Melati menggeleng pelan sembari merubah raut wajahnya yang tadi tanpa sadar tersenyum sumringah menjadi raut biasa saja. Ia hela nafasnya agar bisa fokus pada jalanan yang akan dilalui. Dari kaca spion terlihat mobil Alvin yang menguntit dari belakang.
Pria itu masih menaruh khawatir untuknya. Haruskah Melati bahagia atau merasa bersalah karena sekarang ia dan Alvin berada di keadaan yang berbeda. Setahu Melati, Alvin bukan lagi pria lajang seperti dulu.
Udah mau gelap, jalanan ini juga sepi banget. Kalau kamu nggak keberatan aku bisa antar kamu sampai rumah.
Alvin sendiri yang tadi menawarkan pada Melati untuk mengantarkannya dengan mengikuti dari belakang. Melati orang yang gampang baper dan oleh perlakuan orang yang sudah ia kenal apalagi Alvin pernah menjadi orang yang sangat dekat dengannya.
Tepat di depan pagar rumah Melati, kedua mobil mewah itu berhenti. Alvin yang tadinya ingin berlalu dengan mobilnya seketika mengerem mobil lebih lama hingga mesinnya benar-benar mati.
Jauh di depan rumah Melati, Alvin menatap mobil yang terparkir rapi. Mobil yang sangat ia kenali. Alvin hanya menepikan mobilnya tidak ikut masuk bersama mobil Melati yang sudah lebih dulu masuk.
Pria itu berjalan kaki dan tersenyum sopan pada satpam yang sudah dua hari ini ia kenal. Satpam yang bernama Paiman itu orangnya ramah dan baik.
Sementara Melati berjalan tergesa ke teras rumah yang di mana dua orang perempuan beda usia seperti tengah menunggunya.
Semakin terkikis jarak antara ia dan dia wanita itu semakin lambat pula langkah kakinya. Melati berhenti sejenak untuk mengerjapkan mata, hanya memastikan apakah penglihatannya masih baik-baik saja.
Perasaan gundah gulana menghampiri Melati. Ia tidak berani melangkah lebih dekat ke teras rumahnya.
Hal yang sama dirasakan oleh Alvin. Pria itu terkesiap melihat Melati semakin berjalan mendekat pada dua orang wanita yang sangat dekat dengan hidupnya. Mama Wulan dan Hilya.
Itulah mengapa Alvin sangat hafal pada mobil yang terparkir di depan rumah Melati. Alvin melihat betapa kakunya Melati berjalan di depan mamanya. Tidak ingin membuat Melati semakin bertambah rasa gundahnya, Alvin melangkah menuju teras rumah Melati.
"Mama? Mama dan Hilya ngapain di sini?"
Alvin yang sampai lebih dulu langsung menyapa mama. Wulan mengernyitkan dahi dan menatap Alvin penuh tanya.
"Alvin? Oh.. e ini Mama nganterin Hilya yang katanya kangen sama Kakak Cantiknya. Ini bener alamatnya kan Sayang?" tanya Mama Wulan pada Hilya.
Gadis kecil itu mengangguk tanda benar.
"Itu Kakak Cantiknya... Kak Melati...."
Alvin dan mama Wulan menoleh pada arah pandang Hilya. Bukan hanya memanggil, gadis kecil itu langsung berlari kecil menghampiri Melati yang masih belum bergerak dari tempatnya.
Pandangan Mama Wulan beralih pada Alvin, bagai orang yang menuntut penjelasan.
"Alvin..."
Alvin membalas tatapan mama dan mengangguk. Mama tampak syok sampai membekap mulutnya sendiri.
"Alvin... Itu Melati yang dulu..."
Mama Wulan tidak bisa melanjutkan ucapannya, air matanya lebih dulu turun dari pelupuk mata. Ingin tidak percaya tapi kenyataannya mengatakan yang sebenarnya.
"Mama harus minta maaf."
Wanita paruh baya itu mengusap pipinya dan melangkah mendekati Melati yang saling lempar senyum dengan Hilya.
"Melati," panggil Mama Wulan dengan tatapan yang tidak lepas dari Melati.
Melati balas menatap sendu wajah ibu dari Alvin ini. Ia hembuskan nafasnya berulang kali lalu menyalami tangan Mama Wulan dengan sopan.
"Tante. Tante apa kabar? Sudah lama enggak ketemu ya," ujar Melati.
Ia menahan gugup dan memasang senyum manis. Tanpa menjawab Mama Wulan langsung meraih wajah Melati. Mengelus lembut pipi putih Melati setelah ia tangkap dengan kedua tangan.
"Melati... Ini beneran kamu, Sayang?" tanya Mama Melati seolah tidak percaya.
Melati mengangguk pelan dan selanjutnya ia merasakan tubuhnya dipeluk oleh Mama Wulan dengan erat.
Air mata Melati tumpah di pelukan Mama Wulan. Wanita paruh baya itu pun menangis.Alvin yang menyaksikan itu merasakan hatinya berdenyut nyeri. Ia tahu betapa mama menyayangi melati dan mama juga sempat berharap jika yang jadi menantunya adalah Melati.
"Ternyata kamu tinggal di sini Nak. Udah lama banget kita nggak ketemu. Jangan panggil Tante ya. Panggil seperti dulu kamu memanggil Mama," kata Mama Wulan setelah mereka melerai pelukan.
Melati tersenyum dan mengelus tangan Mama Wulan sembari mengangguk.
"Iya Ma. Aku tinggal di sini. Mama gimana selama ini baik-baik aja kan?Mama sehat aja kan?"
Anggukan dari Mama Wulan membuat senyuman Melati semakin mengembang. Mereka seakan lupa pada Alvin juga Hilya.
"Masuk dulu yuk Ma. Masa kita ngobrol di depan rumah begini, sambil berdiri lagi," ajak Melati.
Tentu tidak ada kata menolak dari Mama Wulan. Mereka masuk ke dalam rumah tidak lupa Hilya juga Alvin ikut masuk.
****
Usai berbincang banyak hal dengan Mama Wulan dan Hilya mereka makan malam bersama di rumah Melati. Sedari tadi Alvin sibuk memainkan ponsel dan berulang kali menelpon sekretarisnya, sudah pasti urusan kantor yang menumpuk.
Karena hujan lebat mengguyur kota Jakarta membuat Alvin, Mama Wulan juga Hilya tidak langsung pulang. Cukup lama menunggu di ruang tamu sampai Hilya terlelap hujan tidak kunjung reda.
"Nginep di sini aja ya Ma. Ini udah jam sembilan loh. Kasian juga Hilya."
Mama Wulan dengan raut tidak enak mengangguk. Tidak ada pilihan lain selain menerima tawaran Melati.
Mama Wulan tidur satu kamar dengan Hilya sedangkan Alvin tidur di kamar tamu lainnya.
*****
Melati terus menangis sembari menatap kosong pada dinding ruang tamu. Setelah para tamunya tidur di kamar masing-masing, gadis itu memilih kembali duduk di sofa.
"Kenapa harus seperti ini? Dunia rasanya ingin menyakiti aku lagi," gumam Melati.
Sofa yang ia duduki terasa bergerak dan betapa terkejutnya Melati melihat Alvin sudah duduk di sampingnya. Pria itu menatap dalam matanya. Melati bagai orang lumpuh karena tidak segera menepis tangan Alvin yang mengusap lembut air mata di pipinya.
"Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan sama kamu. Bisa aku minta waktu kamu?" tanya Alvin lembut.
Alvin sangat berharap jika Melati bersedia mendengar penjelasannya. Ia tidak ingin Melati dilingkupi rasa bersalah karena kembali dekat dengannya. Ia tidak ingin Melati menjauh lagi dari hidupnya.
"Boleh."

KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Anak satu
RomansaBanyak uwu-nya. Ringan konflik dan seru bingitz. Jangan lupa follow cerita dan akun Umi Mentari!!!