8.

4.1K 459 30
                                    

Hari Sabtu Seulgi sudah tiba di rumah orang tuanya Irene dari pagi. Ibu menyambutnya dengan gembira. Dia berkata kalau Seulgi terlihat lebih kurus dan Ayah menggodanya itu karena dia merindukan Irene. Seulgi ikut tertawa bersama mereka, karena toh memang benar dia merindukan dokter mungil itu.

Ibu memanjakannya dengan memberikan suguhan-suguhan lezat. Seulgi makan dengan lahap. Mejelang sore, ada tamu yang tidak diharapkan (setidaknya untuk Seulgi). "Biar aku yang buka pintunya, Bu." Dia menawarkan diri.

Suho berdiri di depan pintu yang telah dibukakan oleh Seulgi. "Siapa, Nduk?" Tanya Ibu dari ruang keluarga.

"Bukan siapa-siapa, Bu. Orang minta sumbangan." Sahutnya.

"Sialan lo!" Ujar Suho kesal. "Minggir, gue mau masuk."

"Dih, orang belum disuruh masuk."

"Tuan rumahnya bukan lo!"

"Siapa sih? Kok malah ribut-ribut?" Tegur Ayah.

Suho menyelinap masuk sebelum Seulgi menghadangnya. "Ini saya, Suho, Om, Tante."

"Oh, ya masuk sini." Kata Ibu. Suho langsung meledek Seulgi dengan menjulurkan lidahnya. Seulgi mendengus malas.

Dokter ganteng itu ternyata datang untuk memberikan oleh-oleh, dia bercerita kalau orang tuanya baru pulang dari luar negeri. Dia sengaja minta dibelikan oleh-oleh dari sana untuk orang tuanya Irene.

Mereka mengobrol bersama, atau lebih tepatnya ajang pamer untuk Suho yang memanfaatkan kesempatan untuk mendapat poin baik dibanding Seulgi. "Jadi, lo kerja apa, Seulgi?" Tanya Suho. "Kalo gue kan jelas nih, dokter spesialis bedah jantung. Masa depan terjamin."

"Gue kerja jadi pacarnya Irene." Sinis Seulgi yang tidak sepenuhnya bohong.

"Masa pacar dibilang profesi." Ujar Suho lagi.

"Iya dong, prioritas hidup gue itu bikin bahagia Irene. Emangnya lo, belum tentu ada waktu buat nyenengin Irene."

Ibu tertawa canggung, "Kamu nih, Nduk. Nggak ada orangnya aja kamu sayang-sayang, pas ada orangnya berantem terus kaya Tom & Jerry." Katanya mencoba mencairkan ketegangan.

"Kalo kakak-adik emang gitu, Tante." Suho tertawa mengejek.

"Kakak-adik biji lo dua!" Sungut Seulgi.

"Ih, kasar banget sih? Om sama Tante yakin ngebolehin Irene punya pacar kasar kaya gini? Kalo Irene dimacem-macemin gimana?"

"Loh gue ngomong fakta, biji lo emang dua kan? Apa lo mau bilang kalo lo abnormal cuma punya biji satu atau malah tiga?"

"Udah, udah," Cegah Ibu cepat.

"Lagian dia tuh, Bu. Jelas-jelas aku pacaran sama Irene. Mana ada kakak-adik ciuman, anjir!"

Ayah terbahak, "Iya, Ayah inget mergokin kamu sama Irene lagi enak-enak di apartemennya." Suho telak tertampar dan Seulgi tertawa puas.

"Sori, Yah," Cengir Seulgi, "Namanya juga anak muda." Setelah itu Suho tidak lagi banyak tingkah.

Sejam kemudian, terdengar suara klakson mobil. Seulgi langsung bangkit dan berseru "Irene pulang!" Dia segera menuju ke depan dan Suho mengekor di belakangnya. Ayah dan Ibu cuma bisa geleng-geleng kepala.

Seulgi dan Suho menunggu di teras depan. Mereka melihat seorang lelaki membukakan pintu mobil untuk Irene. Seulgi baru akan menghampiri Irene untuk membantu membawakan tasnya, tapi dia melihat lelaki tadi mencium Irene. Otomatis Seulgi mendadak berhenti. Suho tertawa puas.

Suho melihat Seulgi menahan emosi dengan mengepalkan tangannya kencang. "Asik bentar lagi ada yang putus nih."

"Bacot lo." Sahut Seulgi datar.

Kawin kontrak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang