Bingkai Dua Puluh

138 25 2
                                    

Ada kalanya Jeressa merasa kesepian, namun juga ada kalanya dia ingin sendiri.

Ada pula kalanya rasanya ingin marah, tapi Jeressa sadar, bahwa kehidupannya jauh lebih baik dari orang lain diluar sana.

Jeressa sadar bahwa dirinya beruntung memiliki pengganti ibu yang sayang juga mengerti akan dirinya, tapi sayang seribu sayang, hati dan egonya masih tertutupi dengan rasa bahwa ibunya tak boleh tergantikan oleh siapapun, tanpa menyadari bahwa dirinya juga ayahnya perlu melanjutkan kehidupan yang baru.

Dirinya sekarang tengah membuka album foto yang sampulnya masih terlihat bagus, ia sempatkan sebentar untuk mengenang kenangan yang lalu sebelum beranjak untuk pergi ke kampus.

Senyum tipis bercampur sedih terukir dibibirnya. Melihat foto ayahnya tersenyum dan menatap ibunya begitu dalam, membuat Jeressa sadar bahwa sampai kapanpun ibunya tak akan tergantikan meskipun hadirnya seorang Kirana.

Remania Hastari, dia punya tempat tersendiri di hati Handanu.

Jeresse mengehla nafasnya sebentar, kemudian menundukkan wajahnya dengan album itu sebagai tumpuannya. Ingatannya kembali pada pembicaraan lampau dirinya bersama Wendelyn.

'Lo nggak akan pernah nemuin waktu yang tepat kalau hati lo gak dipaksa. Jangan sampai lo kehilangan sosok ibu untuk kedua kalinya. Buka hati dan pikiran lo, buang jauh-jauh ego lo, terima dengan lapang. Gue yakin lo akan  ersyukur punya tante Kirana dihidup lo.'

Sahabatnya yang satu itu, tak pernah lepas untuk memberitahunya bahwa penyesalah selalu datang diakhir waktu.

***

"Boooobyyyyyyyyyyyyyy. Kurang ajar lo ya!" Teriak Wendelyn dengan kencang, membuat orang-orang yang ada disana mengalihkan atensinya pada Wendelyn yang tengah murka kepada Boby. Hingga tak sedikit dari mereka yang menyaksinya berdecak kesal, bahkan mengatakan kalau tingkah Wendelyn adalah aksi caper.

"Jangan kenceng-kenceng Lyn, pada liatin lo tuh." Tegur Jeressa yang tengah menikmati semilir angin yang berasa dari pepohonan taman.

"Bodoamat." Kesalnya seraya membersihkan bajunya yang basah akibat ulah Boby.

"Sorry-sorry, asli nggak sengaja." Maafnya tapi tetap saja tertawa melihat wajah Wendelyn yang kesal. "Jangan marah dong, gue kan nggak tau kalau videonya ngagetin."

"Dan lo nyemburnya nggak kira-kira!!"

"Udah ih marah-marah mulu, mendingan disembur gue apa mbah dukun?" Wendelyn menatap tajam pada Boby. Disaat dirinya kesal, lelaki itu justru asik mengajaknya bercanda. "Iya iya sorry."

"Gue nggak bisa lama-lama ya." Kata Jeressa.

"Boleh ikut main nggak sih?" Tanya Wendelyn yang masih sibuk membersihkan bajunya.

"Ke??"

"Kerumah bocap lo lah, sekalian pingin liat Arisha. Siapa tau juga bisa ketemu sama nyocapnya Bara." Katanya seraya menaik turunkan kedua alisnya.

"Dih??" Respon Jeressa tak habis pikir.

"Canda, nggak usah cemburu gitu dong." Ujar Wendelyn.

"Paansih!"

"Jadi gimana nih?" Tanya Boby. "Kalau nggak ada agenda gue balik. Tidur."

"Lo mah kebo Bob, tidur mulu. Banyakin aktivitas dong." Sungut Wendelyn.

"Siapa ya? Kok anda ngatur?" Jawabnya menuai decakan kesal dari Wendelyn.

"Heran gue, lo berdua bisa diemnya kalau lagi tidur doang ya?!" Kesal Jeressa. Kedua sahabatnya itu memang selalu berhasil membuat kepalanya pening. "Gue bilang tante Rana dulu deh, nggak enak kalau tiba-tiba bawa lo berdua." Putusnya dan segera menelfon orang yang dimaksud.

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang