-7-

2.2K 681 48
                                    

***

"Bang Alloy ini lagi kangen Surabaya apa gimana?"

"Maksudnya?"

"Mbak belum lihat reels dia?"

Aku menggeleng, lalu meraih ponsel di samping mouse. Napasku tertahan begitu melihat video yang dimaksud Gusti.

Suasana jalanan Surabaya tertangkap dengan indah dalam video, beberapa bangunan dan juga taman yang menjadi ikon kota muncul bergantian. Termasuk masjid berkubah biru itu.

Aku segera meletakkan ponsel, lalu keluar untuk mencari udara segar. Malam-malam begini, satu-satunya pilihanku hanya ruang tengah. Suara gemericik air dari kolam kupikir akan sangat membantu.

"Kenapa? Lapar?"

Aku mengernyit, enggak menyangka akan melihatnya tengah malam begini.

"Mas kapan pulang?"

"Kupikir enggak ada Bia, satpam rumah berkurang. Ternyata ada gantinya."

Respon Mas Arsa cuma kubalas dengan sorot malas, sementara dia justru tersenyum lebar sambil mengusap kepala Luna.

Enggak ada pilihan, aku bergabung dengannya, tapi duduk agak berjauhan. Mataku menatap layar televisi, meski pikiranku enggak tertuju ke arah yang sama. Sementara fokus telingaku terbagi, antara suara gemericik air, dan ocehan enggak jelas Mas Arsa ke Luna.

"Mas kenapa pelihara Luna?" tanyaku penasaran, gara-gara mendengarnya bicara dengan kucing kesayangannya.

Mas Arsa membalas tatapanku, dengan tangan terus mengusap kepala Luna.

"Kalau mau pelihara kamu, perijinannya ribet."

Harusnya aku memang enggak perlu mengajaknya bicara.

***

Regards,

-Na-

Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang