Peluh sudah membanjiri tubuh keduanya.
"Seulgi, sakit!"
"Iya, Sayang. Tahan ya, sempit banget ini."
"Aku udah nggak tahan!" Irene merengek pelan tetapi Seulgi masih saja berusaha untuk menerobosnya. "Asli aku udah nggak tahan, Seulgi!"
"Ah! Sayang!" Seulgi memekik kesakitan, "Kok dilepasin sih?"
Irene mengusap keringat di keningnya dengan punggung tangannya. Ya, mereka sedang membereskan barang-barangnya Seulgi di kosannya. Saat ini mereka sedang menggeser lemari pakaian Seulgi dari kamar tidur ke ruang depan. Irene geram dibuatnya, "Padahal kamu nggak usah bawa lemarinya juga nggak masalah loh. Baju-baju kamu bakal muat di lemariku."
"Kalo kamu mau aku pindah ke apartemen kamu, seenggaknya aku harus punya sesuatu di sana, Yang. Murni punyaku. Biar aku juga ngerasa tinggal di sana, bukan cuma numpang." Jelas Seulgi yang bersikeras untuk membawa lemarinya ke apartemen Irene.
"Harus lemari banget emang?" Tanya Irene yang berusaha untuk tidak menyuarakan protes kencang-kencang, karena lemari Seulgi itu tidak matching dengan perabot lain di apartemennya. "Ini berat banget tau."
"Asal kamu tau, lemari ini punya nilai sejarah buat aku." Kata Seulgi. "Aku beli ini pake gaji pertamaku waktu aku masih jadi SPG rokok. Dulu harganya masih murah, kalo sekarang mana dapet uang segitu beli ini lagi."
Irene meneguk air mineral botol di dekatnya dan mempertimbangkan alasan pacarnya itu. "Udah deh, kita panggil jasa pindahan aja. Nggak kuat aku ngangkat-ngangkat gini. Ini keluar dari kosan kamu aja belum, gimana nanti pas harus turun tangga coba?!"
Seulgi mengiyakan pacarnya. Biar bagaimana pun dia juga tidak mau Irene kenapa-napa, dia pun sadar mereka berdua tidak akan bisa mengangkut lemari itu ke bawah lewat tangga. "Yang, bisa narik lemarinya sedikit? Aku dorong dari sini." Pintanya. "Ini kita kepisah sama lemari jadinya."
Irene mau tidak mau tertawa. Itu benar, lemari Seulgi menghalangi jalan antara kamar tidur dan ruang depan. Seulgi masih di kamar tidur sedangkan Irene sudah di ruang depan. Mereka menggeser lagi lemarinya, hanya sedikit saja, cukup membuat celah untuk mereka lewat.
"Nih minum," Irene menyodorkan minuman isotonik untuk Seulgi dan pacarnya menerimanya dengan senang hati. Dia baru melihat sisi lemari yang sebelah sini, Irene kemudian melihat sesuatu di sana. Seperti tulisan khas yang diukir pasangan muda-mudi di pohon; dua nama dalam satu hati yang ada panahnya. "Krystal siapa?"
Seulgi langsung tersedak minumannya. "Apa? Siapa? Kenapa tiba-tiba?"
"Santai aja kali, kok jadi panik?"
"Siapa yang panik sih?"
"Hmm, bilang aja nilai sejarah lemari ini tuh karena ada kenangannya sama mantanmu."
"Sok tau kamu. Kata siapa Krystal itu mantanku?"
"Terus apa? Pacarmu?"
"Yang! Ih!" Seulgi kesal dibuatnya. "Pacarku saat ini cuma kamu satu-satunya, dr. Irene, Sp. BTKV, harus gimana sih aku biar kamu nggak curigaan terus ke aku?"
"Ya udah, jadi Krystal itu siapa?"
"Iya, dia mantanku. Puas?"
"Nah, jujur gitu kan enak. Gampang kan?" Irene tersenyum. "Kamu nggak mau bawa kasurnya juga sekalian? Siapa tau itu juga ada kenangan kamu sama mantanmu yang lain. Jisoo mungkin?"
Seulgi cemberut dan langsung mengambil koper besar di ruang depan yang sudah terisi penuh oleh pakaiannya. "Nggak usah manggil jasa pindahan. Aku bawa ini aja." Katanya sambil menunjuk kopernya. "Barang-barangku buat siapa kek, terserah lah. Biar Ibu kos nanti yang ngurus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin kontrak!
Fanfiction"Awas lo, jangan jatuh cinta sama gue, ya!" "Iya, tenang aja. Saya nggak akan jatuh cinta sama kamu."