Sudah lebih dari satu minggu sejak kejadian malam itu, malam dimana ketakutan Jeressa muncul, hari dimana untuk kali kedua Bara menenangkannya disaat hujan datang, dan kali kedua pula Jeressa merasakan rasa takutnya perlahan lenyap ketika ada lelaki itu disisinya. Selama itu dan sampai pada hari ini, entah bagaimana jadinya, Jeressa semakin dekat dengan Bara atau lebih tepatnya lelaki itulah yang selalu berusaha mendekat ketika Jeressa ingin menjauh.
Dan tidak dapat dipungkiri juga bahwa kedekatan mereka sekarang mendapatkan atensi dari beberapa orang termasuk Naura. Tapi entah kenapa, meskipun Naura telihat tidak suka pada Jeressa, namun saat berpasasan dengan Jeressa, perempuan itu tidak melakukan apa-apa, bahkan tidak menegurnya, padahal Jeressa sudah berpikiran yang tidak-tidak. Seperti saat bertemu di kantin beberapa menit yang lalu, Jeressa tidak sengaja menyenggol bahu Naura, dan saat dia mengatakan maaf, perempuan itu hanya berlalu begitu saja tanpa menanggapi pernyataan maafnya.
Merasa bingung dengan hal itu, perempuan yang tengah berada di perpustakaan itu mendengkus pelan, menumpuk buku yang tadi sudah dia pinjam, lalu menyusunnya untuk dijadikan penyangga kepalanya. Jeressa memejamkan matanya seraya mengatifkan airbudsnya, ia ingin menenangkan pikiranya sejenak setelah berkutik dengan berbagai macam tugas juga matanya yang memang sedari tadi sudah turun daya.
Selama sepuluh menit perempuan itu berhasil tidur dengan nyenyak, sampai-sampai tidak sadar jika dari lima menit yang lalu sudah ada laki-laki yang menunggunya seraya membawa satu buah minuman dingin. Tidak ingin menggangu ataupun membangunkannya, laki-laki yang bernama Bara itu memilih untuk memainkan ponselnya.
"Yah dia tidur." Seru seorang yang tiba-tiba membuat atensi Bara teralihkan. "Eh ada lo," katanya tak enak.
"Kenapa?"
Wendelyn merasa kikuk ketika aura dingin Bara keluar, Padahal beberapa waktu lalu dia bisa melihat dengan jelas jika lelaki itu bisa bersikap lebih ramah sewaktu bersama Jeressa. "Mau balikin catatannya Jeressa."
"Oh.. sini." Bara menjulurkan tangannya, namun Wendelyn masih diam saja. "Sini, nanti gue yang kasih."
"Oo.. oh.. oke. Sekalian bilangin kalo gue balik duluan sama Boby."
"Hm."
"Thanks." Yang kemudian Wendelyn langsung bergegas keluar dari perpustakaan dengan langkah tergesa, dan begitu dirinya sudah berada diluar perpustakaan, dia membuang nafasnya kasar. "Haaaah...", membuat Boby yang tengah menunggu diluar merasa bingung.
"Kenapa lo?"
"Gue nggak ngerti deh sama yang namanya Bara itu." Kesal Wendelyn. "Dikit-dikit ramah, dikit-dikit sok cool, galak, cuek. Kan gue jadi kikuk banget tadi."
"Tadi?"
"Iya, dia didalem lagi nungguin Jeressa."
"Gosipnya bener ya?" Gumam Boby seraya menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Inget! Baranya yang gatel bukan Jeressanya."
"Heleeh, dulu aja muji-muji ganteng, pangeran berkuda putih. Sekarang sensi banget! Cemburu ya karena yang dideketin Jeressa, bukan lo?"
"Hati-hati ya kalo ngomong!" Ujar Wendelyn seraya memukul lengan Boby lumayan kencang. "Gue cuma nggak mau aja Jeressa dicap pelakor, lo tau 'kan? Kalau ada gosip Naura sama Bara bakalan tunangan?"
"Hm, pokoknya kalo ada apa-apa kita maju paling depan."
"Harus!"
**
Suara dering berasal dari ponsel Bara membuat Jeressa yang sudah terjun kealam mimpi menjadi sadar kembali lalu samar-samar mendengar suara yang memang sudah dia hafal akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLITUDE
Fanfiction║Follow u/ update info dan cerita baru. ║Cover by Monolatte ║✎ Feb 2021 ║DILARANG MEM-PLAGIAT !!! ********************** Jeressa, perempuan yang mengaku takut akan kesendirian juga kesepian justru memutuskan untuk hidup sendirian. Mencoba abai da...