Bingkai Delapan Belas

260 52 7
                                    

Memiliki seorang Xabara Axelindo adalah impian Naura. Lelaki yang pernah membantunya dan tersenyum ramah kepadanya saat dibangku SMP itu sukses membuat dirinya cinta setengah mati.

Waktu itu, Bara hanya menolong Naura ketika perempuan itu terjatuh, mengulurkan tangannya seraya bertanya apakah ada yang terluka? Dan Naura mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Jawabannya itu mendapatkan satu senyuman dari Bara.

Bara tidak pernah tau jika pertolongannya untuk Naura waktu itu dapat membuat perempuan itu memandangnya dengan tatapan memuja setiap saat. Dan sejak saat itu, Naura seolah enggan tertinggal sedikitpun, kemanapun Bara pergi, Naura akan selalu mengikuti, termasuk berada di sekolah juga kampus yang sama.

Apapun yang dapat mendekatkan dirinya dengan Bara, akan dia lakukan. Apapun itu.

Naura kini tengah duduk dimeja makan. Menyantap makan malamnya dengan hening bersama kakeknya.

Seperti biasa, tak ada obrolan sepanjang kegiatan mereka menikmati makan malam. Naura hanya akan berbicara seadanya, juga berbicara panjang lebar jika itu menyangkut persoalannya dengan Bara.

"Kamu nggak macem-macem kan dengan gadis itu?" Tanya Herlan, dan Naura tahu maksud dari kalimat 'gadis itu'.

"Kemarin Naura ajak dia ketemu." Akunya membuat Herlan berhenti menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

"Kakek nggak mau kamu bertindak sesuka hati kamu seperti dulu."

Naura pernah melakukan kesalahan. Cemburu melihat Bara bercengkerama dengan gadis lain membuat emosinya tersulut. Dan tanpa pikir panjang,  perempuan itu mengambil langkah yang gegabah dengan mencelakai orang itu.

"Please deh Kek, aku cuma minta dia jauhin Bara. Itu aja. Lagian aku juga udah janji kan? Nggak akan berbuat macam-macam."

Herlan menyudahi makannya namun tak langsung beranjak dari sana. Dia sempatkan berbicara sebentar dengan Naura. "Kakek nggak mau kamu gegabah sampai mencelakai orang lain lagi."

"Ck! Aku udah bilang enggak."

"Bagus kalau begitu." Herlan mengangguk-aggukan kepalanya. "Kakek harap kamu benar-benar menepati janji kamu. Kalau nanti kamu bertindak gegabah lagi, kakek akan batalkan perjodohan."

"Kakek ngancem aku?"

"Hanya peringatan bukan mengancam." Katanya dan berjalan meninggalkan Naura yang menahan kesal.

Herlan, lelaki tua itu menyayangi cucunya namun juga menyayangkan akan sikapnya. Kehilangan kedua orangtuanya membuat Naura hilang arah dan juga egois. Segala hal yang ia mau harus bisa Herlan turuti, termasuk mendapatkan seorang Bara. 

Dimalam yang sama namun tempat yang berbeda.

Di hadapan Jeressa saat ini, tersedia satu piring indomie goreng dengan toping pakcoy juga cabai rawit yang menggoda. Sejak perjalanan pulang tadi, Jeressa tak berhenti berbicara pada dirinya sendiri untuk memasak indomie setelah sampai di apartement. Dan niatnya itu kini telah ia realisasikan.

Dan belum sempat Jeressa menyuapkan makanannya, ponselnya berdering. Memunculkan notif pesan pada room chat group dirinya bersama kedua sahabat gilanya.

Rupanya Wendelyn yang memulai sebuah obrolan, perempuan blasteran itu memohon kepada Jeressa agar dirinya diberi izin menginap di apartementnya.

Sebab ia menginap adalah karena Wendelyn menggunakan kartu kredit ayahnya dengan jumlah yang lumayan besar. Membuat ayahnya murka dan mau tak mau Wendelyn kabur dari rumah untuk menghindar dari amukan sang ayah.

Meskipun ikut kesal dengan perilaku Wendelyn yang selalu tak bisa menahan godaan, Jeressa tetap mengizinkan sahabatnya itu menginap, namun dengan syarat kedatangan Wendelyn tak boleh lewat dari jam sepuluh malam.

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang