-2-

4.6K 877 47
                                    

Buat kenyamanan bersama, please banget jangan komen next yaa 😊

***

"Kenapa harus nginep di sana?"

"Biar aku bisa ngerjain laporan."

"Memangnya kalau di rumah enggak bisa?"

"Bisa, tapi kalau ada apa-apa kan aku bisa langsung diskusi."

Terdengar embusan napas berat dari sosok papa yang sedari tadi hanya diam menyimak percakapanku dengan mama.

"Diskusi juga bisa lewat telepon atau video call, kan By?"

"Iya, tapi lebih enak kalau ngobrol langsung," ulangku, berusaha mempertahankan argumen.

"Om Syuja juga enggak keberatan kok," imbuhku. "Malah beliau yang ngusulin, daripada aku malam-malam di jalan."

"Ya sudah, biar Aby tidur di sana." Papa akhirnya bersuara. "Tapi hari pertama puasa, usahakan kamu sahur dan buka di rumah."

Mendengar ucapan papa, aku tersenyum dibarengi anggukan kepala, lalu permisi kembali ke kamar.

Melangkah ringan keluar dari ruang tengah, aku berbelok menuju tangga sambil mengetikkan sesuatu untuk mengabari Bia.


"Biar Aby punya kesibukan, dan enggak berlarut-larut sedihnya."

Aku mematung di ujung tangga mendengar ucapan papa. Apa beliau tahu aku masih memikirkan Bang Alloy?

***

Sebelum protes kenapa partnya dikit, bisa cek AN di bab sebelumnya ya 😊

Regards,

-Na-

Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang