[7] Kenyataan Yang Menyakitkan

24 5 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Penyesalan memang selalu berakhir menyakitkan."



















"Kara dimana?" Abimana bertanya ketika mau mencoba turun dari Kereta Api, menunggu sesaat di depan pintu sebelum akhirnya menginjak peron. "Mas sudah sampai," ungkapnya kemudian.

"Aku di depan Mas. Dekat pintu masuk stasiun." Suara pria di seberang sana terdengar keras, memecahkan suasana keramaian stasiun malam ini.

"Ok. Mas ke sana." Abimana mengakhiri panggilannya dan berjalan keluar stasiun.

Hari sudah beranjak hampir tengah malam ketika ia sampai di stasiun Poncol Semarang. Keinginannya mengambil jadwal pulang sore tadi mengharuskan dirinya tiba di Semarang hampir jam dua belas malam. Meskipun begitu, keadaan stasiun masih saja terlihat ramai. Dengan langkah lebarnya ia berjalan keluar dan segera menghampiri Kara di depan sana.

Adiknya itu tersenyum ketika menyadari Abimana berjalan menujunya. Tidak ada sapaan yang mengharuskan mereka tertahan beberapa saat di sana. Setelah jangkauan mereka yang sudah dekat, mereka memutuskan segera ke arah luar, ke arah parkiran mobil.

Abimana memang tidak begitu dekat dengan Kara, mengingat dirinya yang juga terlampau cuek. Jadi, tidak mengherankan keadaan di dalam mobil yang hening mendera. Mobil honda civic putih melaju sedang menembus jalanan kota Semarang di malam hari.

"Mas mau mampir dulu?" Kara menoleh sekilas, sebelum kembali memusatkan perhatiannya ke arah jalanan.

Abimana menoleh ke samping, menggaruk pelipisnya pelan. "Sudah makan?"

"Hah?" lalu, seolah tersadar, pria itu menggeleng, "belum mas," jujurnya.

Abimana menyipitkan matanya, "tau kan mas gak suka kalau kau membiasakan telat makan gini," ia mendesah ketika melihat Kara yang malah menyengir tanpa dosa. "Cari makan dulu! Mas juga belum makan."

"Ok siap mas," ucapnya semangat.

Kara menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tempat yang tiba-tiba disetujui mereka ketika sedang melewatinya. Abimana ikut turun berjalan di belakang Kara yang sudah lebih dulu menghampiri warung tenda pecel lele. Dari rekomendasi pria yang sudah memasuki umur kepala dua itu, warung ini yang terbaik di kota Semarang. Mereka duduk berhadapan, menunggu makanan mereka datang.

"Mas," Kara menyahut, "bilang pelan-pelan aja ke Ayah kalau belum ketemu," gumamnya. Ia menggaruk tekuknya yang tidak gatal ketika melihat Abimana mengerut alisnya dalam, "lagian dikira nyari jodoh mudah gitu," ujarnya kemudian.

"Mas sudah ada."

"Apa?" Kara melotot tidak percaya ketika mendengar gumaman tanpa intonasi itu dari sang kakak. Ia mengernyit, tidak jadi menggigit ayamnya yang sudah di depan mulutnya. "Ada apanya?" tanyanya. Lalu, seolah menyadari maksud dari ucapan Abimana, Kara berubah antusias, "calonnya? Mas sudah punya pacar ya?"

Problematika Orang Dewasa [Vol.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang