27. MORE THAN WORDS

25 6 18
                                    

'Tok tok tok!' Suara ketukan pintu yang diikuti oleh suara ibunya yang meminta izin untuk masuk membuat Hega buru-buru keluar dari zoom meeting, tidak perduli dengan ayahnya yang akan mengamuk nanti.

"Hega, are you asleep?" Pertanyaan dengan nada yang lembut itu membuat Hega diam-diam merasa bahagia dalam hatinya. Rasanya sudah lama tidak ada yang menanyakan itu.

Laki-laki dengan kaos hitam dan celana selutut itu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu kamar menjawab pertanyaan ibunya, "Belum, Ibu ingin masuk?" tanya Hega setelah berhasil membuka pintu dan seperti dugaannya, ada sang ibu dengan segelas teh chamomile.

"Hai? Apa Ibu enggak mengganggu?" tanya wanita paruh baya bernama Kinasih. Hega menggeleng sebagai jawaban, lantas mempersilahkan Kinasih untuk masuk ke dalam kamarnya, tidak lupa cowok itu kembali menutup pintunya.

Kinasih meletakan segelas teh tadi di atas meja belajar si anak, dirinya berjalan-jalan ke sekitar kamar, memperhatikan setiap sudutnya yang tetap sama sejak kamar itu ada, hanya beberapa barang yang diganti atau dihilangkan, pun foto-foto yang dulu banyak kini hanya menyisakan satu bingkai foto kecil. Foto 3 orang di mana satu diantaranya memegang satu piala dan mengalungi mendali hasil kejuaraan. Mereka adalah Kinasih, Hega, dan Jingga saat Hega memenangkan Olimpiade Matematika waktu SMP. 

"Diminum Ga tehnya," titah si ibu. Hega yang sedari tadi memperhatikan ibunya pun hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Sebelum akhirnya menyesap teh itu.

Setelah puas dengan kegiatannya, Kinasih pun mendudukkan dirinya di kasur Hega. Dirinya kembali membuka suara untuk bertanya, "Gimana hari ini? Apa melelahkan?" tanyanya penuh perhatian. Sebelum menjawab Hega berpindah duduk dari yang tadinya duduk di kursi belajar jadi duduk di samping ibunya.

"Ya lumayan," jawab Hega pelan. 

"Hega mau cerita?" tawar Kinasih lembut. 

"Hanya lelah biasa saja kok," balas Hega sedikit berbohong.

"Ooh begitu, syukurlah. Kalau Hega sudah lelah dan bingung ingin mengadu ke siapa, ingat Hega punya ibu. Ibu akan selalu ada untuk Hega kapan pun Hega butuh, oke?"

Lihat bagaimana bisa ada orang sebaik ibunya? Kadang Hega berpikir kenapa orang seperti ibunya terlalu banyak menerima luka, kenapa banyak yang menyakiti ibunya? Tapi yang lebih aneh ibunya akan selalu menerimanya dengan ikhlas, bahkan tidak sungkan untuk memaafkan orang yang jelas-jelas menyakitinya.

Dan Hega tahu diri dengan tidak menceritakan masalahnya karena itu hanya akan menambah beban pikiran ibunya.  

Kinasih yang tidak mendapat jawaban apapun dari Hega berpikir bahwa anak itu ingin istirahat. "Hega mau istirahat? Biar Ibu keluar," tanyanya mengelus surai hitam legam milik Hega.

Tangan Hega menahan pergerakan tangan sang ibu. "Hega mau tidur, tapi boleh tidak jika ibu terus mengusap kepala Hega sambil menyanyikan satu lagu untuk Hega?" tanyanya dengan harapan ibunya tidak keberatan.

"Sure. What song would you like to hear?"

"More than word by Extreme," jawab Hega merebahkan tubuhnya di kasur.

Kinasih tertawa kecil mendengarnya. "Sepertinya itu jadi lagu kesukaan Hega ya?"

"Hega jadi suka lagu itu sejak mendengar Ibu bernyanyi untuk pertama kalinya," jelas Hega semakin membuat senyum lebar terpantri di wajah cantik ibunya.

Selimut berwarna abu-abu gelap ditarik sampai pinggangnya, tidak lupa ia menyisakan ruang di sebelahnya untuk tempat ibunya berbaring. Membiarkan ibunya kembali mengusap penuh sayang kepalanya. Dan ketika lantunan melodi mulai terdengar dengan perlahan kedua mata Hega menutup.

IK HOU VAN JOU [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang