12.

3.4K 396 16
                                    

Irene seharian 'terjebak' di kamar operasi. Pasien menderita kardiomiopati dan operasi yang dilakukan adalah miektomi. Itu adalah prosedur bedah jantung terbuka dan kompleks yang normalnya memakan waktu maksimal 7 jam, namun karena pasien mengalami komplikasi saat operasi, total 10 jam dia sudah berdiri di OK.

Pada pukul 9 pagi operasi baru selesai dan itu sudah melewati shift­ malamnya. "Siapa yang kebagian shift 24 jam hari ini?" Tanya Irene ke dokter-dokter muda yang tadi ikut operasi bersamanya.

"Saya, Dok." Jawab salah satunya.

"Sama saya juga, Dok," Jawab yang satunya lagi.

"Bagus kalo kalian berdua. Saya mau kalian jaga di ICCU, monitor pasien tadi." Kata Irene sambil memijit tengkuknya untuk mengurangi pegal. "Jangan barengan jaganya. Yang satu sempetin istirahat, yang satunya jaga, terus nanti gantian deh. Minta bantuan perawat juga."

Irene menuliskan resep dan memberikan instruksi untuk tindakan selanjutnya di laporan resume si pasien. "Saya percayain pasien sama kalian. Kalo ada apa-apa, minta sama perawat jaga buat hubungi saya."

"Baik, Dok," Jawab keduanya serempak.

Irene tersenyum, "Makasih ya, Mas dan Mbak koas. Kerja bagus untuk hari ini."

"Saya yang makasih udah diijinin ikut operasi besar kaya tadi, Dok." Kata Mas koas.

"Betul, Dok. Makasih udah ngebolehin kita ikut operasi sama Dokter." Tambah Mbak koas.

"Kalian bagus teorinya, sayang kalo nggak dipraktikkan. Lagian saya juga mau liat kesiapan kalian."

"Jadi kita lulus nggak, Dok?" Tanya Mas koas sambil terkekeh.

"Ya belum lah, masih ada setaun lagi." Jawab Irene. "Ya udah, saya duluan." Pamitnya. Dia menuju ruang loker untuk ganti baju.

Irene mendapati banyak panggilan tidak terjawab dan pesan masuk di HPnya. Keningnya berkerut saat dia mengernyit keheranan. Irene langsung menelepon Ayahnya. "Halo, Yah. Ada ap –"

"Kak, bisa pulang sekarang?" Todong Ayahnya langsung.

"Kakak baru beres operasi, Yah. Abis berdiri 10 jam di OK." Keluhnya.

"Pulang sekarang, Kak." Titah Ayah.

"Ayah kenapa? Nggak sakit kan?"

"Emang harus nunggu Ayah sakit dulu baru Kakak mau pulang?"

"Astaga, nggak gitu, Ayah." Irene menghela napas lelah. "Boleh nanti sorean aja nggak? Kakak belum tidur, Yah. Agak pusing juga."

"Mual juga, Kak?"

"Nggak, Yah. Kenapa?"

"Nggak apa-apa." Jawab Ayah. "Ya udah, kalo nanti sore, ajak Seulgi sekalian."

"Iya, mudah-mudahan Seulgi nggak lembur."

"Hati-hati nyetirnya, Kak. Kalo ngantuk banget, tidur aja di situ sebentar."

"Masih bisa dibawa nyetir kok, Yah." Irene menenangkan Ayahnya. Mereka tidak berbicara panjang lebar di telepon, dan segera mengakhiri panggilannya.

Irene mengecek jam di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan hampir pukul 10 pagi. Dia memutuskan untuk mengirim pesan saja ke Seulgi, karena dia khawatir akan mengganggu kalau menelepon pacarnya yang sedang bekerja itu.

Setelah berganti baju, dia segera melangkahkan kakinya keluar dari rumah sakit. Namun dia melupakan stetoskopnya yang tertinggal di meja konter IBS, biasanya dia selalu menyimpan stetoskopnya di saku jas snelli atau disampirkan di leher. Irene berbalik arah menuju IBS lagi. Sebenarnya dia punya beberapa stetoskop, tapi yang ini adalah favoritnya; Littmann Cardiology Stethoscope warna ungu yang ada ukiran namanya di bagian bell-nya.

Kawin kontrak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang