Chap-12

293 41 0
                                    

Gak perlu basa basi...

Happy Reading!!

(Maaf untuk typo 🙏)

*
*
*
*
Start!!
••

Bumi terdiam di balkon kamarnya, memikirkan percakapannya dengan Satria di belakang rumah utama tadi. Apakah Bumi harus menceritakan penggalan masalalu itu pada Satria? Pantaskah Bumi membuka aib keluarga kecilnya?

Bumi kecewa, sangat. Dia kecewa pada sosok bertanggung jawab yang menjelema sebagai Ayah-nya itu. Tapi kenapa? Kenapa Laskar harus membuat kesalahan yang pasti akan menyakiti kedua kakaknya dan juga Anna. Apa yang ada dipikirkan Laskar saat itu? Apa saat itu Laskar tidak memikirkan nasib keluarga kecilnya?

Sungguh, Bumi tidak habis pikir.

Helaan nafas terdengar begitu kasar, mendandakan betapa beratnya masalah yang dialami. Bumi harus apa sekarang? Dia bukanlah pribadi pendendam, tapi masalah yang berkaitan dengan Laskar tiga tahun lalu mampu membuat dirinya kelimpungan. Bingung harus melakukan apa. Sosok bertanggung jawab itu kini berubah menjadi sosok pengecut.

Sosok mungil yang berada di gendongan wanita muda pada waktu hujan itu membuat diri Bumi terkurung dalam rasa bersalah. Sosok mungil itu terpaksa harus berpisah tanpa mengetahui siapa orang dewasa yang seharusnya merawat masa bertumbuh nya.

"Berengsek." ujarnya pelan.

Entah siapa yang berengsek, dirinya kah atau orang dewasa itu sendiri?

Di usapnya sebuah foto kecil yang berada digenggaman, menerka akan setampan apa wajah mungil itu ketika dewasa. "Maaf, " lirih Bumi. "Tunggu waktunya, lo pasti bakal dapat apa yang seharusnya lo dapat, Dirga. "

Garda Dirgantara, nama itu tertulis rapi dibalik foto kecil yang menjadi objek Bumi.

Bumi menegakkan tubuhnya, berlama-lama menyambangi masalah dan masalalu cukup membuatnya lelah. Dia butuh sesuatu untuk menenangkan pikiran. Dia memutuskan untuk turun ke dapur, mencari penuntas keringnya kerongkongan.

Setelah sampai di sana, pilihannya tertuju pada minuman bersoda. Dia melirik sekilas kearah pemuda yang duduk terdiam di kursi makan. Entah apa yang ada dalam pikiran pemuda itu, sampai-sampai tak menyadari kedatangan Bumi.

'Sepertinya butuh teman ngobrol'─batin Bumi.

Bumi mendudukkan dirinya tepat di hadapan pemuda itu. Memandang lekat, mencari tau kiranya apa yang menjadi alasan sepupunya ini melamun.

"Jangan kebanyakan melamun, nanti terbuai." kata Bumi.

Gavriel terkesiap. Pandangan yang mulanya kosong kini terisi penuh oleh presentase Bumi. "Loh? Sejak kapan disitu? " kaget Gavriel.

"Sejak kapan lo melamun? " tanya Bumi balik, dan Gavriel terdiam dibuatnya. Bumi menandaskan minuman kalengnya, lalu memusatkan penuh pandangannya kepada Gavriel. "Jangan kebanyakan melamun, nanti lo terbuai. Kalo lu udah terbuai, akan banyak hal yang lo lamunkan dan akhirnya jadi beban. "

"Mi, gimana rasanya hidup gak punya beban? " tanya Gavriel tiba-tiba.

Dahi Bumi mengerut, "kok tanya gue? "

M A H A R A J A [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang