Bingkai Satu

903 114 17
                                    

Jeressa Aruby memandang nanar kearah jendela yang menampakkan terik sinar matahari- selalu sama, pagi yang datang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Nyatanya, meskipun tahun sudah berganti tiga kali dan sekarang dirinya menginjak semester enam, tidak banyak yang berubah dalam hidupnya selain ia tumbuh menjadi gadis yang lebih kuat dan mandiri.

Kakinya menuruni ranjang, tangannya bergerak untuk menguncir asal rambutnya yang terlihat berantakan seperti rambut singa. Jeressa melangkah gontai saat hendak mengambil handuk, lalu dengan sedikit malas bergegas membersihkan diri mengingat jam mata kuliahnya sebentar lagi tiba.

Jeressa bukan tipikal orang yang suka berlama-lama dalam kepengapan kamar mandi hanya untuk memanjakkan diri. Sepuluh menit atau lebih sedikit, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya terlihat lebih fresh. Dimana langkah selanjutnya yaitu membaluri tubuhnya dengan body lotion, lalu mengenakan setelan baju yang simple, dan step terakhir adalah memoleskan beberapa skin care dan make up tipis yang natural.

Rambutnya? Percayalah, bahwa Jeressa jarang sekali menyisir rambutnya. Dia hanya merapihkan rambutnya menggunakan sepuluh jarinya.

"Ya, Lyn??" Sapa Jeressa ketika mengangkat panggilan dari Wendelyn-Sahabat perempuan satu-satunya yang akrab dipanggil Delyn.

"Lo masih di apart?"

"Yups, kenapa?"

"Ah..., baguslah. Tolong bawain gue dua pembalut sama celana jeans lo dong Je. Tamu bulanan gue dateng, sekarang gue di toilet."

"Kasian banget" Jeressa terkekeh. "Kenapa nggak beli dulu di minimarket kampus?"

"Bocor cuy! Gue juga lupa bawa outer."

"Bukannya lo punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi?? biasanya cuek sama pandangan orang lain??" Kekehnya.

"Please deh! Buat yang ini kasusnya beda Jeressa Aruby!"

Jeressa tertawa mendengar nada bicara Wendelyn yang sudah kesal, "kalo bulanan dateng sensitif banget sih lo!"

"Lo juga ya! Fyi, semua perempuan! Nggak usah banyak ngomong lagi deh! Cepetan!!"

"Galak banget yang minta tolong. Santai, ini gue siapin kebutuhan lo."

Kembali menuju walk-in closet-nya, Jeressa mengambil satu buah celana jeans sesuai yang Wendelyn mau, lalu tidak lupa dua pembalut berukuran tiga puluh lima senti. Jeressa yakin, period hari pertama pasti sedang deras-derasnya.

***

"Banyak Lyn?"

"Lumayan," Teriak Wendelyn dari dalam toilet, tapi tidak terlalu keras.

"Buruan Lyn, kelas kita mulai lima menit lagi."

"Ck! Lo pikir pasang posisi pembalut biar pas itu gampang? Lo aja baru dateng dua menit yang lalu!" Tentu saja itu membuat Jeressa menahan tawanya. Ah... Wendelyn memang serandom itu saat menstruasi, omongannya melantur.

"Lebay banget sampai mikirin posisi pembalut," gumamnya dan kemudian tawanya tak lagi bisa ia tahan.

"Lo ngetawain apa, huh?"

"Nope. Buruan Lyn!"

Jadi..... dimulai dari sebuah pertemuan konyol enam tahun yang lalu,

Seorang Jeressa Aruby yang tengah mengenakan seragam sekolah menengah atas, terlihat lari tergesa. Menghindari sesuatu dengan peluh yang membanjiri dirinya hingga warna pucat menghiasi wajahnya. Dia berusaha agar cepat sampai dirumahnya ketika seekor anjing berjenis akita inu tengah lari mengejarnya.

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang