Keping 8 : Cemburu

44 4 0
                                    

Aku merasa akhir-akhir ini semuanya kacau, apalagi setelah ujian akhir semester 4 ini lumayan menguras tenaga dan pikiran. Kulangkahkan kaki menuju kantor untuk mengecek hasil ujian, untung saja kantor dalam kondisi lumayan lengah jadi aku tidak perlu mengantre panjang dan lama seperti biasa.
 
Setelah kuketik nama lengkap, fakultas, dan nomor induk mahasiswa, ku klik tanda search munculnnya nilai yang wow membuat ku tercengang dan emosi mendadak. Bagaimana mungkin nilai C tertera mesra dalam lembar hasil ujian akhir semesterku, parahnya lagi 2 mata kuliah itu salah satu mata kuliah favoritku. Kucoba mengingat kesalahan apa yang pernah aku perbuat pada sang dosen pengampu, Bapak Alex Herianto. Tugas rajin mengumpulkan sebelum date line sesuai ketentuan dan full ikut kelas, hanya sekali aku membolos, itupun karena sakit.

"Kay kamu kok ada nilai C sih?" ucap Faza yang tiba-tiba sudah berada di belakangku tanpa aku sadari sejak kapan ia menguntit nilai semesterku. Aku hanya mengedikan bahu tanpa bersemangat menjawab pertanyaan Faza. Aku melangkah pergi dengan membawa kertas print out hasil ujian semesterku dengan perasaan kacau.

"Bentar Kay apa jangan-jangan gara-gara kamu pernah mendebatnya??" ucap Faza sambil mengingat-ingat kesalahan yang mungkin aku berbuat.

"Ah ngaco kamu Faz, justru orangnya sendiri kan yang bilang kalau lebih suka dengan mahasiswa yang kritis?" Balasku dengan rasa tak bersalah karena memang aku tidak melakukan kesalahan.

"Iya tapi kamu kelewat batas waktu itu, kamu nggak nyadar apa perubahan ekspresi wajah beliau saat kamu mendebat tentang hasil diskusi kelompok kamu?" terang Faza yang seketika mengingatkan aku saat presentasi kelompok mata kuliah sastra perbandingan. Seketika aku mendengus kesal karena aku akui sejak saat itu Pak Alex memang jarang memberiku kesempatan untuk bertanya saat kuliah berlangsung.

"Hallo cantik!" Tiba-tiba sahabatku Tiara dan Adel ikut bergabung setelah mencetak print out hasil UAS mereka.

"Lihat nilaimu Kay, pasti dapat A semua kan? kamu kan mahasiswi kesayangan dosen-dosen kecuali bu Fina, secara kamu kan dianggap pesaing beratnya merebut hati pak Alex," goda Adel tanpa memerhatikan ekspresi kesalku seraya menarik lembaran nilaiku tanpa izin. Selama ini aku memang menjadi asdos alias asisten dosen Pak Teguh, dosen wali kelasku. Selain aku juga aktif dalam semua mata kuliah. Jadi menurutku nilai C tidak akan mungkin muncul di lembaran nilai semesterku.

"Kalian jangan ngawur ya! Pak Alex biasa aja kok perlakuannya padaku sama seperti pada mahasiswi yang lain," balasku sambil menyingkirkan dedaunan yang mengotori gazebo lalu mendudukkan pantatku dengan nyaman di sana.

"Yakin kamu Kay?" Selidik Faza menyetujui pendapat Adel dan Tiara.

"Iyalah!" jawabku dengan wajah innocent.

"Pokokny aku nggak ikhlas dapat nilai itu," sambungku lalu beranjak dari tempat duduk. Tanpa memedulikan panggilan mereka aku berjalan menuju ke arah kantor Pak Alex sembari membawa lembaran nilaiku.

Mencoba mereda debaran jantungku aku mengucap bismillah lalu mengetuk pintu.

Tok.. Tok.. Tok... Assalamualaikum...," ucapku lirih namun memastikan suaraku bisa terdengar dari dalam ruangan. 

"Masuk!" jawab Pak Alex singkat tanpa menoleh dan menghentikan kegiatan jari-jemarinya yang sedang menari-nari di atas keyboard laptopnya dengan lincah.

"Oh kamu Kay, ada perlu apa menemui saya?" tanya beliau sembari melirikku sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya. Kutarik kursi di seberang mejanya dan duduk dengan tenang.

Jemariku saling meremas mencoba menghilangkan rasa cemas seraya memperhatikan raut wajah Pak Alex yang terlihat serius, tampak garis-garis kerutan halus di bagian kening, dan beberapa rambut putih yang menghiasai rambutnya, dengan body standard sebenarnya sudah pantas jika memiliki anak berusia remaja. Rumor yang pernah kudengar Pak Alex seorang duda cerai. Beliau pernah menikah tetapi sang istri menggugat cerai setelah 3 tahun pernikahan dikarenakan belum dikaruniai seorang anak.

"Kok diam?" Tiba-tiba suara berat Pak Alex membuyarkan lamunanku.

"Ma maaf Pak saya mengganggu, saya ingin menanyakan sesuatu," terangku sembari menyodorkan lembaran nilai semesterku.

"Ada yang salah?" jawabnya sinis sembari menatapku tajam yang seketika membuat jantungku berpacu lebih kencang. Bukan tak biasa lagi aku mendapatkan tatapan tajam dari Pak Alex, tetapi kali ini lebih menyeramkan hingga membuat bulu kudukku berdiri.

"Dosa apa aku Ya Allah punya dosen killer seperti ini?" rutukku dalam hati sembari memberanikan diri berucap.

"Bapak yakin memberi nilai saya C?" balasku tanpa berani menatap wajahnya.

"Iya itu bener nilai kamu, memang kenapa?" Kalau ingin memperbaiki nilai silakan! Sampai bertemu di semester tahun depan," jawabnya dengan ringan penuh sarkastik bagai boom yang meledakkan harapanku menjadi puing-puing kecil.

"Terima kasih Pak, maaf sudah menggganggu waktu Bapak," jawabku dengan suara bergetar karena menahan emosi lalu meninggalkan beliau tanpa mengucapkan salam.

"Kay!" panggil ketiga sahabatku seraya menghampiriku yang telah duduk dengan tatapan kosong di depan kantor Pak Alex. Sudah tidak aku pedulikan lagi cecar pertanyaan mereka, yang kuingin sekarang hanya pergi sebelum umpatan kasar meledak. Tetapi tiba-tiba pikiranku berubah. Untuk apa aku menyesali hasil nilai semesterku jika ujung-ujungnya aku juga harus mengulang jika ingin memperbaiki nilai.

"Guys hayuk nongkrong di alun-alun kota, aku traktir deh!  Itung-itung sedekah!" ajakku yang seketika disambut sorak gembira oleh mereka.

Kurasakan ponsel di saku celanaku bergetar lalu segera kuambil dan mengeceknya.

"Sayang, aku tunggu di depan kampus."
                                 

"Ok , ini otw sama temen-temen,  aku janji nraktir temen-temen,  boleh ya?"
                  

"Ok sayang..."


                          ***

"So sweet!" ucap Tiara sambil memerhatikan Kak Rendy yang sedari tadi melayaniku, entah mengambilkan aku sendok, tisu, atau yang lain.

"Pengen!!! Kak Rendy ada stok temen yang kayak Kakak nggak? Aku pesen satu ya!" ucap Tiara dengan ekspresi penuh harap yang hanya ditanggapi oleh Kak Rendy dengan senyuman.

Aku bersyukur karena selama ini Kak Rendy tidak pernah merasa terusik dengan tingkah unik para sahabatku, justru Kak Rendy bisa akrab dengan mereka.

"Hallo Kayla manis, ini pacar kamu ya? pantesan kamu nolak aku terus!" sapa Aldo yang tiba-tiba ikut bergabung di meja kami tanpa permisi.

"Diem loe Do!" bisik Tiara sambil mencubit lengannya.

"Au! Sakit tau!" jawab Aldo sambil mengelus-ngelus lengannya.

"Kak kenalin ini Aldo temanku di kampus." Aku perkenalkan Aldo untuk mereda kegaduhan mereka. Tanpa ekspresi Kak Rendy menjabat tangan Aldo dengan tatapan membunuh.

"Rendy, calon suami Kayla," ucapnya tenang penuh penekanan.

"Aldo, pengagum setia Kayla!" balasnya dengan wajah innocent.

"Ayuk ah dihabiskan makanannya nanti keburu dingin," potong Faza mencoba melerai obrolan Kak Rendy dan Aldo yang mulai menguarkan suasana panas.

"Sebentar Sayang aku ke kasir dulu," ucap Kak Rendy padaku lalu berdiri dan pergi meminta tagihan ke kasir.

"Tu kan gara-gara Aldo jadi panas nih," bisik Tiara sambil melotot ke arah Aldo.
Setelah membayar, Kak Rendy langsung menggenggam tangannku dan mengajak pulang.

"Ayo Sayang sudah malam," ajaknya sambil berpamitan pada teman-temanku kecuali Aldo.

"Sorry ya guys aku balik duluan!" jawabku pada mereka saat tiba-tiba sebuah tangan meraih pinggangku dengan posesif.

"Dasar posesif!" Bisikku pada Kak Rendy yang tengah memakaikan helm padaku saat kita sudah berada di parkiran motor. Dia tertegun sejenak sebelum mengulas senyuman lembut seraya mencubit ujung hidungku yang seketika berhasil melelehkan hatiku.

Rahasia Antara Aku dan Kakak Ipar (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang