Bingkai Tiga Belas

405 74 15
                                    

Dua orang yang tengah membuat chiffon pandan itu hanya diam mengerjakan apa yang diperlukan saja, berbicara sekenanya, dan juga menjawab sekenanya. Ini adalah kali pertama dimana Jeressa menerima ajakan ibu sambungnya untuk membuat kue, padahal jika mengingat masa-masa yang sudah lewat, perempuan itu selalu menolak hal apapun yang ditawarkan oleh Kirana.

"Selain keju, kamu suka apa lagi?" Tanya Kirana yang tengah menuangkan adonan pada loyang, berharap jika basa basi ini bisa mencarikan suasana mereka.

"Coklat, tapi gak terlalu."

"Cheese cake blueberry kamu suka?"

"Suka." Jawabnya yang kemudian kembali hening, bahkan hampir tak ada lagi percakapan diantara mereka.

Jeressa sibuk memainkan ponselnya saat dirasa sudah tidak ada lgi yang bisa ia lakukan, bahkan sedari tadi dia mendesah pelan ketika papanua juga adiknya tidak kunjung tiba, padahal tadi ijinnya hanya keliling komplek sebentar, nyatanya dari proses pembuatan kue sampai chiffon itu hampir matang mereka belum juga tiba.

Kalau begini, sudah pasti Jeressa menduga bahwa ini hanyalah akal-akalan papahnya.

"Ruby," panggil Kirana dengan suara yang lembut.

"Ya?"

"Em.. ma-tante boleh minta tolong berikan ini ke bu Ana?"

"Tante Liliana?"

"Iya." Jawabnya, lalu Jeressa mengangguk dan setelahnya merima uluran tangan Kirana yang membawa satu kotak berisi chiffon.

"Yang dua itu?" Tanya Jeressa ketika melihat Kirana mengambil dua chiffon lagi.

"Yang ini buat bu Maria sama bu Ria, tapi tante aja yang kasih, kamu anterin punya bu Ana aja."

"Ok."

"Makasih ya."

"Iya."

Meskipun masih belum sepenuhnya membuka hati, tapi percayalah bahwa bantuan Jeressa itu tidak dibuat-buat ataupun terpaksa, dia benar-benar tulus membantu ibu sambungnya itu.

Jeressa berjalan dengan santai, melewati satu dua sampai tiga rumah hingga akhirnya sampai di depan rumah tanpa pagar dengan tembok bercat perpaduan coklat tua dan putih gading. Sebelum masuk, Jeressa sempat melihat-lihat sebentar tanaman yang ada di halaman rumah itu, menganggumi dan memuji betapa rajinnya sang pemilik rumah merawat dan menanam tanaman-tanaman itu.

Menyudahi cuci mata dengan tanaman, Jeressa mendekati pintu rumah yang sepertinya sedikit terbuka seraya berdoa didalam hati agar lelaki yang berusaha dia hindari tidak ada dirumah, namun sepertinya tuhan mau mengujinya , dimana perempuan itu berkali-kali mengucapkan salam namun tidak ada jawaban, sehingga Jeressa akhirnya memutuskan masuk lalu mendapati lelaki yang sedang dia hindari, Liliana dan lelaki paruh baya yang baru pertama kali Jeressa lihat.

Awalnya Jeressa hanya diam, ingin menyela namun rasanya tidak sopan, sampai akhirnya dia pelan-pelan mendekat kearah mereka, lalu mendengar Bara menyebut nama dirinya dan juga menunjuk dirinya.

"Dia, pacar Bara," lelaki itu mengatakan dengan tenggorokan yang terasa tercekik, "Jeressa Aruby." Katanya lagi, lalu menatap Liliana yang seakan meminta penjelasan pada anaknya itu.

"Jeressa pacar Bara, ma. Maaf kalau kemarin nutup-nutupin." Pernyataan yang membuat perempuan yang masih berdiri canggung itu membelalakkan matanya tak percaya.

"Pacar??" Gumamnya. "Ini maksudnya apa?

***

Liliana membawa kue yang Jeressa bawa lalu meletakkannya diatas meja makan. Wanita paruh baya itu menoleh kearah Jeressa dengan senyuman yang tidak luntur sedari tadi, "Ekhem, tante keatas dulu ya. Kalian ngobrol aja nggakpapa, kita nggak akan ganggu."

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang