Prologue

156 11 3
                                    

™June27, 2021 |Chrystal's Cafe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

June27, 2021 |
Chrystal's Cafe

Dingin menjadi tiga kali lipat. Bermodal tas kecil di tangan, berupaya melindungi kepala—harapnya tubuh pula—dari guyuran air asam itu. Tungkainya berlari cepat, mencari perlindungan. Beruntungnya, ada satu tempat yang bisa di targetkan.

Begitu masuk, ia langsung mengambil arah kanan untuk memposisikan diri di meja paling pojok. Pun ia menyempatkan diri untuk mengibaskan air hujan yang barangkali masih menempel—membasahi sebagian pakaian kerjanya.

Banyak orang disini, agaknya mereka juga sedang menghindari hujan sekaligus menghangatkan diri di cafe ini. Begitupun tujuannya saat ini, namun pening yang semakin menyergap kepala membuatnya kehilangan tenaga meski hanya sebatas untuk menyuarakan keinginan. Berakhir ia menumpukan kepalanya pada meja, berharap peningnya mereda, sekaligus tubuhnya yang terguncang sebab terlalu menggigil.

Lama waktu dihabiskan, namun yang diharapkan tak kunjung datang. Justru pening beralih menjadi nyeri di pusat kepala. Dalam gelap ketika terpejam, rasanya kepala berputar hebat. Disertai sakit di sekujur tubuh.

Oh, kenapa ia harus terjebak disini? Ia ingin cepat pulang untuk istirahat. Tapi, bagaimana caranya pergi dalam kondisi yang hanya sekedar membuka mata saja tidak bisa.

"Ingin ku pesankan teh hangat?" Hingga suara itu menyapa, ia cukup tersentak. Jelas bukan dari seorang waiters, sebab jika memang, pertanyaannya tidak akan demikian.

Lantas dengan kekuatan akhir yang dikerahkan, kepalanya kembali terangkat. Lalu secara kompak keterkejutan hadir di belah raut keduanya. Hanya untuk sesaat, hingga lelaki itu kembali mengubah rautnya menjadi santai.

Lain dengan dirinya yang masih menautkan pertemuan alisnya. Ditengah kesadaran yang tertinggal setengah, netranya menelisik sosok asing di hadapannya ini. Ah, entah sejak kapan lelaki itu mengambil posisi di hadapannya. Padahal tadi itu kosong disana.

"Wajahmu pucat sekali." Sebenarnya terdengar perhatian, namun rautnya terlihat acuh hingga terkesan tidak peduli. Mungkin, karena masih merasa asing.

"Ah--" Ia berdeham sejenak untuk mengontrol suaranya. "Aku sedikit tidak sehat." Sambungnya, yang entah kenapa membuka hal tidak penting kepada seseorang yang asing.

Hanya anggukan sekilas yang didapatkan sebagai balasan, disertai dehaman singkat. Selanjutnya lelaki itu mengakhiri pandangannya, beralih netranya merotasi mencari sesuatu. Sampai ketika telah mendapatkannya, lelaki itu mengangkat tangannya sebagai tanda isyarat. Sementara ia hanya terdiam, sampai seorang waiters mendekat.

"Aku ingin satu caramel macchiato." Lelaki itu mulai memesan, yang kemudian langsung dicatat oleh sang waiters. "Dan satu teh jahe hangat." Sambungnya, setelah terjeda sejenak.

CherishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang