"Gi," Wendy memanggil sahabatnya. Saat ini mereka berdua bersama tiga orang lainnya yang tergabung dalam tim sedang ada kerjaan di luar kota. Wendy sengaja mengajak Seulgi untuk menambah jam terbangnya (baca: pengalaman).
"Apa lo?!"
"Anjir, judes amat!"
"Apa, Sayang?"
"Gue bilangin Kak Irene loh!"
"Serba salah gue." Keluh Seulgi. "Apaan? Kenapa?"
Wendy menatapnya serius, "Lo tau nggak kalo akuntan meninggal masuk mana?"
"Tergantung, kalo dikubur ya masuk lubang. Kalo dikremasi masuk krematorium."
"Salah. Yang bener masuk neraca."
"Garing, anjir!" Seulgi melempar pulpen ke arah sahabatnya dan Wendy hanya tertawa. "Nah lo tau nggak kalo anak marketing pas meninggal jadi apa?"
"Ya jadi mayat, masa berubah jadi sailor moon."
"Bukan," Ledek Seulgi. "Mereka jadi arwah pemasaran."
"Itu penasaran ya, bangsat!"
"Cieee, yang penasaran..."
Mereka berdua terbahak dan saling dorong. "Bu Wendy sama Kak Seulgi kayanya udah stress deh. Nggak mau istirahat aja dulu?" Tegur Ayu sopan.
Wendy berdeham, "Nggak. Selisihnya belum ketemu." Dia berubah jadi profesional lagi. "Kamu ketemu nggak di intangible asset? Ada angka-angka aneh?"
"Nggak ada, Bu." Keluh Ayu.
Wendy menggaruk-garuk kepalanya pakai pulpen, "Di transfer ekuitas kali ya?" Dia menoleh ke Seulgi, "Gi –"
"Gue lagi nyari di accumulated depreciation. Jangan ditambahin lagi beban kerja gue." Tolak Seulgi.
"Gue masih bos lo ya!"
"Ini udah lewat jam kerja! Dan bukan di kantor juga!"
"Ya emang kerjaan kita kaya gini! Kalo nggak kuat, resign aja!"
"Kalian ribut terus, ganggu konstentrasi kita." Kata Joy, "Nggak bakal kelar yang ada." Dia adalah pegawai senior di kantor. Bukan karena usianya sudah tua, tapi karena dia sudah bekerja cukup lama di sana.
Seulgi memijat pelipisnya untuk meredakan sedikit pusing yang dirasa. "Maaf, Bu Wendy." Ujarnya sopan. Dia sadar tadi dia sudah kelewatan. "Saya ijin keluar sebentar, boleh?"
"Boleh." Balas Wendy. "Kamu butuh sopir?"
"Nggak. Saya cuma di teras depan aja kok." Ujar Seulgi. Dia beranjak dari sofa dan pergi ke luar homestay. Kantor memberi fasilitas saat dinas luar; hotel jika sendiri dan homestay jika tim.
Seulgi merasa penat setelah empat hari bergumul dengan angka-angka, mencari selisih koma sekian – yang jika dihitung sebenarnya tidak mempunyai nilai materil. Tapi tidak begitu di dalam akuntansi, selisih nol koma sekian saja ternyata bisa jadi masalah besar. Rekan timnya sudah lebih lama berkecimpung di dunia akunting dan audit, mereka punya basic yang mendukung. Beda dengan Seulgi, makanya dia agak kewalahan.
Dia mengecek jam di HPnya, sudah lewat tengah malam rupanya. Dia mengecek WA dan mengirim pesan ke Irene. Biasanya pacarnya itu akan membisukan notifikasi pesan masuk dan hanya akan menyetel notifikasi untuk panggilan masuk saja, jadi Seulgi tahu dia tidak akan mengganggu waktu istirahat Irene jika dia mengirim pesan sekarang.
"Lah, kok online?" Gumam Seulgi saat melihat status bar Irene. Tidak lama, pacarnya malah memangil lewat video call. Dia langsung menjawabnya, "Hai, Sayang?" Sapanya. "Oh, kamu masih di rumah sakit."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin kontrak!
Fanfiction"Awas lo, jangan jatuh cinta sama gue, ya!" "Iya, tenang aja. Saya nggak akan jatuh cinta sama kamu."