Afshaka; 22

2.1K 92 5
                                    

Selamat membaca, happy reading all! Kalo ada typo tolong komen aja ya! Biar langsung aku benerin.

Jangan lupa vote and comment-nya ya!❤️

—0o👑o0—

"Nih, lo makan." Ucap Bian sambil menaruh sepiring makanan cepat saji. Alana yang mendengar itu hanya tak acuh, bahkan tak melirik sekali pun.

"Alana, gue bilang makan ya makan! Lo gak usah manja, nurut sama gue. Gak ada yang bakal nyelametin lo juga."

"Gue gak mau!" Jawab Alana sedikit berteriak, Ia mencoba berpikir positif bahwa masih ada yang akan menyelamatkannya, belum lagi Ia terpikir ucapan terakhir Afshaka sesaat sebelum panggilan berakhir, walaupun ia belum tau jelas apa maksud cowok itu. Tetapi Alana ingin menenangkan dirinya sendiri dengan berpikir positif.

"Lo berani teriak ke gue?!" Balas Bian dengan nada tinggi.

"IYA! GUE BERANI? EMANGNYA KENAPA? COWOK PENGECUT KAYAKLO BERANI KASAR SAMA CEWEK." Jawab Alana dengan lantang sambil netranya menatap tajam Bian.

Bian yang diberi tatapan itupun bukannya marah, ia malah menyeringai dengan mengerikannya. "Wah berani banget ya lo Lan, gue gak kasar ke cewek. Cuma untuk kasus lo. Lo pantas buat gue kasarin." Bisik Bian mendekatkan badannya sambil mencium rambut Alana.

"Lo—lo psikopat." Cicit Alana sedikit gemetar, entah kemana perginya keberanian sebelumnya.

Bian yang mendengar itu hanya tertawa dengan suara mengerikan, "Lo ngomong apa Lan?" Tanya Bian dengan ekspresi yang langsung berubah marah sambil memegang dagu Alana secara kasar.

Alana tidak menjawab Bian, ia hanya terdiam. Yang malah membuat Bian seakan semakin murka menjambak rambut Alana secara kasar.

"Sakit kan Lan? Makanya harusnya lo dari awal nurus sama gue."

"Gak sudi gue nurut sama cowok kayak lo." Kata Alana membalas dengan kesakitan.

Bian yang mendengar balasan dari mulut Alana itu, langsung menampar Alana dengan kencang, sampai gadis itu merasa kepalanya berdenyut kencang, dan ia rasa bibirnya sedikit robek tatkala ia merasakan rasa anyir di mulutnya.

"Ups maaf, wajah kebanggaan lo jadi berdarah." Ucap Bian dengan nada remeh.

Alana seperti tidak ada tenaga lagi untuk membalas perkataan Bian, kepalanya sudah sangat pening, rasanya ia hampir kehilangan kesadarannya.

"Lan, tau gak kenapa gue nyekap lo di sini?" Tanya Bian tiba-tiba. "Jawab kalo ditanya!" Lanjut Bian sambil menampar pipi Alana yang berbeda, tatkala cewek itu hanya diam saja tak membalasnya.

"Oke, lo gak mau jawab biar gue kasih tau aja. Gue nyekap lo, gue mau jadiin lo milik gue, pokonya milik gue." Kata Bian sambil tiba-tiba mendekatkan dirinya pada Alana, lalu mencium pipi Alana secara tiba-tiba.

Alana yang merasakan pipinya dicium pun langsung gemetar takut, ia jadi teringat kejadian masa lalunya, traumanya. Yang membuat ia takut bertemu Bian.

"Lo masih aja takut." Kata Bian yang malah memeluk Alana. "Biasain diri lo, bahkan lo harus terima kalo gue ngelakuin hal lebih." Kata Bian tersenyum.

"Le-lepasin gue." Kata Alana tersendat.

"Apa Lan? Lo minta gue lepasin lo?" Jawab bian melihat wajah Alana. "Berdoa aja, tapi lo gak bisa lepas dari gue, gak untuk kedua kalinya. Semua yang ada di tubuh lo milik gue semua!" Lanjut Bian seperti mulai menggila.

Ia mulai meraba perut Alana dengan tangannya, yang lama kelamaan tangan Bian menelusup kedalam bajunya, yang membuat Alana akhirnya menangis ketakutan, cewek itu hanya bisa melepas tangan Bian dari area perutnya, tetapi sebelum itu terjadi tangan Alana sudah berhasil ditahan oleh Bian.

"LEPAS. LEPASIN GUE." Ucap Alana terisak.

"LO BAJINGAN, LEPASIN TANGAN KOTOR LO DARI TUBUH GUE!" Ketika cewek itu mulai merasa tangan Bian menjamah kemana-mana. Rasanya trauma lamanya kembali, ia juga merasakan tubuhnya sangat kotor. Alana hanya bisa menangis berharap seseorang dapat menolongnya atau lebih baik ia rasa lebih memilih mati, dari pada dirinya hancur.

Bian yang mendengar ratapan dan teriakan Alana seolah menulikan telinganya ia terus dengan apa yang ia perbuat mengecup leher Alana dan mengecup bibir Alana, sebelum ia melanjutkan aksinya. Ketukan pintu kamar apartemennya pun terdengar. Alhasil hal tersebut membuat Bian menghentikan aksinya terhadap Alana.

"Lo?! Lo mau apa di sini?!" Kata pertama yang terucap oleh Bian ketika membuka pintu dan melihat pria yang cukup ia kenal dengan wajah tanpa ekspresinya.

"Mau jemput dia," Jawab cowok tersebut dengan dagu yang menunjuk Alana yang terbaring dengan penampilan yang tak karuan, meskipun ia masih dengan wajah tak berekspresinya, tapi melihat luka di wajah Alana, berhasil membuatnya mengepalkan tangannya. "Lepasin dia." Sambung Afshaka.

"Lo gimana bisa kesini sialan?" Bukannya menjawab Afshaka Bian membalikan pertanyaan Afshaka dengan pertanyaan lainnya. "Alana lo bangsat, cewek gatau diuntung, lo ngasi tau keberadaan lo sama cowok setan ini?" Bian yang tersulut emosi langsung menghampiri Alana kembali dengan tangan yang ingin menampar Alana lagi, tetapi belum sampai tamparan yang ketiga kalinya mendarat di pipi Alana, tangannya sudah terlebih dahulu ditahan oleh Afshaka.

"Lo bisa jangan kasar ke cewek gak? Gak usah nyalain dia buat kebodohan lo sendiri!" Ucap Afshaka tegas, menepis tangan Bian dengan cukup kencang. Jujur cowok itu sedikit kehilangan kesabaran, tetapi ia harus tetap rasional. Biarpun Afshaka terkesan tidak peduli dan cuek, yang sebenarnya terjadi Afshaka sudah memperkirakan semua ini akan terjadi.

Afshaka sebenarnya sudah diam-diam mencari tau masa lalu Alana dan juga ditambah pesan dari sepupunya Alana. Ia di sini bukan tidak mempersiapkan apa-apa datang dengan tangan kosong. Sebenarnya Afshaka sudah siap dengan hal ini, sebenarnya ia datang ke apartemen Bian tentunya dengan temannya yang ia suruh menunggu di depan, walaupun temannya sempat menolak, tetapi mereka tetap menurut, karena perintah Afshaka bisa dibilang adalah mutlak. Biarlah mereka mengurusi urusan lain, seperti mereka sudah melaporkan Bian ke polisi, dengan bukti dari korban tindakan kekerasan yang Bian lakukan. Ingat relasi Afshaka sangat banyak, untuk mencari bukti adalah hal yang mudah untuk Afshaka. Juga Alana bukan satu-satunya yang menerima tindak kekerasan Bian.

"Bangsat, lo bilang gue bodoh?" Kata Bian tidak terima, sebelum ia menghajar Afshaka, lagi-lagi berhasil ditahan oleh Afshaka. "Lo yang bangsat, lo mau gue hajar atau lo ikut gue ke kantor polisi."

"Setan lo!" Bian pun tanpa basa basi langsung mencoba meninju Afshaka, tapi sebelum itu terjadi, Afshaka meninju Bian duluan pada area yang cukup vital dan membantingnya ke lantai. "Fuck lo emang bangsat." Desis Afshaka.

Tanpa mengidahkan Bian yang terbaring, Afshaka pun langsung dengan cepat mendekati Alana, ia mendesis ketika melihat dari dekat wajah lebam dan berdarah Alana, dan juga rambut yang acak-acakan. Juga ia melihat hickey di leher Alana, hal terakhir itu membuat Afshaka mengumpat kasar ke Bian, ia langsung mengambil handphonenya menghubungi temannya di luar. "Masuk! Kalian boleh hajar cowok bajingan ini. Terakhir pesan gue, jangan sampe mati. Kalo udah puas bawa dia ke kantor polisi, dengan bukti ke bangsatan si brengsek ini." Tanpa menunggu balasan dari temannya iya langsung mematikan ponselnya dan menggendong Alana keluar dari apartemen Bian. Yang menyisakan Bian masih terbaring tak berdaya.

"Reo lo, buat lo, lo tolong setirin mobil gue." Kata Afshaka ketika ia berpapasan dengan sahabat-sahabatnya. Reo pun hanya menurut, sebenarnya ia sangat ingin ikut menghajar Bian, karena ketika mengumpulkan segala bukti, cowok itu benar benar brengsek. Reo pun tersulut amarahnya, terutama ketika melihat Alana yang terbaring tidak sadar di gendongan Afshaka.

Sesampainya di mobil dengan Reo sebagai supirnya, dan Afshaka dibelakang sambil memeluk dan mengobati cewek itu. Untungnya Afshaka selalu sedia dengan perlengkapan untuk luka dan juga obat-obaran di mobilnya. Namun Alana tiba-tiba gemetar, seperti setengah tersadar, cewek itu meringis dan menangis. "Alana ini gue, lo udah aman sekarang. Jangan nangis." Kata Afshaka lembut menenangkan Alana.

To Be Continued...

Wish you guys have a wonderful day, And thank you all<3

- Vinddie.

AFSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang