Setelah mengetahui kalau Seulgi punya pacar, Irene sebisa mungkin membatasi komunikasi dengannya. Dia berusaha tidak meminta Seulgi datang ke rumah sakit atau sering mengelak jika orang tuanya yang meminta Seulgi datang ke rumah. Untungnya dia memang sibuk, ada seminar yang harus dihadiri dan mengharuskannya pergi ke luar kota untuk beberapa hari.
Telepon genggamnya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Dia melirik ke layar dan segera menjawab, "Halo, kenapa, Bu?"
"Kamu belum pulang, Kak? Jadwal Ayah kontrol hari ini." Ibunya bilang.
"Iya, Kakak baru pulang lusa, Bu. Ya udah, nanti Kakak titip sama dr. Bowo, Ayah kalau ada keluhan atau ada yang dirasa, ceritain aja."
"Seulgi nggak bisa ke rumah sakit, Kak?"
"Loh, ngapain? Kakaknya kan di sini, Bu."
"Memangnya harus selalu ada kamu kalo Ibu mau ketemu Seulgi?"
"Eh... ya nggak juga sih, Bu." Irene memutar otaknya untuk mencari alasan, "Seulgi juga kan sibuk, nggak bisa sering-sering nemuin Ibu. Orang kencan sama Kakak aja bisa diitung jari." Katanya meyakinkan.
"Kalian tuh sama-sama sibuk, harus cepet-cepet nikah biar nggak ada salah paham."
"Ih, Ibu..." Irene merajuk, "Nggak nyambung."
"Sambungin, Kak." Ibu terkekeh. "Tapi kamu sama Seulgi baik-baik aja kan?"
"Baik kok, Bu." Irene menjawab, "Bu, seminarnya udah mau dimulai."
"Ya sudah, hati-hati di sana ya, Kak. Jangan telat makan dan kebanyakan begadang." Panggilan diakhiri dan Irene fokus mengikuti seminar.
Sementara itu di rumah sakit, Ayah menyenggol lengan Ibu, "Gimana, Bu?"
"Anak kita lagi di luar kota, dan Seulgi juga sibuk katanya." Ibu menjawab.
"Dua-duanya bisa sibuk gitu ya, Bu? Bisa tahan mereka nggak ketemu beberapa hari. Ayah aja rasanya suka kangen kalo nggak liat Ibu sejam aja."
"Ayah gombal! Inget umur." Ibu mencubit lengan Ayah, membuat suaminya tertawa senang.
Tidak berapa lama nama Ayah dipanggil ke dalam ruang poli tempat dr. Bowo praktik. Pemeriksaan rutin dilakukan dan hasilnya bagus. Irene sudah meresepkan suplemen yang dibutuhkan Ayahnya, namun dia tetap meminta Ayah rutin kontrol dengan dokter yang menangani operasinya lalu. Sebenarnya Irene bisa menjadi dokter pribadi Ayahnya, namun itu tidak disarankan untuk menghindari bias.
Pasangan orang tua tersebut hendak pulang ke rumahnya setelah semua selesai, tetapi mereka bertemu seseorang dan Ibu mengenalinya. "Loh, itu dokter ganteng yang Ibu ceritain, Yah." Ibu berkata dengan semangat. "Dok!" Dia memanggil dokter tersebut.
Suho menghampiri orang tuanya Irene, "Halo, siang, Om, Tante," Dia menyapa sopan. "Abis kontrol, ya?"
"Iya nih. Dokter baru selesai operasi?"
"Kok Tante tau?"
"Ya tau, bajunya sama kaya Irene kalo abis operasi."
Suho terkekeh, "Udah mau pulang, Tante? Naik apa tadi ke sini?"
"Naik grab, saya dilarang Irene nyetir." Ayah menjawab. "Katanya nggak boleh nyetir kalo abis pasang ring. Benar begitu, Dok?"
"Iya, idealnya 1-2 minggu jangan nyetir mobil dulu, Om."
"Wah, berarti udah boleh ini. Udah lebih dari 2 minggu. Kakak nih suka nakut-nakutin aja." Ayah menggerutu sebal.
"Om udah tes kelayakan mengemudi belum?" Suho bertanya, "Kalo belum ya wajar Irene bilang belum boleh dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin kontrak!
Fanfiction"Awas lo, jangan jatuh cinta sama gue, ya!" "Iya, tenang aja. Saya nggak akan jatuh cinta sama kamu."