"Woy! Bengong lo!" Suho menempelkan minuman kaleng dingin ke pipi Irene.
Irene tentu saja terkejut. "Ih! Apaan sih? Rese banget!" Dia mendorong dokter ganteng itu menjauh darinya, tapi Suho hanya tertawa dan menyodorkan minuman kalengnya. Dia menerimanya memutarnya perlahan dalam genggaman.
Mereka berdua kebetulan ada di jadwal dinas yang sama, dan keduanya baru saja selesai poli. Sekarang sedang istirahat makan siang di kantin.
"Kenapa lo?" Tanya Suho penuh selidik. "Berantem sama pacar lo ya? Asik, bentar lagi putus."
"Sembarangan!" Irene meninju lengan Suho dengan tangannya yang bebas. "Gue malah mau nanya ke lo, tapi janji jangan diledekin?"
Dia meringis sambil mengusap lengan atasnya yang habis ditinju Irene tadi. Sahabatnya memang mungil, tapi pukulannya cukup bertenaga juga. "Apaan?"
"Lo pernah nggak sih bucin ke orang sampe segitunya?"
Dia menarik napas panjang terlebih dahulu kemudian tersenyum tipis, "Lebih bucin dari yang waktu lo masih sama mantan lo itu?"
"Mantan yang mana?"
"Anjir, tau yang mantannya banyak mah." Ujar Suho sebal, membuat Irene tertawa. "Yang manajer bank itu loh."
"Bogum?"
"Ya kali. Lupa gue namanya. Dia mantan lo, bukan mantan gue."
Lagi-lagi Irene tertawa. "Kalo sama dia bukan bucin, tapi emang orangnya clingy parah. Dateng ke sini mulu kan dia, anter-jemput gue. Pas gue ada emergency juga ditungguin sampe selesai sama dia." Bebernya. "Buat sebagian orang mungkin perhatian yang kaya gitu manis, awalnya buat gue pun iya. Tapi lama-kelamaan kok jadi risih gue. Ke mana-mana harus ngasih tau, tiap jam harus laporan... gue sama bokap nyokap aja nggak segitunya."
Suho menertawakannya, "Ngelebihin waktu kita masih jadi residen bedah yang dikejar-kejar konsulen ya?"
"Banget." Irene terkekeh lalu membuka minuman kalengnya, kemudian dia menyeruput minuman bersoda tersebut.
"Nah kalo sama si Jeki?"
"Jackson." Ralat Irene.
"Bodo amat, gue mau manggilnya Jeki." Ledek Suho.
Irene mendengus sebal. "Ya kan kita sama-sama sibuk, Ho. Itu lah makanya kenapa gue agak ogah juga pacaran sama dokter lagi. Itu juga alasan yang bikin gue mikir, you and I, we're not gonna work."
Suho tersenyum pahit. "Belum juga dicoba, Rene."
"Nggak mau. Gue udah punya Seulgi."
"Iya, iyaaa..." Dia menghela napas kasar. "Jadi kenapa lo bisa bucin banget sama dia?"
"Karena dia nggak nuntut macem-macem kaya Bogum atau nggak punya waktu kaya Jackson." Jelas Irene sambil tersenyum manis sekali. "Ada waktunya sih dia nyebelin, manja banget, maunya nempel mulu. Tapi pas gue sibuk kerja, ya dia support. Pas gue cape, dia mau mijetin gue, masakin buat gue – walau pun seringnya gagal." Irene tertawa. "Dia pas aja gitu buat gue, nggak berlebihan, nggak banyak kurang juga."
Suho menelan pil pahit kehidupan percintaannya. "Iya... ya udah, lo bucin sama dia... terus lo mau apa?"
Irene kembali memutar minuman kalengnya dalam genggamannya. "Gue terlalu muluk-muluk nggak sih kalo gue pengen ke jenjang berikutnya sama dia?" Dokter mungil itu menatap sahabatnya. "Iya, gue tau. Nggak mungkin bisa nikah di sini. Tapi gimana ya, Ho... gue kaya yang udah siap aja gitu ngabisin waktu seumur hidup gue sama dia."
"Ya diomongin dong ke Seulgi, bukan ke gue." Kata Suho misuh-misuh sambil berusaha mengobati luka hatinya, entah bagaimana caranya.
"Udah, tapi..." Irene menggantung kalimatnya, ragu antara harus bercerita atau tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin kontrak!
Fanfiction"Awas lo, jangan jatuh cinta sama gue, ya!" "Iya, tenang aja. Saya nggak akan jatuh cinta sama kamu."