-8-

2.2K 661 30
                                    

***

"Apa nanti mereka akan jalan kaki?"

"Enggak, mereka naik motor selama di lokasi. Aksesnya masih bisa dilewati motor, kecuali kalau memang dibutuhkan untuk jalan."

"Dan tetap puasa?"

Om Syuja mengangguk.

Bisa kubayangkan akan seberat apa puasa Bia dan Arya kali ini, tapi aku tahu Bia cukup tangguh.

Ke lapangan di bulan puasa bukan hal baru sebenarnya, hanya saja karena aku belum tahu seperti apa gambaran lokasi yang akan di datangi Bia, makanya aku menanyakannya pada Om Syuja saat kami makan sahur.

Selesai sahur, sambil menunggu waktu subuh, aku kembali ke kamar. Duduk di kursi belajar, perhatianku tertuju ke bingkai foto berwarna putih.

Senyumku terukir melihat foto di dalamnya. Aku sering melihat bagaimana interaksi Bia dengan Mas Nusantara, terkesan dingin dan enggak peduli. Namun yang enggak banyak orang tahu, Bia punya hati yang sangat hangat. Terbukti dengan kesediaannya memajang foto mereka berdua di meja belajar. Ruang yang sangat terbuka dan bisa dilihat oleh siapapun yang masuk ke kamarnya.

Ketukan pintu membuatku menengok, lalu segera berdiri untuk membukanya.

"Mumpung belum imsak, minum yang cukup."

Aku mengerjap, melihat Mas Arsa kemudian berganti ke gelas yang sedang dia sodorkan padaku.

***

Regards,

-Na-

Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang