Dua Belas

70.7K 4.3K 16
                                        

"Maaf ya kalau pagi ini Kak Melati cuma bisa hidangkan roti selai untuk sarapan kita. Kak Melati belum belanja jadi nggak bisa masak," kata Melati.

Tangan mulusnya mengelus rambut Hilya dengan lembut. Mereka duduk di meja makan bersama Alvin. Setelah ini mereka akan ke rumah Alvin. Ternyata bukan hanya pada Alvin, Mama Wulan meminta mereka untuk datang tapi juga pada Melati. Melati juga ditelpon oleh Mama Wulan.

"Hilya setiap pagi juga sarapannya pakai roti kok Kakak Cantik. Jadi udah terbiasa," jawab Hilya.

Melati tersenyum dan mengangguk paham. Mungkin maksud Hilya lebih sering sarapan dengan roti karena Mama Wulan pernah membuat nasi goreng untuk menu sarapan.

"Ya udah makan sampai habis ya. Kakak mau ganti baju dulu, habis ini kita ke rumah Ayah," kata Melati.

Hilya mengangguk sembari memakan lagi roti selainya. Melati pamit juga pada Alvin. Ia bisa pastikan jika dirinya tidak akan lama di kamar.

****

Rumah lantai 2 milik Alvin kini di depan mata Melati. Ternyata memang benar jika Alvin kembali ke daerah sini hanya saja letak rumahnya yang berbeda. Melati meremas jari-jemarinya yang sejak tadi bersatu dalam genggaman yang erat.

"Ayah, Hilya masuk duluan ya mau mandi habis ini Hilya boleh main sama Rania kan?"

Alvin mengelus rambut Hilya sembari mengangguk pelan. Teduh sekali rasa hati Melihat Alvin yang rela dipanggil ayah dan sikap Alvin juga layak disebut seorang ayah. Alvin penyayang dan sabar, jika tidak, sulit bagi Hilya bisa bermanja pada pria ini.

"Mandinya yang bersih ya. Ayah juga mau temui Oma dulu," jawab Alvin dengan lembut.

Hilya dengan berlari kecil menuju dalam rumah. Melati kembali menarik nafas dalam dan suasana gugup tercipta lagi di antara ia dan Alvin. Masih di depan rumah Alvin mereka sudah melakukan aksi saling diam tidak ada yang mencoba mencairkan suasana hingga terdengar gema suara peraduan antara alas kaki dengan lantai keramik dari dalam rumah.

Yang datang bukan Mama Wulan seperti yang ada di benak Melati tapi seorang wanita dengan baju terusan dan memegang kemoceng, sekilas kemoceng yang ada di tangan wanita ini mirip warnanya seperti kemoceng yang biasa di pegang oleh Mbok Inah untuk membersihkan debu di rumah Melati.

Wanita paruh baya ini memasang senyum sopan pada anak dari pemilik rumah ini. Alvin.

"Den Alvin sudah sampai?"

Alvin mengangguk.

"Udah Bik. Melati, kenalin ini Bik Yani yang bantu-bantu beresin rumah."

Pandangan Bik Yani beralih pada Melati yang menunduk lalu mendongak dan memberikan senyuman manis pada Bik Yani.

"Oo ini ya calon istri Den Alvin? Bener seperti yang dibilang Hilya, cantik ya," ujar Bik Yani lagi.

Komentar pertama yang diberikan Bik Yani berhasil membuat Mentari tersenyum malu. Bukan karena kata cantiknya tapi karena kata calon istri yang tadi terlontar dari bibir Bik Yani.

"Anak kecil itu jujur ya Bik. Tapi memang Melati cantik kan? Cocok jadi istri aku? Nggak bakalan bikin malu," canda Alvin.

Melati mencubit pelan lengan kanan Alvin.

"Sakit Cintaku," pekik Alvin tertahan.

Bik Yani terkekeh melihatnya.

"Cocok banget Den. Bik Yani yakin seratus persen kalau Ibu Wulan pasti restuin. Lagian kasian si Hilya sendirian terus. Udah cocok dikasih adik itu, Den."

Seketika Melati ingin punya ilmu menghilang. Ia malu. Menikah saja belum tentu dengan Alvin malah sudah ada pembahasan tentang adik untuk Hilya. Jauh di lubuk hatinya Melati menaruh sedikit harap jika ia bisa bersanding dengan Alvin.

"Aamiin semoga Mama kasih restu ya Bik. Aku juga pingin Melati yang jadi ibunya Hilya," jawab Alvin.

Melati sengaja berdehem kecil sehingga mengundang tatapan dari Bik Yani juga Alvin. Alvin sedikit menyesal telah mengeluarkan kalimatnya tadi. Ia takut Melati tidak suka.

"Mas Alvin cari ibu aja ya untuk Hilya? Nggak untuk istri Mas?"

Ada sedikit rasa kecewa di hati Melati saat mengetahui jika Alvin ingin mencari ibu untuk Hilya. Bukan apa-apa, jika pun nanti benar ia akan dinikahi oleh Alvin maka Melati ingin  Alvin melakukan itu karena benar cinta yang pria itu beri bukan hanya  sekedar ingin menjadikannya ibu dari Hilya.

"Mel."

Melati memejamkan mata saat telapak tangan Alvin terasa mengelus pipinya lembut. Melati menunduk tapi dengan lembut juga Alvin mengangkat wajah itu agar mendongak dan menatapnya.

"Aku harap kamu nggak salah paham ya. Kita sudah sama-sama dewasa dan sudah mengerti artinya hasrat. Aku dan kamu manusia normal yang pasti saling membutuhkan nantinya terlebih untuk semua rasa cinta ini. Aku nggak mau main-main lagi aku mau kita sudah memikirkan ke tahap yang lebih serius," papar Alvin.

Melati menghela panjang. Mereka baru bertemu dan Alvin sudah begitu yakin ingin menjadikan istri. Meski Melati tahu hatinya masih ingin Alvin  yang bertahta di sana tapi tetap saja Melati tidak ingin tergesa.

Sejak bertemu kembali dengan Alvin, Melati kembali merasakan indahnya debaran dari hati ketika mengingat bahkan mendengar suara Alvin tapi ia masih belum yakin jika Alvin belum punya tambatan hati. Orang sekeren Alvin pasti banyak dilirik oleh banyak wanita.

"Tapi.... Apa iya Mas Alvin nggak lagi deket sama perempuan mana pun? Aku nggak mau kalau nanti cintaku harus hancur karena ada nama wanita lain."

Susah payah Melati mengucapkan keraguannya pada Alvin. Tidak disangka bibir Alvin menyentuh keningnya. Terlalu menikmati kelembutan ciuman lembut Alvin pada keningnya Melati sampai memejamkan mata.

"Awwww sakit Ma."

Keduanya terlonjak kaget. Alvin kaget karena tiba-tiba telinga ditarik oleh dua jari Mama Wulan sementara Melati kaget karena suara pekikan Alvin yang bukan main. Bayangkan Alvin teriak pas di depan wajahnya.

Selanjutnya Melati merasakan malu sampai ke ubun-ubun kepala karena ternyata Mama Wulan adakah sebab dari suara teriakan Alvin. Melati sedikit meringis melihat Mama Wulan yang menjewer daun telinga Alvin dengan penuh khidmat pasti telinga Alvin terasa panas sekarang.


Duda Anak satuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang