26. KKN

43 4 0
                                    

Kayla pov

Akhirnya perkuliahanku memasuki semester 7 dan dengan perasaan sedikit kecewa kami memutuskan menunda rencana bulan madu. Sebenarnya yang lebih kecewa adalah Mas Rendy kalau aku sih tidak masalah karena tanpa bulan madu pun setiap ada kesempatan kita pasti bercinta.

"Mas aku KKN di desa Bareng Mojowarno, alhamdulillah nggak terlalu jauh, tapi aku harus tinggal di rumah yang sudah disiapkan perangkat desa untuk timku karena banyak kegiatan warga kampung di malam hari yang harus kami ikuti, nggak papa kan Mas?" Ujarku pagi ini saat sarapan.

"Mas antar jemput aja!" Balasnya dingin. Aku yakin Mas Rendy tidak setuju, sebelumnya Mas Rendi sudah mewanti-wanti sejauh manapun tempat KKN ku dia tidak mengizinkan aku tinggal di sana.

"Kok gitu sih Mas, Mas kan sudah pernah KKN pasti taulah aturannya." Rayuku yang hanya ia sambut dengan diam. Dari kemarin setelah mengetahui tempat KKN ku Mas Rendy lebih banyak diam, apalagi saat mengetahui aku satu tim dengan Aldo.

"Nanti Mas hubungi guru pendampingmu aja untuk minta izin, di kampus Mas dulu bebas kok mau tinggal di tempat yang disediakan atau tidak, dan teman-teman Mas yang perempuan sudah menikah boleh PP yang penting tidak meninggalkan kewajibannya!" Balasnya dingin sambil meletakkan sarapannya yang masih tersisa separuh. Inilah salah satu alasanku mengapa dulu menolak menikah muda, aku masih suka kebebasan dan hangout bersama sahabat-sahabatku. Aku benci pengekangan.

Dengan kesal kutinggalkan sarapanku begitu saja dan masuk ke dalam kamar, aku benar-benar kecewa dengan sikap posesif Mas Rendy yang menurutku semakin berlebihan. Padahal bayanganku tentang KKN dulu sangat menyenangkan berkumpul dengan teman-teman fakultas lain.

"Sayang bukannya aku nggak setuju, tapi aku nggak mau dong sebulan harus tinggal di rumah sendirian, aku nggak bisa sehari saja nggak meluk kamu!" Rayu Mas Rendy yang tiba-tiba sudah memelukku dari belakang, aku terkesiap namun tetap tak bergeming. Dengan kasar kulepas tangan Mas Rendy yang melingkar di perutku lalu aku berjalan mengambil hoodie dan jilbab ke luar kamar.

Kuacuhkan panggilan Mas Rendy sambil men_stater motor matic_ku. Kususuri jalanan kota yang lumayan ramai tanpa tujuan, kuumpat diriku sendiri saat tanpa izin air mata mengalir di pipiku di balik helm. Entah sejak kapan aku menjadi cengeng seperti ini, dulu aku selalu memegang teguh prinsip tidak akan menangis di hadapan orang lain karena itu menunjukkan sisi kelemahanku,dan aku tidak mau itu. Prinsip itu kubuat saat perpisahanku bersama Kak Gibran. Namun, sejak pertemuanku kembali dengan Kak Gibran prinsip itu lebur seketika, seperti sekarang ini aku seperti gadis bodoh yang menangis sambil mengelilingi kota. Tapi bedanya yang membuat aku menangis sekarang Mas Rendy, suami yang baru menikahiku 2 minggu lalu.

Setelah berkeliling terdamparlah aku di masjid alon-alon kota, rasanya sudah lama sekali aku tidak berkumpul bareng di sini bersama geng absurdku. Aku selfi di dalam masjid lalu sambil tersenyum kukirim foto itu ke group absurdku, tak perlu menunggu lama balasan beruntun memenuhi chat-ku. Namun saat asyik membalas pesan WhatsApp tiba-tiba seorang laki-laki duduk di sebelahku, aku tak acuh dengan kehadirannya namun saat aroma maskulin laki-laki itu tercium hidungku, aku tersentak aroma maskulin yang sangat kukenal. Spontan aku menoleh dan dia hanya terseyum lalu menggandengku ke luar dari masjid.

"Udahlah Sayang, jangan ngambek lagi please!" Ucapnya sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Seandainya saja ini bukan di tempat umum atau dia bukan suamiku pasti sudah kumaki dia habis-habisan. Aku melotot tajam padanya lalu pergi menuju parkiran.

"Jangan ikuti aku lagi Mas, aku mau sendiri!" Balasku ketus.

"Jangan ngambek, aku jadi ingin makan kamu sekarang juga!" Bisik Mas Rendy lembut di telingaku, kali ini wajahku tak merona seperti biasanya saat Mas Rendy menggodaku.

"Bodo amat!" Jawabku singkat lalu men_stater motor matic_ku meninggalkan Mas Rendy yang masih mematung dengan senyum lebarnya.

"Tuh kan Mas Rendy nyebelin!" Omelku sepanjang jalan, tanpa sadar motorku berhenti tepat di rumah orang tuaku, rasanya kangen sekali dua minggu sudah aku meninggalkan rumah yang penuh kenangan ini. Dengan riang aku masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum, ibu ayah! Aku pulang!" Teriakku lantang namun senyumku seketika memudar saat kulihat Mas Rendy sedang bermain catur bersama ayah di ruang tengah.

"Waalaikumsalam, Sayang ayuk makan dulu, ibu tadi masak kesukaan kamu, tadi Rendy telepon katanya kalian mau mampir." Jawab ibu dari dalam lalu mencium kedua pipi dan memelukku erat.

Dengan mengabaikan Mas Rendy aku menuju ruang makan membantu ibu menyajikannya di atas meja, lalu ayah dan Mas Rendy mengikuti ke ruang makan. Aku asyik menikmati makananku sedang ayah dan Mas Rendy membicarakan urusan bisnis.

"Kayla Sayang, gimana kuliah kamu? Jadi KKN di mana?" Tanya ibu sambil membelai kepalaku.

"Dekat kok Bu, aku KKN di Bareng!" Jawabku sinis sambil melirik Mas Rendy.

"Bagus dong Kay kamu bisa PP setiap hari, Rendy pasti nggak keberatan kan antar jemput Kayla setiap hari?" Tanya ibu pada Kak Rendy.

"Nggak bu, malah aku maunya emang setiap hari Kayla aku jemput!, lagian Rendy masak di rumah sendirian, sebulan kan lama!" Jawab Mas Rendy sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Bener itu Nak, masak sih pengantin baru harus berpisah, iya kan bu?" Goda ayah menimpali.

"Benar tu Kayla Sayang, ibu dulu malah yang nggak mau jauh-jauh dari ayah, kalau ayah tugas ke luar kota aja ibu mesti ikut," ucap ibu dengan tawa riang.

"Sudah ah Bu, malu sudah tua, bentar lagi sudah jadi kakek nenek nih!" Balas Ayah.

"Kayla ke kamar dulu!" Ucapku sinis lalu berbalik menuju kamarku yang terletak di lantai dua.

"Sayang!" Panggil Mas Rendy membuntutiku naik ke kamar.

"Apa?" Ngapain sih Mas...!" Belum selesai aku berbicara Mas Rendy sudah melumat bibirku dengan rakus.

"Ih. Sudah ah!" Kesalku sembari nendorong tubuhnya menjauh dari tubuhku namun saat aku hendak melangkah ke luar kakiku terantuk kaki ranjang dan membuat tubuhku jatuh terlentang di atas ranjang seketika tubuh Mas Rendy sudah mengunciku dengan kedua tangan kokohnya. Jantungku berdebar kencang saat Mas Rendy mulai mencumbu bibirku, tangan kirinya dengan piawai melepas kancing kemejaku satu persatu hingga menyisakan bra rendra berwarna hitam yang memamerkan payudaraku yang menyembul. Meskipun masih merajuk aku begitu menikmati percintaan panas siang itu.

"Terserah kamu deh Yang, aku nurut aja pokoknya kalau si junior lapar aku akan jemput kamu waktu itu juga!" Ucapnya sambil mengusap peluh di dahiku karena aktivitas panas kami yang baru usai.

"Jujur deh Mas, kamu aslinya, cemburu kan sama Aldo?" Tanyaku masih dalam pelukannya.

"Iya lah Yang, kan si Aldo pernah suka sama kamu, mungkin aja dia nanti mengambil kesempatan mendekati kamu!" Jawabnya sedikit sinis.

"Hahahaha.. Mas Ngaco deh Aldo kan sudah tunangan sama si Tiara setelah wisuda mereka langsung ijab kok!" Terangku pada Mas Rendy masih dengan sisa tawaku. Tanpa merespon Mas Rendy mengeratkan pelukannya dan mencium puncak kepalaku berulang kali.

"Ternyata setelah menikah obat marahan itu hanya satu, bercinta!" gumamku dalam hati seraya menikmati debaran jantung hatiku, Mas Rendy.

Rahasia Antara Aku dan Kakak Ipar (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang