EPISODE 13

0 0 0
                                        


Semalam itu aku terus berusaha mengisi malam yang kosong itu…
Segala cara ku upayakan untuk mencari kantuk.

Hampir semua hal sudah kulakukan. Mulai dari menonton Netflix, bermain game, bermain PS, mendengarkan lagu, hingga makan salad jam 1 pagi.

Orang mana yang makan salad pukul 1 pagi? Kurasa hanya aku seorang yang melakukan nya.

Banyak orang bilang… katanya cinta itu bisa membutakan, membodohi, atau bisa merubah seseorang. Kurasa itulah yang kurasakan semalaman ini.

Waktu antara waktu tidur dengan waktu terbitnya matahri terasa sangat lama. Bahkan hasratku untuk menghampiri kediaman Viera tak kunjung padam.

Hanya sayangnya saat ini aku sedang bokek jadi sadar diri untuk tidak menghampirinya.

Ditambah lagi waktu yang amat sangat tidak tepat dimana bisikan-bisikan setan pasti akan gerilya merasuki otak-otak manusia yang sudah tidak suci diluar sana.

Kemudian hal yang tidak kunjung hilang dari bayang-bayang otakku adalah… gambaran bagaimana besok pagi.

Dimana aku akan menjemput Viera untuk pertama kalinya, dan berangkat bersama nya. Baru pertama kali ini aku merasakan kesenangan yang luar biasa setelah sekian lama tidak merasakan nya.

Dan satu hal lagi. Sejujurnya yang satu ini sangat aneh, aku bahkan hampir tidak pernah melakukan nya kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu. Yaitu berbicara sendiri. Situasi kali ini beda dengan bergumam. Jika bergumam aku biasanya hanya mengucapkan satu kalimat, namun kali ini hampir menjadi satu paragraph utuh. Atau bahkan bisa menjadi satu cerita pendek jika kuteruskan.

Saat ini sudah pukul 3 pagi, dan aku belum tidur sejak mendapat balasan dari Viera semalam.

Senyum di wajahku bahkan tidak gentar untuk terus menampilkan dirinya di wajahku.

Entahlah apa ini… aku bahkan bisa membayangkan jelas wajah ceria Viera ketika aku datang dan berhenti di depan rumahnya itu dengan mobil yang biasa kubawa ke sekolah. Namun saat suasana hati sedang bagus-bagusnya…

“DUAARR” bunyi suara petir dibalas Cahaya yang amat sangat terang melintas dengan jelas.

Tidak sampai satu detik kemudian dari momen itu, lampu seluruh isi rumah redup. Dan cuaca menjadi hujan ber petir. Mendadak hilang sudah rasa bahagiaku tadi.

Yang tadinya hatiku berbunga-bunga sekarang mendadak menjadi bersiaga. Rasa bahagiaku berubah menjadi rasa takut. Sialan….

Posisiku saat ini sudah tidak tahu malu lagi. Aku memeluk erat guling sambil menutup wajah menggunakan selimut. Ku usahakan untuk tidur saat itu juga atau paling tidak secepat mungkin, namun aku justru merasakan hawa-hawa aneh seperti ada yang memperhatikaku dari sudut kamar yang ku belakangi.

Karena itulah aku tidak suka posisi Kasur yang di tengah kamar seperti saat ini. Aku berusaha menahan imanku sekuat tenaga. Namun perlahan demi perlahan justru aku merasakan hawa tersebut semakin mendekat.
Dan tiba-tiba saja…

“bang” ucap Acil dengan santai nya menepuk pundak ku. jelas sontak membuatku refleks berteriak sekaligus mengumpat dan bonus menampar Acil.

Karena memang aku tipe orang yang paling tidak kuat untuk mendapat kejutan seperti itu.

“ngapain sih lu cil busett! Gausa ngagetin elah” ucapku dengan emosi yang belum stabil karena baru mendapat kejutan dua kali, yang pertama dari kilat petir dan yang kedua dari sikap Acil barusan.

“ya santai aja sih bang. Lagian tadi gua ga niat ngagetin cuman elu nya aja lemah” jawab Acil tak ingin mengakui kesalahan nya.

“lu mau ngapain kesini cil?” tanyaku kali ini dengan emosi yang tenang.

“gua gabisa tidur bang. Takut hehe. Sabi kali berdua tidurnya” jawab Acil cengengesan dan dengan tidak sopan nya langsung naik keatas kasur tanpa membersihkan kaki terlebih dahulu.

“dih najis ah cil. Apaan sih sono pergi elah. Nyempit-nyempitin tempat aja” ucapku tak menerima karena pada dasarnya Acil itu tidurnya jorok.

Posisinya yang tidak terkendali, liurnya yag bau, dan sikapnya yang merepotkan karena suka membangunkan orang di sebelahnya ketika ia bangun.

“dih sejak kapan lu jadi berani?” Tanya Acil cengengesan.

“yauda gua pergi” ucap Acil membuatku panik dan menarik kata-kataku tadi, juga segera merubah mindset ‘Acil merepotkan’ tadi dan memperbolehkan Acil tidur sekasur dengan ku.

“bang… lu tumben jam segini masih seger. Biasanya udah beler” Tanya Acil cengengsan sambil menyenderkan punggung nya ke punggung ku.

Kami sudah sepakat untuk saling membelakangi satu sama lain.

“sejak kapan lu peduli?” jawabku membalas ledekan Acil saat ia meledek keberanianku.

“yauda iya iya gua ga berisik dah langsung tidur” ucap Acil membuatku semakin tertawa terbahak-bahak.

“nah itu tau” jawabku kemudian membaca doa sebelum tidur.

Tepat setelah aku mengucapkan doa sebelum tidur.

Telefon ku berbunyi…

Saat kuambil dan kulihat siapa yang menelpon larut malam begini.

XAVIERA is Calling…
hal tersebut sontak membuatku kaget dan langsung terbangun. Dan tentunya orang disampingku ini ikut terbangun.

Kujawab telefon nya sambil berusaha mengondisikan suasana hati.

“kenapa kok nelfon jam segini?” tanyaku memulai obrolan di telfon.

“aku takut… rumah aku mati lampuu” jawab Viera di telfon membuatku berteriak tanpa suara didalam hati, dan tentu saja orang di sebelahku ini menatapku heran.

“kamu mau aku temenin?” tanyaku yang sudah tidak memiliki rasa takut lagi.

“gausah deh… kasian kamunya. Yang penting besok jemput aku ya? Ya ya ya? janji?” Tanya Viera khas dengan suara manja nya membuat hatiku koma beberapa detik.

“iya janji Viera” jawabku cengengesan. Aku tidak sadar tepat di sebelah ku ini adalah manusia paling tidak bisa menjaga rahasia namun nama nya juga orang yang sedang jatuh cinta…

Setelah aku menghabiskan topik selama bebrapa menit dengan Viera tak terasa sudah jam 4, lampu sudah kembali menyala dan Acil? Dia sudah bermain hp di kamarku.

Untuk sekedar info saja di rumahku ini umur sangat berpengaruh terutama untuk kamar. Semakin dewasa umur nya maka kamarnya akan semakin nyaman, entah kenapa orangtua ku membuat kebijakan seperti itu.

“oke jelasin ke gua tadi siapa? Dan sejak kapan lu jadian sama dia?” Tanya Acil yang sudah selesai bermain game nya.

“apasih cil gausa kepo. Urusan dewasa ini” jawbaku malas.

“maap ya bang gua udah pacaran 1 taun. Lu berapa?” balas Acil tak mau kalah membuatku mengumpat dalam hati. Memang sialan anak yang satu ini…

“oke oke. Itu Viera kakaknya Zian, temenlu yang kemaren dating kesini. Gua baru jadian sama dia malem ini.” Jawabku jujur, singkat, dan padat.

Sukses membuat Acil menganga dan berhenti berkata-kata.

“Viera yang itu? yang terkenal seantero Alexandria? Bisa mau sama lu? Fix dunia mau kiamat bentar lagi” timpal Acil membuatku meolotot tak terima dan mengumpat dalam hati untuk ketiga kalinya semenjak bertemu dengan Acil satu jam yang lalu.

“bacot lu CIL” balasku singkat lalu kembali memandangi layar hp, jelas si Acil iblis itu menertawaiku sepuasnya.

Hingga perutnya menjadi kram dan tidak bisa berdiri hingga jam 6 pagi.

*****

hati & logikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang