37. Pukul Sembilan Malam

10 3 0
                                    

Selamat Membaca
-
-
-
-
-

"Aku mengaku kalah, selamat tinggal."

~~~🥀~~~

Vanie keluar rumah bersama ibu dan adiknya. Mereka berniat pergi berbelanja, juga memenuhi keinginan Hassie untuk bermain di Time Zone.

"Mama nanti Ssie mau makan bulgel!" Hassie yang duduk dipangkuan Tasya bersorak riang.

"Oke cantiknya Mama," sang ibu menjawab dengan tangan yang membentuk simbol 'oke'.

"Hassie aja yang cantik?" Vanie berpura-pura merajuk.

"Anak-anak mama cantik-cantik kok. Apalagi si sulung, kapan bawa pacar ke rumah?" Tasya bertanya antusias.

Vanie terdiam sejenak, sebelum bibirnya membentuk senyuman tipis.

"Ma, Vanie mau jadi pengabdi tuhan."

Keheningan melanda sejenak, mobil yang di kendarai Vanie melaju tenang di jalan perkotaan.

"Maksudnya gimana?" Tasya mengerutkan alisnya tak paham.

"Vanie mau jadi biarawati Ma."

"Kenapa? Apa alasannya?" Sentak saja Tasya terkejut dan memberi runtutan pertanyaan untuk putri sulungnya itu.

"Vanie suka seseorang, bahkan udah sayang dan cinta. Tapi tuhan kita beda, Ma... Daripada Vanie terlarut-larut atau malah obsesi sama dia, atau bahkan nyari dia di dalam diri seseorang yang seiman, Vanie milih yang pasti aja. Menjadi abdi tuhan, diam di gereja sepanjang hari, pulang ke asrama, belajar agama juga disana." Ucap Vanie dengan lugas.

Tasya terdiam sejenak. Matanya menatap lurus kedepan namun penuh kekhawatiran. Hassie yang berada di pangkuannya kini anteng dengan ponsel Vanie.

"Kalo itu mau kamu, Mama gak bisa larang. Kalo itu yang menjadi kebahagiaan kamu, Mama izinkan. Tapi, Mama ingatkan. Kamu kalo mau jadi pengabdi tuhan, jangan karena orang lain. Kamu harus percaya sama diri kamu sendiri, kamu maunya apa. Kamu kalo mau jadi pengabdinya, harus karena-nya. Bukan karena desakan orang lain." Nasihat Tasya.

"Nggak Ma, ini murni keinginan Vanie. Apa ada cara lain selain ini? Kalau pun ada, mama pasti gak bakal setuju."

"Kenapa begitu?" Alis Tasya mengerut bertanya heran

"Mama memangnya setuju aku jadi Muslim?"

"BANG KIWIL!!" Teriakan Hassie lantas menghentikan suasana serius itu.

"Kakak, Mama liat bang Kiwil diatas rumahnya!" Hassie menunjuk seseorang yang sedang berada di atap paling ujung.

Vanie dengan cepat mengerem mobilnya, matanya kini sedang memastikan, apakah itu benar Kiwil atau bukan. Namun satu yang menjadi bukti jika itu Kiwil. Kalung salib di lehernya berwarna neon yang akan menyala di kegelapan. Sontak ia keluar untuk memanggil teman lelakinya itu.

"KIWIL!!"

Terlambat.

Vanie terlambat, ia hanya bisa berdiri mematung di pagar rumah Kiwil yang terbuka.

Pemuda penyuka kuda itu sudah berada di atas tanah di depan rumahnya. Di depan gazebo kecil tempat dirinya berdoa.

"Ma, mama pulang duluan ya," Vanie berbicara dengan gemetar saat dirinya kembali ke mobil.

"Kenapa Van? Kiwil kenapa?" Tasya bertanya khawatir.

"Aku gak tau ma, pokoknya mama pulang sekarang, nanti Vanie telpon temen-temen kok."

Aku, Kamu & LEMBANG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang