Sepuluh

75.5K 5K 37
                                        

Melati menatap gelisah pada luar jendela kamarnya yang terlihat kilat serta terdengar suara petir yang saling bersahutan. Hujan lebat mengguyur ibu kota dengan tiada redanya dari tadi siang.

Sebenarnya Melati bukanlah orang yang takut pada hujan dan suara petir tapi sekarang ini tengah padamnya lampu yang membuat gadis itu merasa kurang nyaman. Meski sudah berjam-jam hujan turun tapi sampai saat ini seperti belum menunjukkan tanda-tanda untuk reda.

Mbok Inah tadi siang izin menjenguk keponakannya yang dirawat di rumah sakit jadi Melati sendirian di rumah. Ia tidak tega meminta ditemani oleh Airin. Sudah jam sebelas malam dan Melati sangat yakin jika Airin pasti sudah terlelap di atas kasur dan di bawah selimut.

"Apa aku telpon Mas Alvin aja ya? Tapi... Aku kan lagi kesel dan dia belum jelasin apa-apa juga."

Melati bincang. Satu sisi ia ingin mengirim pesan pada nomor WhatsApp Alvin tapi di sisi lain ia gengsi dan tampak ragu karena khawatir Alvin tidak datang dan berujung membuatnya sakit hati jika mendengar kalimat penolakan dari pria itu.

"Hujannya lebat banget lagi... Ya udah coba chat aja," gumam Melati lagi.

Permisi Mas, maaf menganggu waktunya.

Mas Alvin aku boleh minta tolong nggak?

Sudah centang dua tapi belum terbaca oleh Alvin, buru-buru Melati menghapus pesannya lagi.
Jidat cantik Melati menjadi santapan bagi telapak tangannya sendiri karena tadi ibu jarinya sangar ceroboh dalam bermain di atas touch screen ponsel.

Melati menekan opsi "hapus untuk saya" di ponselnya yang berarti Alvin tetap akan mendapat dan bisa membaca pesan yang ia kirim dan itu membuatnya menyesal.

"Kan langsung ditelpon," gumamnya penuh sesal menatap layar ponsel, "Ya udah deh angkat aja, mau gimana lagi."

Harus ia jadikan kesempatan bertelepon dengan Alvin tidak sia-sia. Biarkan saja nanti ia juluki dirinya sendiri tidak ada jaim-jaimnya, memang begitu adanya.

"Ha-lo."

Melati menarik selimut agar menutupi bagian kaki hingga pinggangnya.

"Mel? Kamu mau minta tolong apa?"

Tuh kan, Alvin tidak ada basa-basi dan ia sudah kenal Alvin yang memang jarang berbasa-basi mungkin takut keduluan basi.

"Mel.... Kamu masih di sana kan?"

Tanpa sadar bibir Melati menyunggingkan sedikit senyum.

"Melati Risyana Aulia. Kamu masih di sana?"

Senyum Melati semakin tersemat dengan indah kala tahu jika Alvin ternyata masih ingat dengan namanya, lebih tepatnya nama lengkap Melati. Apa sebegitu sulit melupakan orang yang pernah hadir dalam hidup kita? Sama seperti Melati yang masih sangat ingat nama lengkap Alvin bahkan kadang nama itu berhasil menembus alam bawah sadarnya.

"Sayangku...."

"Iya Mas."

Eh... apa tadi? Sayang? Melati memejamkan matanya dengan raut yang tidak kentara. Untung Alvin tidak ada didekatnya jadi ia bisa meluapkan segala ekspresi jelek yang ia punya.

"Kenapa sih? Kamu baik-baik aja? Di sana hujan juga?"

Huft, sepertinya Melati harus mengontrol diri agar sadar sepenuhnya, jangan dulu memikirkan hal di luar telepon meski dengan orang yang sama tapi tetap saja itu membuat Melati jadi tidak fokus.

"I ... iya Mas. Masih hujan dan mati lampu."

"Belum tidur udah jam segini? Atau nggak bisa tidur? Kebangun atau gimana karena mati lampu?"

Pertanyaannya beruntun dan Melati menggeleng pelan. Ternyata Alvin memiliki sisi kurang peka juga.

"Masbisadatangkesiningggak?" ucapannya dalam sekali tarikan nafas.

Sementara di seberang sana, di ruang kerja Alvin. Pria itu mengulum senyum mendengar kalimat tanpa spasi yang masih bisa ia tangkap maksudnya. Ingin bersenang hati tapi ia segera sadar bukankah Melati masih dalam keadaan yang marah padanya tapi mengapa memintanya untuk datang ke rumah gadis itu?

"Yaudah tutup telponnya ya, aku ke sana sekarang. Kamu tunggu aku di sana."

Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, Alvin langsung menutup sambungan teleponnya. Ia bergegas ke kamarnya dan mengambil kunci mobil dengan jaket. Hujan lebat sudah pasti cuaca sangat dingin.

Mengintip sedikit ke kamar Mama Wulan yang penghuninya sudah terlelap bersama Hilya yang masih membuka mata. Tujuan Alvin ke sini adalah ingin mengajak Hilya pergi bersamanya.

Sampai di depan rumah Melati, Menggunakan payung Alvin menuntun Hilya turun dari mobil menuju teras rumah. Keadaan rumah gelap, pasti ini penyebab Melati menghubunginya lewat telepon.

Alvin mengirim pesan WhatsApp pada Melati dan mendapat balasan tunggu sebentar. Tidak lama dari datangnya chat itu , Melati membuka pintu, masih tanpa kata gadis cantik itu langsung menubruk tubuh Alvin dengan pelukan.

Melati sendiri merasa damai ada dalam pelukan Alvin. Pinggangnya direngkuh erat oleh Alvin.

"Mbok Inah mana?" tanya Alvin dengan sedikit berbisik.

Melati menjauhkan wajahnya dari dada Alvin dan menatap pria itu meski dengan bias cahaya senter dari ponsel mereka.

"Ke rumah sakit. Aku sendirian Mas makanya aku telpon Mas Alvin."

"Kakak takut ya? Kita nginep di sini aja ya Yah. Kasian Kak Melati," ujar Hilya.

Semburat merah tampak dengan indah menghiasi pipi Melati, ia baru menyadari jika ada Melati di sini. Buru-buru ia jauhkan tubuhnya dari Alvin. Menyapa Hilya dengan usapan lembut pada puncak kepala gadis kecil itu.

"Makasih ya sayang. Pasti Hilya ngantuk banget ya. Kita masuk yuk biar Hilya bisa tidur. Maaf ya rumah Kak Melati lampunya padam," kata Melati.

Hilya mengangguk dan mereka masuk ke dalam rumah menuju kamar Melati. Ada Hilya jadi Melati tidak khawatir membawa Hilya juga Alvin ke rumahnya.

Vote dan komen ya❤️❤️❤️






Duda Anak satuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang