-18-

1.9K 510 33
                                    

***

“Jadi, sekarang sibuk ngerjain proyekan yang mana?”

“Ngerjain laporan yang di Probolinggo,” jawabku setelah menelan makanan yang selesai kukunyah.

Bang Alloy mengangguk, menyendok nasi rawon dan menyuapkannya ke mulut. Dia bilang sengaja pesan rawon karena kangen sama rasa otentik rawon Surabaya.

“Abang pernah nyoba bikin sendiri, tapi rasanya masih beda sama yang asli Surabaya.”

Itu yang tadi dia katakan ketika waitress akhirnya menyajikan makanan yang kami pesan.
Selama beberapa saat, kami menikmati suapan demi suapan dalam diam. Sesekali aku enggak sengaja bertemu pandang dengan Bang Alloy, dan dia tersenyum sebelum aku mengalihkan pandangan ke arah lain.

Begitu makanan sudah habis, aku menepikan piring yang kosong, dan menarik gelas mendekat. Sama seperti yang dilakukan Bang Alloy kemudian. Gelas berisi teh yang tinggal sedikit, menjadi pengalihan atas kecanggungan yang aku yakin bukan hanya aku saja yang merasakannya.

“Semuanya ... sudah baik-baik saja kan, Dek?”

Pertanyaan Bang Alloy setelah kami sama-sama terdiam, membuatku yang diam-diam cemas karena khawatir Bang Alloy akan merasa enggak nyaman, mengerjap sambil menatapnya dengan sorot bertanya.

“Harusnya semuanya sudah baik-baik saja,” imbuh Bang Alloy, kali ini seolah dia sedang bicara pada dirinya sendiri. “Seperti yang pernah Abang bilang hari itu di lab, semuanya akan baik-baik saja. Apa kamu ingat?”

Tentu saja aku ingat, apa yang terjadi, apa yang dia katakan, aku pikir aku masih mengingatnya dengan baik. Meski mungkin ada sedikit detail yang terlupa, tapi secara keseluruhan aku mengingatnya.

Kepalaku terangguk untuk menjawab pertanyaan Bang Alloy, dan beberapa detik kemudian kudengar dia mengembuskan napas agak keras.

“Apa Abang enggak baik-baik saja?” tebakku, penasaran setelah mendengar bagaimana dia membuang napas tadi. Seolah ada sesuatu yang sedang dia sembunyikan, dan dia dilema untuk mengatakannya.

Bang Alloy enggak segera menjawab pertanyaanku. Selama beberapa saat, kami saling menatap dengan bibir sama-sama terkatup rapat. Dalam kondisi begini, apa yang terlintas dalam pikiranku saat pertama kali kami bertemu hingga mengusikku, ternyata enggak sepenuhnya keliru. Sosok yang humoris dan selalu bisa mengundang senyumku setiap kali dia bicara, sekarang benar-benar jauh lebih pendiam.

Dia ...

“Abang pikir semuanya baik-baik saja,” kata Bang Alloy akhirnya, memotong penilaianku atas dirinya yang kulakukan diam-diam. “Tapi setelah ketemu kamu, Abang sadar, kalau sebenarnya Abang belum baik-baik saja.”

***

Regards,

-Na-

Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang