Bingkai Empat

479 88 17
                                    

"Sepuluh menit lagi Aruby sampai." Katanya lalu memutuskan sambungan telfon itu.

Dengan gerakan cekatan, Jeressa memasukkan buku juga dompet yang tergeletak di meja makan kantin, setelahnya meminum es teh manisnya sampai tandas lalu bangkit berdiri. "Gue cabut duluan ya, kita jalannya kapan-kapan aja atau besok."

"Yah... kok PHP sih." Ujar Boby.

"Papa gue ke apart bob, sorry yah.. ganti besok aja nontonya. oke?"

"Yaudah, hati-hati nyetirnya. Salam buat papa lo." Kata Wendelyn dan Boby menimpali.

"Hm.. bye."

Dengan sedikit tergesa meskipun tak buru-buru, Jeressa berjalan seraya tangannya merogoh tasnya untuk mencari kunci mobil, kepalanya juga ikut menunduk ketika tangganya tak menemukan kunci yang dicari. Sesekali Jeressa melihat kedepan , memastikan agar tak ada penghalang atau menabrak sesuatu, namun ketika Jeressa sudah memastikkan dan kembali menunduk, selang beberapa detik justru dia menambrak seseorang, membuat dirinya otomatis terjatuh begitu saja.

Jeressa mengaduh, kemudian melihat kearah depan yang sialnya ternyata ada satu belokan jalan disana, Jeressa hanya memastikkan jalanan didepannya tanpa tau ada jalan lain yang bisa saja ada orang yang muncul dari sana dan menabrak dirinya.

Mendesis sakit seraya memegang pinggulnya, tiba-tiba satu tangan terulur, membuat Jeressa mendongak seketika.

"Bangun." Katanya singkat, dan tanpa menyambut uluran tangan itu, Jeressa bangun dengan sendirinya. "Ck!" Decak lelaki itu saat Jeressa enggan mengulurkan tangan.

"Lo..." Panggil Bara ketika melihat Jeressa berjalan begitu saja.

"Lo manggil gue?" Jawabnya seraya membalikkan badan

"Ya, kan lo doang yang ada disini."

Jeressa mendesah pelan, "kalau mau say sorry, udah gue maafin, gue tau lo nggak sengaja." Katanya dengan percaya diri.

Bara menaikkan alisnya, kemudian berkata dengan raut wajah datar. "Gue nggak salah, kenapa harus minta maaf? Bukannya lo yang jalan nggak pakai mata."

Jeressa berdehem sebentar, menahan rasa malu-sedikit, karena dia tahu, disini dia yang salah, dan harusnya tadi dia tidak mengucapkan kalimat itu. "Terus ngapain tadi manggil? Nyuruh gue minta maaf?"

Bara masih diam, tak menjawab pertanyaan Jeressa sama sekali. "Oke, gue minta maaf jalan nggak pake ma-" Bara sedikit maju kedepan, menelisik kembali wajah Jeressa, membuat perempuan itu menghentikkan kalimatnya. "Ngapain lo? Jangan macem-macem ya?!"

"Sebelumnya kita pernah ketemu?"

Jeressa mengernyit heran, pasalnya pertanyaan lelaki didepannya itu sangat amat retorik, jelas-jelas memang mereka sudah pernah bertemu. "Pernah."

"Dimana?"

"Di kafe Lotus, waktu Wendelyn sama Jayden berantem, di tam-"

"Jauh sebelum itu." Bara menyela, "Sebelum kita ketemu dikampus atau dikafe itu."

Jeressa makin mengernyitkan dahinya, menatap Bara bingung. "Gue rasa nggak pernah." Jawabnya. "Maksudnya, kita memang sekampus, tapi sejauh ini gue yang kadang liat lo sekilas, baru akhir-akhir ini aja kita ketemu muka sama muka, kenapa emangnya?" Tanyanya penasaran.

Bara sedikit mengangguk, "oke." Kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Jeressa yang menatapnya tak percaya.

Eh...? oke doang?

"Sialan tuh anak, buang-buang waktu gue aja. Nggak jelas!"

***

Jeressa menekan sandi pintu apartemennya, dan ketika memasuki ruangan, pandangan pertama yang tertangkap oleh netranya adalah ayahnya yang saat ini tengah menata sesuatu di lemari pendingin. Lelaki paruh baya itu sadar akan kehadiran putrinya, kemudian melemparkan senyum seraya bertanya, "kamu udah makan?"

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang