24. SALAH SASARAN

21 5 31
                                    

"Sialan Sofyan." Rea mengumpat dengan netranya yang terus menatap layar ponselnya, menampilkan sebuah tweet dari Sofyan. Di mana isi tweet tersebut adalah foto seorang cewek yang Rea sama sekali tidak tahu namanya.

Harusnya sejak awal memang dirinya tak perlu susah-susah mengaku perihal perasaannya pada manusia buaya seperti Sofyan. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari Sofyan selain dicampakkan setelah mendapat yang baru?

Rea menghela nafasnya panjang, mengisi rongga pernafasannya yang terasa tercekat entah oleh apa. Tangannya yang bebas mengepal di sisi tubuhnya, siap meninju apa saja tapi lebih ingin meninju wajah sok tampan milik Sofyan.

"Loh Re, belum pulang?" Kedatangan kak Tia yang baru saja mengunci pintu kafe membuat kesadaran Rea seperti direnggut kembali. Tangan kanannya bergerak memasukkan ponsel ke saku hoddie, mencoba untuk terlihat ramah dengan tersenyum.

"Ini lagi nunggu rada redaan dikit kak," balasnya. Kak Tia menatap ke sekelilingnya yang memang masih gerimis, sisa hujan hebat tadi sore.

"Oalah gitu, nggak sama Sof-"

"Eh, Rea duluan kak." Pamit cewek itu menarik tudung hoddienya lantas berlari di bawah rintikkan hujan, meninggalkan pertanyaan menggantung dari kak Tia yang Rea tahu kemana arahnya.

Kakinya terus ia bawa berjalan melewati rintikan hujan serta hawa dingin yang menusuk tulangnya. Dengan terus menunduk cewek itu berjalan, menyembunyikan wajah lelah dan marahnya. Karena terlalu fokus pada jalannya Rea tidak menyadari akan kehadiran sosok manusia di depannya, yang memang sengaja berdiri di sana.

Brugh

"Akh! Sia-" Umpatannya menggantung ketika melihat siapa sosok manusia yang ia tabrak.

"Lan." Sosok tersebut melanjutkan umpatan Rea sambil tersenyum.

"Kenapa sih lo? Kayak lagi lari dari rentenir," lanjutnya bertanya.

"Gara-gara temen lo sialan!" balas Rea dalam hati tentunya.

Karena yang bisa ia katakan hayalah. "Bukan urusan lo." Rea menatap tajam cowok di depannya.

"Kalem Re kalem, lagian kok lo nggak sama buaya cap kaki tiga?" tanya cowok itu tidak ada takut-takutnya. Padahal di depannya adalah seorang Rea yang siap meninju wajahnya saat itu juga. Karena, Rea yang sedang dalam mood yang buruk akan sangat fatal apabila ada yang mengajaknya basa-basi. Seperti Bagas, sekarang.

"Gue bilang bukan urusan lo." Tekan Rea pada setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Ya Allah Re-"

"Minggir atau gue pukul wajah lo?" potong Rea mengancam. Kedua tangannya sudah mengepal kuat di sisi tubuhnya dan hal itu tidak luput dari pandangan seorang Bagas.

"Pukul gue sekarang," Bagas menepuk pipi kanannya menantang. "Pukul gue kalau itu bisa buat lo merasa lebih baik," lanjut cowok itu tidak ada keraguan sama sekali di wajahnya. Sedangkan Rea hanya terdiam, memalingkan wajahnya dari Bagas.

"Kenapa kok diem? Pukul Re, kalau itu bisa buat lo merasa lebih baik. Gue udah merelakan wajah tam-"

"Gue ganteng banget nggak sih Re? Harusnya gue jadi cast terlalu tampan, bukan Arie Kriting,"

"Ari Irhan, bodoh!" Rea menimpali kesongongan seorang Sofyan. 

"Iya itulah gue nggak peduli. Tapi, gue tampan kan Re?"

"Ganteng nggak gue Re?"

"Berisik Sofyan, gue lagi kerja."

"Ya jawab dulu gue ganteng kan?"

IK HOU VAN JOU [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang