"Bu, Irene ada ngehubungin Ibu sama Ayah nggak?" Seulgi bertanya ke Ibunya Irene lewat telepon saat jam istirahat makan siang di kantornya. "Aku WA sama telpon nggak dijawab, Bu."
"Belum, Nduk. Biarin aja dulu. Irene emang gitu kalo lagi ngambek."
"Tapi ini udah tiga hari, Bu." Keluh Seulgi. "Aku takut diputusin." Katanya jujur.
"Nggak lah, Nduk. Nanti juga baik lagi."
"Ibu enak bisa ngomong gitu karena orang tuanya Irene. Mana mungkin dia mutusin hubungan kalian kan. Lah aku cuma pacarnya, Bu."
Ibu terkekeh di seberang sana, "Kamu mau jadi Ibunya Irene juga?"
"Ya nggak, Bu. Ih, sebel." Seulgi makin merajuk. "Tolongin aku dong, Bu. Ibu baik-baikin Irene terus suruh dia baikan sama aku." Agak tidak tahu diri memang tampaknya, tapi Seulgi kadung putus asa.
"Kamu tuh sama kaya Ayah. Maunya buru-buru. Nurut kata Ibu, biarin aja dulu. Jangan dipaksa. Toh Ibu sama Ayah emang salah, kamu juga ikut-ikutan, jadinya ikut salah. Nanti lagi kalo Ibu sama Ayah ada ngelakuin salah ke Irene, kamu harus belain dia."
"Aku kan kaget terus cemburu juga, Ibu."
"Tapi kamu kan yang sehari-hari sama Irene. Harusnya kamu lebih tau dia gimana. Ada hal-hal yang anak pilih buat nggak disampein ke orang tuanya dan cuma bisa ngomong ke pasangannya. Itu tugas kamu, Nak Seulgi."
"Aku minta maaf belum bisa jadi pasangan yang baik buat Irene."
"Jangan minta maaf ke Ibu. Sana minta maaf ke Irene."
"Aku lagi dicuekin, Ibuuu..."
"Jangan nyerah. Tapi jangan ngelakuin yang aneh-aneh juga kaya Ayah nih. Masa Ayah minta Ibu bohong ngasih tau Irene kalo Ayah sakit biar dia ke rumah. Nanti pas ketauan, Irene malah tambah marah yang ada." Cerita Ibu sambil tertawa.
Seulgi mau tidak mau ikut terkekeh. Ayahnya Irene memang agak ajaib, tapi lelaki itu tetap Ayah yang terbaik. Dia merasa lebih tenang setelah mengobrol dengan Ibu. Seulgi mengakhiri panggilannya dan pamit untuk kembali bekerja.
"Woy, nggak makan siang lo?" Tanya Wendy yang baru saja kembali dari rapat di luar kantor.
"Nggak nafsu ah." Sahut Seulgi.
"Yah, padahal gue bawa hokben."
"Eh, mana sini deh!"
"Yang katanya nggak nafsu..." Ledek Wendy. "Makan di ruangan gue aja yuk. Biar lebih bebas ngobrolnya, jauh dari kuping-kuping yang kepo."
"Ngobrol apaan?" Tanya Seulgi sambil berdiri dari kursinya di kubikel.
"Mana gue tau. Cuma gue liat muka lo lesu bener kaya ayam tiren."
"Bangsat!" Umpat Seulgi.
"Mulut, anjir! Gue masih atasan lo ya!"
"Ampun, Bu bos." Kekeh Seulgi.
Mereka makan siang bersama dan Seulgi menceritakan kegalauannya karena sudah tiga hari diacuhkan oleh Irene. Dia juga membeberkan permasalahannya dari awal, dimulai dari Ayah dan Ibunya Irene yang didatangi oleh lelaki tidak dikenal yang mengaku akan bertanggung jawab karena sudah menghamili anak mereka. Seulgi jadi ikut terhasut karena dia tahu lelaki itu adalah dokter kandungan yang pernah mengantarkan Irene pulang, dan saat itu kondisi mereka sedang tidak baik-baik saja.
"Lo inget nggak yang gue minta bantuan?" Tanya Seulgi.
"Yang lo minta kerja kan?" Wendy memastikan dan Seugi mengangguk membenarkan. "Hmm... lo waktu itu juga lagi berantem ya sama Kak Irene?"
![](https://img.wattpad.com/cover/307101351-288-k466974.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin kontrak!
Fanfic"Awas lo, jangan jatuh cinta sama gue, ya!" "Iya, tenang aja. Saya nggak akan jatuh cinta sama kamu."