Enam

93.6K 6.4K 68
                                    

"Nasi goreng buatan Kak Melati ini enak banget. Hilya suka," seru Hilya.

Mereka sedang sarapan di rumah Melati. Setelah kepergok oleh Mbok Inah tengah melakukan aksi saling menuntaskan rindu lewat bibir dengan Alvin tadi, Melati memilih meminta bantuan Mbok Inah untuk membuat nasi goreng. Tidak lama Mama Wulan dan Hilya keluar dari kamar.

"Masa sih? Bukannya Hilya cuma suka sama nasi goreng buatan Oma ya?"

Mama Wulan pura-pura menunjukkan raut sedih pada sang cucu. Hilya menunjukkan jari tengah dan telunjuknya pada Mama Wulan.

"Hehe Hilya suka sama nasi goreng buatan Kak Melati juga. Enak banget Oma. Lihat tuh ayah aja nambah," kata Hilya.

Benar saja, Alvin sampai menambah porsi makannya pagi ini. Ia bahkan tidak merasa saat ditatap aneh oleh sang mama juga Melati karena makan dengan sangat lahap.

Melati tidak pernah melepaskan tatapannya dari Alvin hingga lelaki itu pun ikut menatap padanya dan mengulas senyum. Tangan Alvin menggenggam tangan Melati di atas meja. Hilya kembali serius dengan nasi di depannya sedangkan Mama Wulan berusaha fokus pada piringnya.

"Kangen masakan kamu. Aku masih ingat terakhir makan mie buatan kamu."

"Kalau kangen kan bisa masak mie sendiri dan anggap itu aku yang buat. Mas Alvin bisa masak juga kan?" kata Melati.

Alvin menggeleng pelan.

"Nggak bakalan sama rasanya karena buatan kamu selalu berbeda dan lebih istimewa. Meskipun hanya mie. Apalagi nasi goreng seperti ini," jawab Alvin.

Dada Melati kembali bergemuruh bahagia. Penjelasan yang ia dapat dari Alvin tadi malam serta deep talk mereka tadi pagi sudah cukup membuat Melati kembali merasakan debaran indah untuk Alvin.

"Kalau Mas Alvin mau aku bisa kok masak buat Mas. Tapi kadang aku sibuk dan bisanya cuma sesekali."

Tadi Mama Wulan bilang jika Alvin sering tidak sarapan dan langsung berangkat kerja ke kantor. Jujur, dari hati Melati yang paling dalam wanita cantik itu sangat khawatir. Bagaimana ia tidak khawatir, melewatkan sarapan adalah salah satu jalan untuk mengundang penyakit.

"Kalau ditanya mau udah pasti aku mau Mel. Banget malah," jawab Alvin dengan senyuman manisnya.

Alvin melepaskan sendok dari tangannya dan menyelipkan anak rambut Melati ke belakang telinga. Pandangan mereka terus saling bertubrukan dan saling mengirim sinyal cinta yang langsung sampai ke hati.

"Ehem... Kayaknya udah siang banget ini. Kita pulang yuk Vin."

Melati mengerjapkan matanya dan menunduk malu. Pasti Mama Wulan memerhatikan setiap gerak gerik mereka. Huh cinta memang membuat orang kadang lupa segalanya. Seakan dunia milik berdua dan kalimat itu dibenarkan oleh Melati. Tidak tahu lagi harus diletakkan di mana wajah merona miliknya ini.

"Alvin... Ya ampun malah natap Melati lagi,"

Teguran demi teguran ia dengar dari bibir Mama Wulan. Ternyata selagi ia menunduk Alvin tidak melepas pandang darinya. Malu sekali rasanya.

Alvin menatap Mama Wulan dan mengangguk pelan.
Mamanya memasang wajah cuek padanya dengan melirik Hilya yang juga menatap Melati dan ia secara bergantian.

"Permisi Non."

Semua pandangan beralih pada Mbok Inah yang datang dari arah depan dengan kemoceng di tangannya.
Melati bersyukur dengan hadirnya Mbok Inah membuat suasana tidak semencekam tadi. Ia juga bisa melepas nafas lega.

Buru-buru Melati bangun dari duduknya untuk menghampiri Mbok Inah.

"Ada apa Mbok?" tanyanya lembut.

"Di depan ada yang datang, Non tapi nyari Den Alvin."

Alvin yang mendengar namanya disebut pun ikut mendekati Mbok Inah dengan dahi berkerut.

"Mungkin teman kerja saya. Ya udah Terima kasih Mbok. Mel aku ke depan dulu ya," kata Alvin.

Melati mengangguk menatap punggung Alvin yang berlalu ke depan rumah.
Mama Wulan dan Hilya mendekati Melati sedangkan Mbok Inah berlalu ke belakang rumah.

"Melati, terima kasih ya sudah berkenan mengajak Mama dan Hilya juga Alvin untuk menginap di sini. Maaf ya udah merepotkan dan Maafkan Alvin juga yang membuat kamu jadi tidak nyaman di rumah sendiri," tutur Mama Wulan.

Mama Wulan mengelus lengan Melati dan menatap seperti tatapan bersalah pada gadis ini.

"Aku nggak merasa direpotkan kok Ma. Sama sekali enggak repot. Mama makannya udah selesai?"

"Udah Nak. Ini Mama dan Hilya mau pamit pulang dulu ya. Kapan-kapan kalau kamu ada waktu luang jangan lupa datang ke rumah Mama ya. Pintu rumah Mama selalu terbuka untuk kamu," ujar Mama Wulan.

Melati mengangguk dan sungguh ia tidak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Mama Wulan. Ingatannya kembali berputar pada kejadian beberapa tahun silam di mana ia dan Mama Wulan kerap menghabiskan waktu bersama jika dirinya datang ke rumah Alvin.

"Insya Allah Ma."

"Kamu selalu cantik ya. Pantes aja Alvin susah lupa sama kamu Mel. Kamu cantik wajah dan hatinya."

"Mama bisa aja. Mama juga cantik kok."

Tangan Mama Wulan beralih menggandeng Melati untuk ke depan rumah lalu diikuti Hilya.
Tujuan mereka untuk menyusul Alvin ke depan rumah.

Sampai di ambang pintu jantung Melati terasa ingin berhenti berdetak melihat apa yang tersuguh di depan sana. Air mata gadis itu berjatuhan dengan kepala yang menggeleng lemah.

"Mas Alvin," gumamnya lirih.

Di depan sana Alvin tengah memeluk seorang wanita. Baru tadi malam Alvin menyatakan cintanya tidak pernah berhenti untuk Melati dan baru tadi pagi pria itu mengecup bibirnya tapi kenyataan saat ini membuat Melati ragu pada pria itu.

Melati ragu dan sakit hati kembali oleh Alvin.

Mama Wulan terlonjak saat Melati melepaskan tangan dari genggaman dan gadis itu berlari ke dalam rumah dengan sesekali tangannya mengusap pipi.

Duda Anak satuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang