Bingkai Dua Puluh Satu

209 33 19
                                    

Sudah lima hari Jeressa menginap di rumah ayahnya, dan sekarang Handanu sudah kembali dari perjalanan dinasnya.

Saat ini, ayah Jeressa itu tengah mengerjakan sesuatu diruang kerjanya, namun alih-alih menyelesaikan pekerjaannya, pikirannya saat ini justru tiba-tiba teringat akan Jeressa.

Melihat foto Jeressa dan mendiang istri pertamanya membuat ingatannya kembali pada waktu itu. Waktu dimana Jeressa mengungkapkan ingin sekali bertemu dengan sang penerima donor dari jantung Remania.

Sebenarnya, tanpa Jeressa mintapun dia akan tetap mencari tahu keberadaan penerima donor itu. Tapi entah kenapa rasanya sangat sulit untuk mencari keberadaanya.

Dia sudah berulang kali bertanya dan memastikan ke pihak rumah sakit, terutama bagian administrasi bahkan kepada dokter yang menangani pencangkokan itu, tapi nihil. Pihak rumah sakit seolah berat memberi data dan dokter pun seakan menutupi keberadaannya.

"Mas.." Panggil Kirana ketika sudah masuk kedalam ruang kerja suaminya. "Udah malem loh."

Kirana berjalan mendekati suaminya, lalu menarik kursi dan duduk disebelahnya. "Kenapa mas? Ada masalah kerjaan?"

"Nggak ada."

Handanu menghela nafasnya kasar, lalu menatap kearah Kirana. "Bukan soal pekerjaan, aku cuma lagi mikir soal data penerima donor yang sulit dicari."

"Mas..." Kirana mengusap bahu Handanu dengan iba, dia tahu betul perjuangan suaminya untuk mencari tahu keberadaan penerima donor itu, yang mana selalu mendapatkan hasil yang nihil.

Handanu memijit pelan pelipisnya, "Aku merasa dipersulit. Juga dokter Rio yang sepertinya menyembunyikan sesuatu. Aku nggak minta jantung itu kembali Kirana, aku cuma minta waktunya agar Aruby bisa ketemu. Itu aja."

Kirana raih tangan Handanu dan mengusapnya pelan. Dia berusaha menenangkannya sebisa mungkin. "Mas, aku yakin nanti kita bisa temuin orang itu. Nanti kita cari tau lagi sama-sama ya? Sekarang istirahat dulu, sudah jam sebelas lewat, kamu juga baru pulang tadi siang."

"Hm, Arisha nyenyak tidurnya?"

"Tadi sempat kebangun, tapi sekarang udah pulas lagi."

"Aruby?"

"Aruby tidur sama Arisha."

Handanu mengangguk, kemudian menepuk tangan istrinya yang bertumpu dipunggung tangannya, lalu beranjak dari sana.

"Nanti coba kita ke rumah sakit lagi." Katanya sambil berjalan keluar ruangan.

***

Sabtu siang, dan sekarang Jeressa sudah pulang dari kediaman ayahnya. Jeressa baru saja sampai di apartement sekitar 10 menit yang lalu. Dan yang mengantarnya pulang adalah Bara. Lelaki itu mengantarnya dengan dalil.....

"Gue yang antar lo kerumah bocap lo, jadi gue juga yang harus anter lo balik. Nggak ada penolakan Jeressa, gue maksa."

Dan berakhirlah Bara mengantarnya. Bahkan saat ini lelaki itu masih berada di apartement Jeressa.

"Nggak main Bar?"

"Ini lagi main."

"Maksudnya main sama Tristan, Kenzo. Sama temen-temen lo yang itu."

"Oh.. ada janji kok nanti malam. Kenapa? Mau ikut?"

"Enggak, gue cuma nanya."

"Kalau mau ikut juga nggakpapa, ada Lula, Teressa, Leona."

Jeressa menggeleng pelan. "Nggak Bar. Gue di apart aja, mau istirahat."

Jeressa menjawabnya dengan pelan, dia pun merasa bahwa dirinya belum terlalu akrab dengan teman Bara, jadi buat apa dirinya ikut? Dia tidak mau mati kutu ataupun merasa asing sendirian.

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang