu nggak pengin mereka khawatir, tapi mereka juga butuh alasan kenapa kamu lama di sini sementara suamimu kerja di sana. Selain itu kalau banyak hal yang kamu sembunyikan pasti bisa jadi beban pikiranmu sendiri, kamu lagi hamil loh sayang, baby gembulnya kasihan kalau kamunya begini." Krist menasehati Junkyu selembut mungkin. Berharap kalau kata-katanya nggak membuat cowok itu merasa ditekan.

Junkyu mengangguk pelan. Merasa kalau kalimat Krist ada benarnya, semakin dipendam semakin bikin nggak nyaman.

"Iya, nanti aku ngomong sama papa mama. Makasih mom."

"Sama-sama, sayang." Krist yang teringat sesuatu kemudian menambahkan, "Kyu, kamu tadi ngomongin apa aja sama Haruto? Kasih tahu semuanya, biar Mom tahu harus ambil langkah apa selanjutnya."

Cowok manis itu tertawa pelan melihat Mommy dari temannya yang terlihat menggebu. "Ngomongin fakta yang agak bikin ...jengkel?" Dia nggak yakin.

"Jengkelnya gimana, hmm?" sambil mengusap pelan rambut Junkyu di dalam pelukannya. Sebusa mungkin membuat cowok yang sedang hamil itu nyaman untuk bercerita.

"Banyak hal yang bikin aku jengkel. Ya aku tahu kalau baby gembul masih sebatas janin yang bentuknya aja belum kelihatan, tapi apa pantes dia ngomong sekasar itu? Emang dia nggak sepeduli itu apa sama anaknya sendiri?" Tubuh dalam dekapan Krist itu bergetar pelan.

Krist memerintahkan supirnya untuk menurunkan pembatan agar keduanya memiliki sedikit privasi.

"Iya nangis aja, nggak perlu ditahan, ada mom di sini."

"Aku tuh udah ..hiks, capek banget sama dia, Mom! Cinta yang bikin aku bertahan tuh rasanya cuma angin lalu buat dia. Aku tahu dia orangnya emang begitu tapi ..hiks, apa pantes dilakuin sama orang yang udah nikah? Iya dia emang cinta sama aku tapi apa itu cukup, enggak, semuanya nggak cukup! Aku butuh diperhatiin, butuh semuanya, emang salah kalau aku serakah?"

Semua pertahanan Junkyu luruh seketika. Dia udah secapek itu nahan semuanya sendirian.

Dia sadar dari dulu hubungannya sama Haruto benar-benar toxic. Nggak ada manusia sesabar Junkyu yang mau menghadapi sifat buruk Haruto.

Mungkin dulu rasanya nggak sesakit ini biarpun Haruto gonta ganti pasangan, maki-maki dia, bersikap cuek bahkan nggak peduli. Junkyu bisa kuat karena dia tahu batasannya, jangan bersandar karena belum ada ikatan.

Tapi sekarang, rasanya jauh berbeda. Adanya ikatan bikin Junkyu menaruh banyak harapan. Dia pikir Haruto bisa berubah, bisa benar-benar cinta sama dia sewajarnya seperti yang lain. Junkyu lengah, milih buat bersandar ke Haruto sepenuhnya. Rasanya kali ini sakit banget.

Apa Haruto nggak bisa sedikit aja peduli sama anak mereka, dari awal kehamilan pun perhatiannya kelihatan pura-pura.

Gila. Junkyu pengin ngetawain hidupnya aja sekarang.

Lucu banget sampai rasanya sesak.

"A-aku ..hiks, nggak mau ketemu dia lagi."

"Ssst, sayangnya mom, tenangin diri kamu. Mom janji kita bakal mengusahakan segalanya biar kamu bisa senyum lagi."

Setelah beberapa menit diisi oleh isak tangis Junkyu, mobil itu masih melaju dengan keheningan. Cowok manis itu tertidur lelap karena kelelahan, meninggalkan Krist yang masih setia mendekapnya penuh sayang.

Banyak pikiran yang menghantui, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Sampai akhirnya Krist meraih hp dan mendial nomor seseorang.

"Phi, aku nggak mau tahu, kamu yang urus anak sakit jiwa itu."

"Tapi kita masih punya kontrak kerja sama-"

"Phi lebih suka aku sendiri yang turun tangan, Hah! Kamu nggak mau kan aku bawa nama Ruangroj cuma buat ini?" Emosi Krist bikin Singto menghela napas berat.

Tangannya memberi tanda kepada sekretaris untuk menunda rapat sampai beberapa saat biar dia bisa menghadapi istrinya yang tengah marah.

"Mending kamu sekarang bikin Junkyu nyaman dulu aja, kasihan dia-"

"Jadi kamu nggak mau bantu?" potong Krist cepat.

"Sayang, aku lagi kerja."

"Kamu mentingin kerjaan daripada Junkyu kita? Kok phi jahat banget sih."

"Kit ...kalau kerjaanku selesai, makin banyak waktu buat Junkyu. Udah sekarang kamu hubungin Jay aja biar dia hajar dulu temennya. Dah, love you." Singto buru-buru mematikan sambungan.

Tentu saja dihadiahi umpatan manis dari istrinya.

"Mom." Krist yang mau teriak langsung urung sewaktu lirihan Junkyu terdengar.

"Aduh sayang, mom berisik banget ya. Cup cup sini ayo tidur lagi biar mom elus-elus."

Akhirnya ibu tiga anak itu berhenti mengoceh dan beralih sibuk menina bobokan Junkyu sampai si mambul mendengkur kecil.

Jadi pengin dielus.







———TBC

ini buat ngasih tau keadaan Junkyu abis ditelepon Haruto ya.

Sisanya buat besok, jangan ditungguin, gue suka lupa soalnya :v

Dah!

Rumah Tangga | Harukyu [2]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang