Seminggu berlalu setelah Seulgi resmi tinggal bersama Irene. Mereka pun akhirnya sudah memberitahu orang tua Irene. Ayahnya mempertanyakan apakah itu tindakan yang bijak, mengingat bagaimana mereka sedang di bawah sorotan orang-orang? Tapi keduanya (terutama Irene) meyakinkan Ayah jika mereka aman. Komplek apartemennya kebetulan tidak mempermasalahkan pasangan sejenis yang tinggal di sana, karena jelas-jelas di penthouse setingkat di atas unitnya sudah ada pasangan gay yang hidup bersama lebih dulu.
Sedangkan Ibunya agak berat memberi ijin untuk mereka, karena maunya Ibu mereka harus terikat pernikahan dulu. Tapi lagi-lagi Irene beralasan kalau itu sulit untuk mereka nikah resmi di sini. Kalau mau dan kalau jodoh mereka panjang, mereka bisa menikah di luar negeri dan kembali ke sini. Tapi pikirnya itu tidak praktis, buat apa hanya menikah di luar negeri kemudian kembali lagi? Kenapa tidak tinggal di luar negeri sekalian? Kali ini Seulgi yang masih keberatan akan hal itu.
Tinggal bersama satu atap adalah solusi untuk mereka menunjukkan komitmen walau tanpa pernikahan (resmi). Setidaknya itu yang bisa mereka lakukan untuk saat ini.
Sudah seminggu pula Irene memutuskan kembali bekerja di rumah sakitnya. Seperti yang diprediksi oleh dr. Bowo, banyak rumah sakit lain yang ingin merekrut Irene. Di hari pertama dia kembali, sudah banyak undangan resmi untuknya di meja kerjanya. Entah itu permintaan untuk menjadi dokter tamu, undangan untuk mengisi seminar, serta yang terang-terangan menawarkan posisi sebagai kepala departemen bedah jantung dengan take home pay dan fasilitas yang fantastis.
Tentu saja dewan direksi rumah sakit tempatnya bekerja juga tidak mau kehilangan aset berharganya. Mereka juga menawarkan kenaikan THP (take home pay) untuk Irene. Dia sampai pusing dibuatnya. Pertama-tama yang Irene lakukan adalah berkonsultasi dengan mentornya; dr. Bowo. Beliau mengatakan itu wajar dan dia akan merelakan jika Irene ingin angkat kaki dari sini, tapi jangan terlena dengan segala yang ditawarkan, karena menurutnya pasti ada sesuatu di balik itu semua yang tidak dia ketahui.
Irene memutuskan untuk tetap di rumah sakitnya, dengan syarat tidak ada perlakuan istimewa atau berbeda untuk dirinya. Dia juga tidak menuntut kenaikan THP karena mempertimbangkan dokter-dokter senior di atasnya. Dewan direksi berterima kasih dan tetap memberi bonus besar untuknya sebagai permintaan maaf dan kompensasi skorsingnya sebulan kemarin. Lagi-lagi dia konsultasi dengan dr. Bowo dan mentornya menyuruhnya menerima bonusnya karena memang dia pantas mendapatkannya.
Efek dari viralnya video 'penyelamatan' seorang bapak di kafe waktu itu tidak hanya berdampak pada mayoritas rumah sakit di kotanya, tapi juga ke pasien-pasien dan calon pasiennya. Mereka secara pribadi meminta untuk ditanganin oleh dr. Irene atau yang sudah terlanjur dipegang oleh dokter lain meminta untuk ditransfer kepadanya. Tentu saja Irene menolak, karena dia merasa tidak etis. Menurutnya dokter-dokter bedah jantung di rumah sakitnya sama saja dengan dirinya, semua sangat kompeten di bidangnya.
Tentu tidak semuanya menyenangkan, karena masih ada sebagian perawat, dokter, dan staff non-medis rumah sakit yang tetap menolak orientasi seksualnya. Mereka sebisa mungkin menghindar untuk bekerja satu shift dengannya. Ngomong-ngomong tentang shift kerja, berhubung jadwal dinas bulan ini sudah full packed, Irene mau tidak mau kebagian shift malam. Dia tidak keberatan, baginya justru itu menguntungkan. Dinas malam jauh lebih santai dan sepi dibanding dinas pagi.
Sayangnya itu berbanding terbalik dengan yang terjadi di 'rumah tangganya'. Sudah seminggu ini pula Irene dan Seulgi hampir tidak bertemu muka walaupun mereka tinggal satu atap. Irene pulang ketika Seulgi sudah berangkat kerja. Dan ketika Seulgi pulang, Irene yang masih bekerja di rumah sakit. Irene dengan tegas melarang Seulgi datang ke rumah sakitnya, untuk menghindari kejadian yang tidak diharapkan. Jadi selama seminggu ini mereka hanya terhubung melalui HP.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin kontrak!
Fanfiction"Awas lo, jangan jatuh cinta sama gue, ya!" "Iya, tenang aja. Saya nggak akan jatuh cinta sama kamu."