"Kenapa lo? Kayak abis lihat setan aja?" tanya Rea penuh keheranan pada sahabatnya.
"Emang. Udahlah ayo makan!" Dengan nafas yang masih memburu Qia menarik kedua tangan sahabatnya.
"Iih! Qia lihat hantu di mana?" tanya Carra penasaraan meski sebenarnya takut juga, terbukti dengan cara jalan anak itu yang mendekat ke arah Qia.
Qia tidak menjawab apapun, dia hanya terus menarik kedua tangan sahabatnya. Mengabaikan segala tanda tanya pada keduanya.
"Kalian beli mie ayam, biar gue yang beli es teh manisnya," titah Qia yang diangguki Rea dan Carra tanpa bertanya lebih lanjut. Bahkan mereka sebelumnya tidak mendiskusikan menu apa yang akan mereka makan, tiba-tiba saja Qia yang menentukan.
Setelah kedua sahabatnya berlalu Qia pun melipir ke arah penjual es teh manis, yaitu mang Ujang.
"Mang tiga ya!" pesannya tersenyum manis.
"Siap neng!" sahut mang Ujang dan mulai membuat pesanan Qia dan pesanan yang lain juga.
"Beli es teh juga Aqia?"
Qia menolehkan kepalanya dengan cepat, tepat di sampingnya Hega berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana. Ganteng sih, tapi punya orang.
"Iya," balas Qia singkat kembali menatap ke depan.
Beberapa menit berlalu pesanannya pun telah dibuat, ia pun mengambil nampan berisi tiga es teh manis. Ketika hendak beranjak dari sana langkahnya dihadang oleh Hega.
"Teman-teman kamu di sana," ujar laki-laki itu menunjuk ke arah meja yang sudah ditempati oleh sahabatnya dan sahabat Hega.
"Si kampret! Kenapa juga mereka harus duduk di sana?" kesal Qia dalam hatinya. Dengan penuh kekesalan Qia berjalan ke arah meja itu, diikuti oleh Hega di belakangnya.
"Gue makan di ruang OSIS. Ini minum kalian." Perempuan dengan rambut dikuncir satu itu meletakkan dua gelas es teh manis dan sebagai gantinya mengambil satu mangkuk mie ayam.
"Dia kenapa?" tanya Rasya yang mendapat gelengan baik dari Carra ataupun Rea.
"Enggak tahu, dari dia disuruh Pak Fendi buat ke Laboratorium terus baliknya mukanya kayak habis lihat setan," ujar Carra.
Hega terus menatap punggung sempit Qia yang kemudian menghilang dibalik belokkan koridor. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dari perempuan itu, tidak biasanya Qia secuek itu padanya. Hega menggelengkan kepalanya, sejak kapan ia jadi memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Otaknya mulai geser sepertinya.
Sedangkan Qia memasuki ruang OSIS dengan perasaan kesal. Bahkan Kresna, Jade, Gio dan Tasya sampai keheranan dibuatnya. Tidak biasanya si sekretaris OSIS datang dengan wajah ditekuk.
"Kenapa Qi?" tanya Kresna menaikkan satu alisnya.
"Enggak papa, laper. Kalian udah makan?"
"Udah," sahut semua. Qia mengangguk lalu duduk dan mulai menyantap mie ayamnya dengan terburu-buru.
"Santai aja Qi, enggak ada yang minta kok," celetuk Gio berusaha mencairkan suasana mendung pada hati Qia. Tapi, sepertinya usahanya gagal sebab Qia tidak menanggapi apapun membuat Gio meringis malu.
Tidak lama dari itu pintu ruang OSIS diketuk, membuat semua pandangan tertuju ke arah pintu kecuali perempuan yang sedang fokus makan itu.
"Masuk!" Kresna menjadi orang yang mempersilahkan masuk.
Pintu kayu terbuka menampilkan seorang laki-laki dengan seragam olahraga yang basah karena keringat. Laki-laki itu tersenyum ramah, sebelum akhirnya membuka suara, "Siang kak, kak Qianya ada?" tanyanya sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IK HOU VAN JOU [Selesai]
Teen FictionPerihal cinta dalam diam yang disimpan rapi oleh Aqia Kirania Beatarisa. Tapi, siapa yang tahu jika kesialannya di hari itu membuat perasaannya ternyata terbalaskan. "Senja dan kamu jelas berbeda, apalagi jika menyangkut kesukaan. Kamu lebih saya...