18

2.1K 313 29
                                    

Brian terdiam. Setelah semalam dia memastikan Winar baik baik saja di kamarnya, dia langsung bergadang di bangku belakang panti sampai tengah malam.

Alhasil saat ini matanya nampak suram. Arjuna yang baru saja datang membawakan sarapan setelah dia membantu pihak dapur panti bersama Miko pun merasa curiga dan heran.

"Gak biasa lo begini. Kenapa?" Arjuna bertanya hanya untuk basa basi. Dia malah sibuk makan roti dan menyeruput sup krim.

"Gue nembak Winar semalam." Brian menjawab.

Awalnya Arjuna hanya mengangguk saja dan terus fokus makan. Hingga beberapa detik setelah itu dia terdiam. Lalu melotot menatap Brian dengan tajam.

"Ywang bwenerr lwoh?"
(Yang bener lo?)

Brian mengangguk. Respon Winar semalam memang sudah ia perkirakan, tapi entah kenapa hasil nya saat ini membuat hatinya tak bisa tenang. Tepat nya takut.

"Kan gue bilang jangan melewati batas, Bri." Arjuna hanya bisa melongo. Dia tidak berkomentar apapun lagi karena bagaimana pun kejadiannya sudah terjadi.

"Hadeuh. Andai itu anak gak pernah onar, andai dia gak nantangin osis, andai dia gak ketemu lo pasti gak bakalan kayak gini akhirnya."

"Hm, tapi ketemu Winar itu bukan hal yang gue sesalin kok. Gue cuman gak punya nyali aja saat ini kalau ketemu dia."

Baru saja bilang begitu, eh yang dibicarakan muncul. Nyeret sekarung sampah yang gak sesuai sama berat badannya.

"Ya ampun kenapa harus secepat ini." Brian menghela nafas, dia bangkit lalu menghampiri Winar. Dia membantu mengangkat sampah itu lalu membuangnya cukup jauh.

"Katanya gak punya nyali, baru keliatan aja udah disamperin." Arjuna menggeleng, sahabatnya itu memang sesuatu sekali kalau sudah bucin.

Disebelah sana Winar tersentak kaget. Matanya membulat kemudian mengalihkan ke arah lain asalkan tidak berpapasan dengan mata Brian.

"Udah makan?" Brian menyamakan tinggi badan mereka. Dia juga merasa canggung, hanya saja kalau mundur rasa nya nanti semua rencana miliknya sia sia. Jadi lebih baik hadapi saja, diterobos saja mumpung tidak ada yang menilang.

"Udah." Jawab Winar singkat seraya mengambil karung sampah yang tadi diberikan Brian.

"Bohong tuh, dia belum ngambil jatah ke pihak dapur." Arjuna menyahut, menyeringai ketika mendapat ekspresi kesal dan tatapan marah dari si badung luar biasa itu. Jarang jarang kan kesempatan ini datang.

Brian terdiam, mau ngajak makan bareng tapi lidah nya kelu. Jawaban yang akan ia terima juga pasti penolakan. Tapi Brian tetap mau mencoba, ini Winar dan anak itu sulit dibujuk, tidak cukup hanya sekali dua kali ajakan.

"Makan bareng yuk?"

Brian membiarkan Winar berjalan lebih dulu. Tidak ia pegang pegang, tidak ditanya ini itu pula. Melihat anak itu menurut saja sudah bagus.

Mereka mencuci tangan lalu berbelok arah menuju dapur. Mengambil menu sarapan lalu duduk bersila diatas lantai.

Winar makan cukup lahap, bahkan paling pertama habis. Brian yang melihat itu pun cukup lega, berarti galau nya Winar tak parah parah amat jika nafsu makannya masih ada begitu.

"Mau puding?"

Biasanya menu makan itu selalu diberi makanan penutupnya, entah itu agar agar manis atau puding. Winar tadi tidak kebagian karena ada anak kecil yang meminta lebih. Orang dewasa kan harus mengalah.

Brian pikir Winar akan menolak. Ternyata puding miliknya dimakan juga setelah ia buka dan diletakkan dihadapan Winar.

Jujur, suasana diantara keduanya terasa menyenangkan. Tapi juga sedikit membuat deg degan karena Brian tak mengerti apa isi kepala Winar.

Ku Kira Kita SearahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang