26. CORPSE

21 6 27
                                    

Hega berjalan dengan santai di koridor sekolah, namun hal itu mampu menarik perhatian sebagian orang di sana, memandangnya tanpa berkedip. Namun, Hega tetaplah Hega cowok yang menggunakan celana basket dan kaos hitam polos itu tetap abai dengan sekitarnya. Dia hanya akan menoleh lalu mengangguk jika ada yang memanggil namanya. 

Langkahnya ia belokkan ke arah perpustakaan. Setelah menyapa petugas perpustakaan, dirinya pun berjalan ke arah meja yang letaknya di paling belakang, jauh dari jangkauan orang lain. Tumpukkan kertas yang sedari tadi cowok itu bawa diletakkan di atas meja. Hega tidak langsung duduk melainkan mencari buku yang sekiranya ia butuhkan. Baru kemudian cowok itu duduk dan mulai membuka latihan soal. 

Kacamata baca beberapa kali ia naikkan saat di rasa turun dari pangkal hidungnya. Buku paket dan buku-buku tebal lainnya ia pelajari, ia buka pula ketika tidak yakin dengan jawabanya.

Suara kertas yang dibolak-balikkan menjadi pengisi keheningan di sana. Ya memang siapa juga yang mau ke perpustakaan di saat acara class meeting berlangsung, belum lagi tempat yang Hega pilih adalah yang paling jarang dijangkau siswa-siswi lain.

Saat sedang serius-seriusnya mengerjakan latihan soal, ponselnya bergetar. Sebenarnya ia tidak peduli, hanya saja itu ayahnya. Mau tidak mau harus diangkat.

"Halo?"

"Hega, laporan yang untuk nanti malam sudah siap?" tanya Djayadi di ujung telepon. Membuat Hega menghela nafasnya. Halo Tuan Djayadi yang terhormat, di mana kalimat sapaan untuk anak anda? 

"Hega sedang mengerjakan latihan soal untuk persiapan Olim." 

"Tahu. Ayah tanya laporan bagaimana? Nanti malam loh Ga."

Hega melepaskan kacamata bacanya, menaruh pensil di atas lembaran kertas yang berserakan di meja. Dan berakhir menyadarkan punggungnya yang terasa kaku pada sandaran kursi.

"Tinggal Hega revisi," balas cowok itu berusaha menahan amarah.

"Ayah tunggu 15 menit ya!"

"Ayah, He-"

'Tuuuut tuuut tuuuut'

Panggilan dimatikan sepihak oleh Djayadi, meninggalkan Hega berserta umpatannya. 15 menit bukanlah waktu yang lama untuk ia merevisi laporan yang baru dirinya kerjakan dua hari lalu.

Dengan kasar Hega menarik laptopnya mendekat. Membuka file berisi laporan yang akan ia revisi. Laporan tentang perkembangan perusahaan cabang milik ayahnya. Iya, Hega sudah biasa melakukan itu. Sudah dari setahun yang lalu ayahnya mencekokinya dengan laporan-laporan yang tentunya sangat tidak cocok untuk anak seusia Hega.

Kenapa Hega tidak menolak? Jawabannya bukan tidak tapi sudah. Hega sudah menolak berkali-kali dengan banyak alasan. Dia juga pernah sengaja tidak mengerjakan laporan itu, hasilnya ia akan dimaki lantas dikurung seharian dalam kamar untuk menyelesaikan laporannya. Ambisi ayahnya memang sebesar itu, bahkan sampai kesehatan anaknya pun laki-laki paruh baya itu abai.

Saat sedang mencari kertas kosong untuk ia gunakan sebagai coretan, cairan berwarna merah pekat menetes mengotori kertas-kertas itu. "Shit.

Cowok itu lantas duduk dengan tegak, membersihkan darah yang berada di sekitar hidung dan bibirnya dengan tisu yang ia ambil dari meja, untung saja perpustakaannya selalu menyediakan tisu di setiap meja.

Hega sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan sambil hidungnya ia pencet, dia juga bernafas melalui mulut untuk beberapa saat, hal ini bertujuan menghindari darah masuk ke tenggorokan. Si ketua klub fotografi menangani itu dengan sangat tenang, memang seharusnya begitu. Lagi pula dirinya sudah hafal cara mengatasinya sebab ini bukanlah kali pertama ia mimisan. 

IK HOU VAN JOU [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang