-15-

1.9K 530 16
                                    

***

"Kenapa manyun begitu?"

"Puasa loh masihan," imbuhnya, sementara aku masih mengatupkan bibir rapat-rapat.

"Mau dibeliin es?"

Lirikan tajamku sama sekali enggak membuat Mas Arsa berhenti. Dia malah mengangkat kedua alisnya.

"Pengin apa? Nanti aku mampirin buat beli."

"Langsung balik aja kalau sudah selesai belanjanya," jawabku dengan nada agak ketus.

Bukannya takut, dia justru tampak tersenyum geli. Sementara aku semakin dibuat enggak habis pikir dengan tingkahnya.

Beberapa meter dari rumah Om Syuja, terlihat mobil yang biasa dibawa Om Gama keluar perlahan. Mas Arsa sengaja berhenti untuk memberi ruang Om Gama yang kemudian memundurkan mobil beliau usai sedikit menepi di depan pagar rumah.

Baik Om Gama ataupun Mas Arsa sama-sama menurunkan kaca mobil.

"Dari mana, Sa?" tanya Om Gama ketika Mas Arsa akan memasukkan mobil.

"Belanjain anak," jawab Mas Arsa enteng, sedangkan Om Gama menggeleng lalu melihatku.

"Dan kamu disuruh nganterin?" tanya beliau ke aku.

"Bukan nganterin, tapi nemenin." Mas Arsa yang justru menjawab untukku, sekaligus meralat ucapan Om Gama. Padahal kalau menurutku lebih pas perkataan Om Gama.

"Sejak kapan kamu ke mana-mana minta temenin? Biasanya juga langsung ngilang sendiri."

Mas Arsa mendengkus sambil tersenyum geli usai mendengar ledekan Om Gama.

"Oh ya Sa, jangan lupa nanti malam ya."

"Nanti malam? Kenapa? Ada apa? Mau ke mana?" tanya Mas Arsa yang membuat Om Gama menggelengkan kepala.

"Jemput ke bandara," jawab Om Gama, tapi anehnya aku menangkap beliau seolah menahan diri.

"Oh, oke," balas Mas Arsa singkat, lalu usai Om Gama pamit dia menjalankan mobil kembali dan memarkirkannya di dekat mobil yang kadang dipakai Bia ke kampus.

"Memang mau jemput siapa di bandara?" tanyaku sembari melepas sabuk pengaman.

Mas Arsa enggak langsung menjawab, dia terlihat sedang melepas sabuk pengamannya juga.

"Tamunya Om Syuja?" tanyaku lagi, dan Mas Arsa yang sempat melirikku, mengangguk kecil.

"Oh," sahutku singkat, kemudian memegang ujung ransel yang sedari tadi ada di pangkuanku, bersiap untuk turun.

"Bang Alloy mungkin akan tinggal di sini beberapa hari."

Ucapan Mas Arsa membuat tanganku yang baru saja hendak membuka pintu, terasa membeku di udara.

***

Regards,

-Na-

Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang