-31-

633 141 2
                                    


***

"Assalamu'alaikum," sapaku, berusaha agar nada bicaraku terdengar biasa saja, padahal sebenarnya aku langsung kesal begitu ingat dengan kejadian telepon sebelumnya.

Aku menelepon Mas Arsa tadi sore, sekedar bertukar kabar sejak aku ke lapangan. Tapi bukannya Mas Arsa, justru Elka yang mengangkat telepon dariku.

"Wa'alaikumsalam, Hpmu lagi di-charge? Kok aku telepon enggak diangkat?" tanya Mas Arsa to the point.

"Ada di kamar, Mas telepon lagi aja," jawabku.

Terdengar dengkusan pelan dari arah samping, dan aku tahu itu asalnya dari Bang Alloy. Ketika aku sengaja menoleh untuk memastikan, dia malah tersenyum jahil. Dia pasti sedang menertawakanku, sebab belum sepuluh menit aku sudah menganulir ucapanku sendiri.

"Oke, aku tutup ya," pamit Mas Arsa yang membuatku kembali fokus dengan ponsel yang sedang kupegang.

"Hmm."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Begitu sambungan terputus, aku langsung menyerahkan ponsel pada Arya yang berdiri di belakang Bang Alloy.

Rupanya karena enggak bisa menghubungiku, Mas Arsa malah menelepon Arya yang tadinya sedang ada di kamar.

"Kalian berantem?" tanya Arya ketika menerima ponselnya dariku.

"Sst!" sergahku sembari beranjak dari posisi duduk lalu meninggalkan mereka berdua tanpa menjawab pertanyaan yang dilempar Arya.

Jujur aku masih enggan sebenarnya untuk menerima telepon dari Mas Arsa, tapi aku tahu kalau aku juga enggak bisa terus-terusan melakukannya, dan enggak ada pilihan lain selain menerimanya.

"Kata Rafa tadi kamu telepon ya?" tanya Mas Arsa begitu kami sudah kembali terhubung.

"Oh, Rafa yang bilang?" Aku balik bertanya, sambil duduk bersila di tengah ranjang ukuran single. Ada sedikit perasaan terkejut karena Mas Arsa justru menyebut nama Rafa.

"Iya, soalnya tadi Rafa lagi pinjam hapeku."

"Terus, ke mana Elka?" Tanpa bisa aku kendalikan, nama itu keluar begitu saja dari mulutku.

"Elka?" ulang Mas Arsa.

"Dia enggak bilang kalau dia yang terima teleponku?"

Enggak ada jawaban dari Mas Arsa, aku enggak tahu apa yang sedang dia pikirkan sekarang.

"Ya udah, Mas selesaiin dulu sama Elka. Aku mau istirahat, besok harus berangkat pagi soalnya. Assalamu'alaikum," pamitku, yang tanpa menunggu balasan dari Mas Arsa, aku langsung memutus sambungan.

Dia pasti tahu kalau aku kembali dibuat kesal karena Elka, jadi aku harap kali ini Mas Arsa benar-benar kasih batasan tegas buat perempuan itu. Kalau sampai dia enggak melakukannya, sepertinya aku benar-benar akan mencari Elka setelah pulang dari lapangan.

***

Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang