Bingkai Empat Belas

433 64 27
                                    

Dengan perasaan yang tak karuan, Naura menguping pembicaraan ayah Bara bersama kakeknya. Tidak biasanya Irwan mengajak bertemu terlebih dahulu, tapi kali ini bahkan laki-laki paruh baya itu rela meninggalkan pekerjaannya demi bertemu kakeknya.

"Kamu anggap ini main-main Wan?" Kelakar Herlan, meskipun usianya jauh lebih tua, namun suaranya terdengar lebih lantang dibandingkan Irwan.

"Justru kalau saya biarkan, Saya takut Bara tidak serius dan malah menyakiti hati Naura. Saya harap ada cara lain untuk membalas kebaikan almarhumah."

"Saya tetap menginginkan perjodohan."

"Saya tidak bisa pa, kebahagiaan anak saya yang utama. Bara juga sudah punya pilihannya sendiri."

"Cucu saya cinta sama anak kamu Wan, saya nggak bisa lihat dia sedih."

"Justru itu pak Herlan, Naura akan semakin terluka jika bersama Bara. Saya nggak bisa menjamin kalau nantinya Bara bisa berlaku baik sesuai kemauan Naura sedangkan Bara tidak bisa menerima ini semua."

"Cobalah kamu bujuk Bara lagi." Keukeuhnya.

"Pak," sela Irwan, merasa kesal dan jengah juga ketika Herlan seakan memaksa tanpa memikirkan orang lain, dirinya egois. "Saya yakin anda orang yang baik dan bijak. Tapi anda tidak bisa memaksa kehendak anda seperti itu. Saya memikirkan perasaan anak saya, bagaimana jadinya kalau perjodohan ini tetap berlangsung dan Bara tidak bisa menerima Naura? Naura juga yang akan terluka nantinya."

Biarlah, rasanya Irwan sudah tidak peduli jikalau nanti kakek Naura itu murka, yang pasti dia sudah mengatakan apa yang selama ini mengganjal dibenaknya.

"Saya tidak akan pernah lupa tentang kebaikan Diana. Tapi saya mohon dengan sangat, semoga pak Herlan mau memikirkannya lagi dan saya harap ada cara lain untuk saya membalas budi, - saya permisi."

Herlan terdiam, bahkan tidak menanggapi Irwan yang pamit pulang. Perasaannya kembali gundah memikirkan perkataan Irwan namun ada cucu satu-satunya yang harus dia jaga dan amat sangat dia sayangi.

Lamunannya tersadar ketika Naura muncul dari persembunyiannya dan langsung mencerca kakeknya dengan berbagai pertanyaa.

"Kakek nggak akan nurut begitu aja kan? Kakek akan tetap mengajukkan perjodohan kan kek?" Tanyanya risau, Naura mendudukkan dirinya disebelah kakeknya yang tadi sempat termenung.

"Pada dasarnya kita tidak berhak meminta perjodohan, itu hak orang lain, sayang..." Katanya lirih, antara harus mengungkapkan tapi takut cucunya terluka. Sebenarnya, dari awal Herlan setengah hati menuruti permintaan cucunya, ia merasa bahwa apa yang dilakoninya itu tidak benar. Dia membohongi orang lain hanya untuk membuat cucu satu-satunya terpenuhi keinginannya.

"Kakek tega sama aku? Aku nggak mau yang lain! Aku mau Bara, titik!"

"Banyak yang lebih dari Bara, kalo kamu mau kakek jodohkan sama anak kenalan kakek,.... nggak baik kita seperti ini."

"Kalau Kakek nggak mau bantuin aku, mendingan aku nyusul mama sama papa."

"NAURA!"

"Kakek nggak sayang lagi sama Naura."

Sadar dirinya membentak Naura, rasa semakin tak tega menyeruak dalam dirinya. Dia hampiri Naura kemudian memeluknya. "Kakek sayang sama kamu, kamu cucu kakek satu-satunya."

"Kalo gitu kake harus turuti kemauan aku."

Dengan berat hati dan dilandaskan rasa kasih sayang kepada Naura, Herlan mengiyakan. "Iya. Nanti kakek cari cara."

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang