.
.
..
.
.Musim sudah berjalan begitu cepat. Tak terasa waktu singkat mereka ini sudah hampir selesai.
Brian menatap kearah langit yang sangat cerah dan bersih lewat jendela, tak ada awan sama sekali. Kali ini ia bisa bernafas lega.
Ujian Nasional sudah selesai, ujian kenaikan kelas sudah selesai, pendaftaran ke jenjang selanjutnya sudah dimulai dan tugasnya menjadi ketua OSIS pun sudah selesai.
"Oy-! Ketos! Foto dulu dong."
Para anggota osis menunggunya didepan sana, sudah berpose sedemikian rupa dan hanya menunggunya saja.
Brian menghampiri, berdiri di paling ujung dekat dengan Jorfi, tersenyum lalu pose seadanya.
Teman teman sekelas juga begitu, ada yang saling menukar bunga, berpelukan dan ada yang menangis haru.
Semua yang berkumpul di aula ini merasakan perasaan yang sama. Senang karena akhirnya mereka bisa lulus dari jenjang SMA ini.
Tentu saja Brian senang...
Tapi ada satu hal yang membuatnya sedikit tidak tenang.Usai acara pelepasan ini selesai, Brian segera pergi ke area belakang sekolah yang sepi karena terabaikan orang sekitar. Namun menjadi titik rahasia yang selalu ia dan kekasihnya jumpa.
Disini, Brian duduk disebelah Winar yang sedang terpejam. Disamping anak itu terdapat banyak sekali buket bunga dan coklat. Pasti dia menang banyak, karena kebanyakan guru guru di sekolah ini ingat oleh kenakalan yang Winar lakukan.
"Winar." Brian menyimpan satu buket mawar merah pada perut Winar lalu diam memperhatikan wajah rupawan itu.
Entah anak itu pura pura, atau memang tertidur sungguhan. Yang jelas Brian tidak ingin semua ini berakhir begitu saja. Ia ingin menikmati ini selama mungkin.
Ia lihat mata itu. Mata yang bisa menatap tajam melayangkan tanda permusuhan dan mata yang bisa menatap teduh penuh cinta padanya.
Brian tatap bibir Winar yang sangat cantik berwarna pink alami. Bibir itu yang selalu mengeluarkan suara nyaring penuh umpatan dan protes. Tapi bibir itu juga yang membuat candu sampai Brian selalu mendambakan Winar setiap malam.
Lihat itu. Di hadapannya ini ada sosok yang begitu indah. Begitu Brian sayangi dan begitu unik.
"Gue pikir lo cuman satu diantara banyaknya pertemuan singkat yang menyakitkan. Ternyata lo satu satunya pertemuan yang terus gue idamkan."
Brian menunduk menatap sepatunya dan juga milik Winar. Sepatu yang sama, karena dibelikan oleh Bapak. Hadiah kelulusan mereka.
"Winar, gue gak pernah nyesel bisa ketemu sama lo. Bisa meluangkan waktu buat lo. Bisa ngasih lo apapun yang lo mau selama ini. Gue seneng, Winar."
Brian menggigit bibirnya cukup kencang lalu melanjutkan kalimat sendu yang paling terasa berat.
"Habis ini gue ikut sama ayah... Karena gue tinggal sendirian udah terlalu lama disini. Gue ikut beliau sekaligus ngelanjutin kuliah disana. Maaf Winar, mungkin keberangkatannya lusa nanti."
Brian usap pipi kirinya, ada setitik air mata yang jatuh dari sana lalu tertawa pelan.
"Gue pasti kangen banget sama lo. Jangan pernah reset ponsel lo ya? Biar nomer nya gak kehapus. Nomer lo jangan diubah, biar gue bisa terus denger suara lo tiap malem."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Kira Kita Searah
Random(TAMAT) "Tanda tandanya kita sama deh." "Sama apaan?" "Ya sama sama belok, kira kira kalau gue nembak lo diterima gak?" "ndasmu!" Winar benar benar bingung dengan perangai si Brian. Dia bisa bikin suasana hatinya naik turun kayak roller coaster...