EPISODE 21

0 0 0
                                    


Matahari terbit, suara ayam berkokok sudah kudengar beberapa kali rasanya.

Aku mengusap-usap mataku yang masih penuh belek pagi hari dan memutar-mutar kepala untuk meregangkan tulang-tulang yang sudah di istirahatkan.

Aku mengamati kondisi sekitar, semua nya masih tertidur pulas termasuk Gio yang ngorok di sebelahku.

Aku mengecek hp sekilas namun tidak ada pesan dari Viera yang biasanya ia kirim tiap pagi hanya untuk sekedar sapaan pagi hari.

Ingatanku pun tidak luput dari kejadian kemarin dimana Viera ngambek dan aku tidak bisa melakukan apapun untuk mengembalikan Viera seperti kondisi awalnya.

Karena itulah pagi ini aku berencana langsung pamit dari rumah Danu dan mencari barang-barang yang sekiranya Viera sukai,Kemudian nantinya aku akan ke rumahnya dan memberikannya, tidak lupa aku akan membelikan jajanan-jajanan yang disukai oleh Viera.

Aku langsung memaksakan badanku yang lelah ini untuk bangun dan aku mulai membenah-benahi barang-barangku yang tergeletakan di kamar Danu.

Awalnya aku berpikir aku bangun sekitaran jam 7 namun saat kulihat hp ternyata aku salah lihat.

“anjing jam 08:07… bukan jam 7” umpatku sambil menjambak rambut sendiri.

Untungnya hari ini tidak ada sekolah jadi masih aman-aman saja untuk bangun jam 8 walaupun sangat tidak wajar, namun aku termasuk yang paling pagi bangun nya dibandingkan yang lain.

Sebenarnya aku masih merasa ngantuk dan kurang tidur karena tadi malam kami baru tidur jam 3 pagi ditambah kegiatan padat yang dilakukan di siang hari sehingga tidak ada agenda tidur siang pada hari itu membuat aku merasa lelah dan ngantuk.

Aku pun keluar kamar dan mencari keberadaan orang tua Danu untuk segera pamit dan melakukan aktivitas akhir pekan.

Perlu diketahui akhir pekan bagiku bukanlah untuk liburan melainkan di akhir pekan jadawal yang kudapat akan lebih padat. Akhir pekan selalu kugunakan untuk bekerja, namun bukan menjadi supir taksi online.

Aku sengaja mengosongkan job menjadi supir di weekend karena tiap weekend terkadang aku dipanggil ke beberapa tempat untuk menjadi guru les, dan model dan aku sebenarnya lebih menyukai hal-hal seperti itu namun tidak bisa dibarengi dengan sekolah, beda halnya dengan menyupir karena menyupir itu lebih fleksibel sehingga kita bisa mengatur jadwal semau kita.

Agenda ku hari ini adalah mengajak Viera untuk pergi ke launching buku ke tiga ku. Aku harap Viera mau dan antusias.

Saat aku menuruni tangga aku tidak melihat ada makhluk hidup sama sekali.
“apa masih pada tidur juga keluarganya Danu?” batinku.

Kemudian aku membuka pintu dan mengecek halaman belakang rumah Danu dan rupanya orang tuanya Danu sedang pacaran disana.

“eumm… om, tante, maap ganggu” ucapku dari belakang membuat mereka membalikkan kepalanya.

“ini tan… saya temen nya Danu mau pamit hehe” kataku terlihat cengengesan padahal sebenarnya tidak.

Aku itu orangnya tidak enakan sehingga kalau ada sesuatu aku selalu tambahkan ‘hehe’ atau wkwk’.

“hah?!” jawab Ayahnya Danu dengan nada agak tinggi membuatku agak takut memundurkan langkah.

“kamuu udah mau pulang aja?!” timpal Ibunya Danu dengan tatapan kurang meng enakkan membuatku merasa bersalah dan menelan ludah.

“gaboleh kamu pulang dengan tangan kosong… sini-sini om kasih uang buat bensin sama om kasih makanan buat kamu” ucap ayah Danu dan langsung beranjak ke dapur bersama istrinya sebelum aku menolak tawaran tersebut.

Lagi-lagi aku merasa tidak enakan kalau begini namun jika aku menolaknya aku lebih tidak enakan jadi aku memutuskan untuk menunggu mereka.

Tiba-tiba mereka balik, Ayahnya memberikanku amplop dan Ibunya membawa semacam tempat makan berisi bekal.

“eh om tante gausah repot-repot” ucapku tidak enakan namun mereka malah mempelototi ku membuatku akhirnya menurut saja dan tidak lupa berterima kasih.

“makasih ya om tante” ucapku sambil beranjak keluar dari rumah sambil mengangguk-anggukkan kepala untuk menunjukkan rasa sopan ku terhadap mereka.

Aku menyalakan mesin dan memanaskan nya sejenak sebelum kubawa pergi ke Jakarta Kemudian aku mulai fokus mengemudi, namun aku tidak lupa rencanaku untuk membelikan hadiah agar Viera menjadi kembali seperti Viera yang biasanya dan mau diajak jalan ke Jakarta.

Toko pertama yang ku kunjungi adalah miniso. Ini adalah toko favoritnya Viera jika diajak ke mall. Hampir setiap ke mall dia selalu meminta untuk mampir ke toko ini.

Namun yang ku bingungkan saat ini adalah barang apa yang sedang Viera inginkan akhir-akhir ini karena menurutku dia sudah punya banyak hal sehingga aku memutuskan untuk pindah ke toko lain dan mencari Variasi hadiah-hadiah lainnya.

“gar nanti kalo gua ultah beliin ini yak” kata-kata itu tiba-tiba lewat di otakku dan aku bisa mengingat dengan jelas hal apa yang diinginkan oleh Viera itu. kamera klasik Kodak, kurang lebih seperti itu.

Aneh memang bagiku karena aku berpikir jaman sekarang Instagram sudah memiliki banyak filter yang mungkin sudah melampaui kamera tersebut namun begitulah perempuan, penuh dengan hal-hal random.

Terkadang mereka membeli barang dengan alasan yang cukup unik yaitu karena barangnya ‘lucu’, dan sebagainya.

Akhirnya aku mnemukan toko kamera di ujung lantai tiga, yaitu lantai elektronik.

Aku menemukan beberapa kamera klasik namun aku tidak melihat yang sama persis seperti yang Viera tunjukkan saat itu.

dan pada akhirnya karena aku tidak begitu paham tentang kamera, aku bertanya ke salah satu pegawai yang paling dekat dengan posisi berdiriku sekarang ini.

“mba maaf mau nanya” sapaku kepada mba-mba yang cukup cantik itu.

“iya apa yang bisa dibantu?” jawab pegawai tersebut dengan sopan dan senyuman hangatnya.

“ini mba… saya kan mau beli in kamera buat pacar saya. Nah saya dari tadi belom liat ada apa engga kamera ini, bisa tolong dicariin mba?” tanyaku dengan sopan.

“hhmm kameranya yang kayak gimana ya mas? Boleh liat kalau ada fotonya atau ada spesifikasinya mungkin” jawab mba-mba tersebut dengan ramah.

“ini mba” jawabku sambil menunjukkan foto kamera yang di inginkan Viera.

“oh untuk itu kebetulan kami tidak menyediakan mas. Kami adanya...” ucap mba-mba tersebut kemudian dilanjutkan dengan memberikan penjelas tentang kamera yang masih sejenis dengan yang diinginkan Viera namun aku tidak mengerti apapun yang dikatakan mba-mba penjual kamera tersebut, entah resolusi gambarnya, lensa nya, bagiku kamera hanyalah kamera.

Hingga pada akhirnya aku menemukan satu kamera yang cukup unik. Entah itu design nya, cara pengambilan gambarnya, kualitas fotonya, bahkan harganya sangat cocok untukku.

Tidak perlu lama-lama aku lansgung memilih warna nya untuk membelikan Viera kamera tersebut.

Hadiah pertamaku untuk Xaviera Putri Salsabilla, perempuan ter unik sedunia.

Aku meminta kamera tersebut dibungkus dengan rapih dan jika bisa ditambahkan kata-kata romantis yang ditulis di kertas dan dimasukkan ke dalam kardusnya agar menambah kesan aestetik dan menambah kesan ‘minta maaf’ dariku.

Setelah semuanya beres aku membayar di kasir dan aku mulai berpikir yang tidak-tidak.

“gimana kalo Viera gamau ya?”
“gimana kalo Viera tetep marah?” namun aku tidak terlalu peduli soalnya aku sudah terlanjur membeli.

Lagian aku juga berpikir kalau Viera tidak suka bukannya tinggal dijual saja? Pasti banyak peminatnya diluar sana selain Viera.
*****

hati & logikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang