Mas Alvin.
Udah malam, jangan dipaksa matanya untuk melek terus. Waktunya untuk istirahat.
Senyum di wajah Melati terbit begitu saja melihat satu pesan masuk ke dalam ponselnya. Sudah di atap yang sama dan Alvin masih terus memberi perhatian kecil padanya. Mengingatkan untuk tidak telat tidur dan makan sepertinya sudah rutinitas setiap pasangan pada pasangannya.
Hilya sudah tertidur dengan manis di sampingnya. Tadi setelah terlelap Melati mengarahkan Alvin untuk masuk ke kamar tamu yang kemarin malam pria itu singgahi.
Sebesar apa pun cinta, seluas apa pun rasa sayang jika belum ada ikatan pernikahan maka tidak boleh mereka tidur dalam satu kamar apalagi satu ranjang yang sama. Ada rasa lega di hati Melati saat melihat Hilya turut hadir ke rumahnya tadi, ternyata Alvin memang bukan orang yang berpikir sekilas.
Iya Mas.
Setelah mengirim pesan balasan pada pria yang ada di salah satu kamar tamu rumahnya Melati merebahkan tubuh dan mencoba memejamkan mata. Tidak lupa gadis itu berdoa dulu.
Sementara di kamar lain, Alvin juga belum tidur. Ia sibuk memikirkan bagaimana cara agar bisa menjelaskan tentang Rasti pada Melati. Sepertinya besok pagi ia harus cepat bangun dan sebelum Hilya membuka mata. Alvin sangat yakin jika Melati pasti bangun cepat. Ia bisa gunakan waktu itu untuk mencoba menjelaskan pada Melati.
Mendaoat balasan pesan dari Melati dan terlihat WhatsApp gadis itu sudah tidak lagi online membuat Alvin juga ikut menutup ponsel.
****
"Ini Alvin sama Hilya kemana sih? Kok tiba-tiba nggak ada di rumah?"
Mama Wulan sedikit panik saat bangun tadi tidak melihat Hilya di sampingnya. Ia sangat ingat tadi malam jika gadis kecil yang sudah ia anggap sebagai cucunya itu tidur bersama dirinya di kamar ini tapi mengapa di pagi harinya sudah tidak ada.
Bik Yani, si asisten rumah tangga juga sudah ikut mencari ke setiap sudut rumah termasuk kamar Hilya dan kamar Alvin tapi kedua orang itu tidak ditemukan.
"Ditelpon nyambung tapi kenapa nggak diangkat ya? Buat khawatir aja deh," gumam Mama Wulan.
Tiba-tiba menghilang dalam waktu semalam bagaimana Mama Wulan dan Bik Yani juga Pak Lukman yang menjaga gerbang serta keamanan rumah aja tidak merasa aneh.
Mama Wulan tahu Pak Lukman pasti kelelahan dan berakhir tidur dengan pulas tadi malam jadi mungkin tidak mendengar suara mobil Alvin.
"Assalamu'alaikum, iya Ma?"
Mama Wulan langsung mengusap dada lega saat panggilan ke sembilan kalinya pada nomor hp sang putra membuahkan hasil. Alvin menjawab panggilannya.
"Wa'alaikumsalam. Alvin ya ampun kamu di mana? Pagi-pagi Mama kaget ini lho kamu dan Hilya udah nggak ada di rumah."
Tidak ada ibu yang tidak khawatir saat dalam situasi seperti ini jadi tidak ada kata lebay kala ibu melontarkan ujarannya tsnya dengan bertubi pada sang anak.
"Maaf ya Ma. Tadi malam aku mau bilang sama Mama tapi mama udah lelap banget jadi aku dan Hilya langsung pergi begitu saja."
"Jadi sekarang kamu dan Hilya ada di mana? Mama beneran khawatir,"
"Aku dan Hilya ada di rumah Melati, Ma. Tadi malam Melati telpon dan minta aku untuk datang makanya aku ajak Hilya," ujar Alvin di seberang sana.
"Nanti bisa kamu ajak Melati ke sini?Mama perlu bicara sama kalian berdua," kata Mama Wulan.
Dalam relung hati wanita paruh baya ini menyimpan rasa kecewa pada Melati juga Alvin. Mereka belum menikah dan mengapa sudah berani tinggal dalam satu atap meski pisah kamar dan ada Hilya tapi tetap saja itu belum pantas untuk mereka lakukan. Syaitan bisa datang kapan saja dan khilaf juga bisa datang kapan saja.
"Iya Ma. Aku tutup telponnya dulu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
****
Seperti pagi biasanya Melati selalu bangun pagi dan hari masih gelap, usai sholat subuh tadi Melati membersihkan kamar dan mandi. Di rumah persediaan makanan mentah sudah habis dan kata Mbok Inah jika hari ini harusnya ia belanja, jadi Melati tidak masak.
Uang belanja untuk keperluan dapur setiap minggunya diberikan Melati pada Mbok Inah. Mbok Inah orangnya amanah dan sangat jujur jadi Melati sangat bersyukur karena tidak perlu repot mengurus semua keperluan rumah tapi ada Mbok Inah yang bisa ia diandalkan.
Menu sarapan pagi ini hanya ada roti dengan selai coklat dan strawberry. Setidaknya Melati masih bisa memberi makan orang yang tadi malam bersedia membantunya siapa lagi kalau bukan Alvin dan Hilya.
Sedang mengoles selai coklat pada roti tawar di tangannya, Melati terlonjak kaget karena tiba-tiba sepasang tangan melingkari pinggangnya.
Dari wangi maskulin yang mendera penciumannya Melati sudah bisa menebak siapa orang yang ada di balik tubuhnya. Alvin.
Tubuh Melati terasa bagai kaku dan darahnya seperti berhenti mengalir."Mas Alvin."
Gumamnya dengan suara lirih.
Tubuhnya seakan tidak menolak saat dipeluk oleh orang yang sudah membuat hatinya kembali merasa perih. Salah Melati sendiri juga yang tadi malam malah meminta bantuan Alvin."Yang pelukan sama aku kemarim itu Rasti. Sepupu aku dari papa. Dia baru pindah ke sini dan akan kuliah di sini jadi dia minta bantuan aku untuk antar ke kampusnya karena aku iyain makanya dia langsung peluk aku saking senangnya."
Bagai mendengar perkataan hatinya, tanpa ia minta Alvin langsung mengatakan dengan suara lembut dan tepat di dekat telinganya.
"Aku bisa ajak kamu untuk ketemu Rasti biar kamu lebih percaya. Serius Mel, Rasti itu sepupu aku. Kamu bisa tanya sama mama juga kok," bisik Alvin lagi.
Hati Melati langsung lega mendengarnya. Mendengar penjelasan Alvin rasanya angin ketenangan bertiup di hati Melati. Ia ingin percaya tapi sisi hatinya ingin bertemu Rasti agar lebih tenang.
Perlahan Melati melepaskan belitan tangan Alvin dari pinggangnya dan ia membalikkan tubuh menghadap Alvin. Seperti biasa Melati harus mendongak agar bisa saling tatap dengan Alvin. Tatapan tajam namun menyiratkan cinta itu yang ia tangkap dari tatapan Alvin.
"Beneran boleh kalau aku ketemu sepupu Mas Alvin? Aku nggak mau sakit hati lagi."
Tanpa beban Alvin mengangguk yakin.
"Ya udah mumpung hari ini Minggu, Mas Alvin bisa ajak aku sekarang?"
Minggu kan semua libur dan Melati ingin cepat semua clear. Ia harus tanya juga pada Rasti daripada menduga yang membuat pikiran dan hatinya lelah sendiri.
"Bisa. Setelah ini kamu siap-siap dan kita akan ketemu Rasti di rumah aku."
Melati mengangguk setuju.
"Mas Alvin," panggilnya pelan.
Alvin menatapnya seolah menjawab ya.
"Terima kasih untuk tadi malam ya? Aku sampe nggak nyangka kalau Mas Alvin mau datang padahal lagi hujan lebat dan udah malam banget lagi."
"Sama-sama."

KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Anak satu
Roman d'amourBanyak uwu-nya. Ringan konflik dan seru bingitz. Jangan lupa follow cerita dan akun Umi Mentari!!!